Bukti Kerja Gustu Kacau
Kadinkes dan Dirut RSUD Saling Serang
AMBON, Siwalimanews – Pantas saja kerja Gugus Tugas Covid-19 kacau balau. Internal saling menyalahkan soal intensif tenaga kesehatan RSUD dr. M Haulussy yang belum dibayar.
Selama enam bulan tenaga kesehatan yang menangani pasien Covid-19 belum menerima intensif. Bulan Maret hingga Agustus 2020.
Besarannya bervariasi Rp 3.750.000 hingga Rp 7.500.00 dengan jumlah hari kerja maksimal 15 hari dalam sebulan. Jumlah tenaga kesehatan di RSUD dr. M Haulussy yang berhak menerima insentif sebanyak 58 orang.
Kepala Dinas Kesehatan Maluku, Meikyal Pontoh yang dikonfirmasi wartawan menyalahkan Plt. Direktur RSUD dr. M Haulussy, Ritha Tahitu karena baru mengusulkan pembayaran bulan Maret.
“Mereka (RSUD Haulussy-red) baru usul pembayaran insentif bulan Maret ke kita itu juga masih verifikasi data, sehingga belum kita cairkan,” tandas Pontoh kepada wartawan di Kantor Gubernur Maluku, Sabtu (19/9).
Baca Juga: Terpapar Covid-19, Nakes RS Sumber Hidup MeninggalPontoh mengatakan, tenaga kesehatan berhak menerima intensif. Tetapi tergantung dari pengusulan pimpinan RSUD dr. M Haulussy.
“Tergantung pengajuan, kalau sudah ajukan klaim pasti dibayarkan, RSUD Haulussy baru ajukan1 bulan, dan itu belum kita bayar, karena berkas masih bolak balik untuk diverifikasi,” tegasnya.
Akibat administrasi yang tak beres, kata Pontoh, membuat tim verifikasi belum menyetujui untuk pencairan insentif tenaga kesehatan RSUD dr. M Haulussy.
“Tanya ke mereka, kenapa selalu bolak-balik berkas,” ujar Pontoh, dengan nada tinggi.
Pontoh mengatakan, intensif tenaga kesehatan yang menangani pasien Covid-19 di balai diklat sudah dibayar tiga bulan. Sementara administrasi tenaga kesehatan RSUD dr. M Haulussy bulan Maret belum beres. Lalu bagaimana mau dibayar.
“Di balai diklat sudah kita cairkan bulan Maret, April dan Mei, sedangkan RSUD Haulussy untuk bulan Maret saja administrasi belum lengkap, sehingga belum bisa cair,” tandasnya.
Pernyataan Meikyal Pontoh berbeda dengan penjelasan Plt Direktur RSUD dr. M. Haulussy, Ritha Tahitu.
Tahitu mengaku, pembayaran intensif tiga bulan tenaga kesehatan sudah diusulkan ke Dinas Kesehatan Maluku.
“Kita belum bayar insentif tenaga medis sejak bulan Maret, April dan Mei. Masih verifikasi, jadi nanti dibayarkan,” kata Tahitu, saat dihubungi Siwalima, Senin (6/7) melalui telepon selulernya.
Tahitu yang hendak ditemui, Selasa (22/9) untuk mengkonfirmasikan pernyataan Meikyal Pontoh melalui salah seorang stafnya mengatakan, tidak ingin diganggu.
“Ibu lagi sibuk, belum menerima wartawan karena situasi pandemi,” kata staf itu.
Bagian humas juga tak mau memberikan keterangan, dengan alasan yang sama dengan Tahitu. “Humas juga lagi sibuk tidak bisa diwawancarai,” kata staf itu lagi.
Tahitu yang dihubungi beberapa kali melalui telepon selulernya, namun ia enggan mengangkat.
Kacau Balau
Akademisi Fisip UKIM, Max Maswekan menilai, kerja Gugus Tugas Covid-19 Maluku memang kacau balau.
Bukan hanya tidak transparan soal bukti hasil pemeriksaan swab orang yang dinyatakan positif Covid-19, namun mengurusi insentif tenaga kesehatan saja tak beres. Malah, salah saling menyalahkan.
“Kerja gustu memang amburadul, kacau. Masa sampai sekarang intensif nakes tidak bisa dibayarkan, padahal nakes menjadi garda terdepan melawan covid,” tandas Maswekan kepada Siwalima, Selasa (22/9).
Ini saja sudah bulan September. Sementara bulan Maret hingga Agustus belum dibayar. Mengurusi intensif puluhan tenaga kesehatan saja tak beres dan saling menyalahkan. “Ini sama saja menyusahkan tenaga kesehatan,” tandas Maswekan.
Maswekan meminta gubernur melakukan evaluasi kerja gugus tugas. Jangan dibiarkan saja. “Banyak masalah dalam penanganan Covid-19 yang harus dievaluasi,” ujarnya.
Maswekan juga mengkritik kerja gugus tugas yang menutupi hasil pemeriksaan swab orang yang dinyatakan Covid-19.
“Bagaimana membuktikan seseorang itu terpapar Virus Corona, kalau tidak disertai dengan bukti berupa surat keterangan medis. Ini kan aneh,” tandasnya.
Maswekan mengatakan, kerja yang tak transparan dan tidak profesional, sehingga wajar masyarakat tak percaya terhadap gugus tugas.
“Kerja justu tidak profesional dan transparan, wajar masyarakat semakin curiga,” tegasnya.
Akademisi Fisip IAIN Ambon, Saidin mengatakan, tenaga kesehatan menjadi terdepan dalam penanganan Covid 19, sehingga negara memberikan apresiasi dalam bentuk insentif kepada mereka.
Namun jika sampai saat ini insentif mereka belum dibayar, menunjukan kerja gugus tugas tak beres. “Saya melihatnya dari perspektif kekacauan dalam penanganan Covid-19,” ujar Saidin.
Menurut, dalam penanganan Covid-19 tidak boleh dilihat dari segi penanganan pasien terpapar Covid-19 saja, melainkan harus dilihat secara komprehensif, termasuk dengan memberikan insentif kepada tenaga kesehatan yang sudah mempertaruhkan keselamatan dalam penangan pasien.
Kata Saidin, Kepala Dinas Kesehatan tidak boleh hanya menyalahkan pimpinan RSUD Haulussy, tetapi harus saling berkoordinasi dalam menyelesaikan masalah ini.
“Pemerintah daerah harus memperhatikan persoalan ini dengan melakukan tindakan yang segera, jika memang problemnya akibat kelalaian pejabat-pejabat tertentu maka diambilkan tindakan administratif sehingga hal ini bisa terselesaikan secara cepat,” tegasnya.
Wakil Ketua DPRD Provinsi Maluku, Melkianus Siardekut mengatakan, insentif tenaga kesehatan merupakan pendorong bagi peningkatan kinerja dalam pelayanan kepada pasien covid-19.
“Pemerintah wajib memberikan insentif, proses ini harus dipercepat agar pembayaran insentif tenaga kesehatan secepatnya dilakukan,” tandasnya.
Sairdekut berjanji akan memanggil Kepala Dinas Kesehatan dan Direktur RSUD Haulussy untuk mempertanyakan keterlambatan pembayaran insentif tenaga kesehatan.
“Soal insentif kita belum tahu kendalanya dimana, ini kita akan panggil Dinkes dan Direktur RSUD untuk mempertanyakan itu,” ujarnya.
Anggota DPRD Provinsi Maluku, Edison Sarimanella menegaskan, saling menyalahkan membuktikan penanganan Covid-19 sangat kacau.
“Ini kacau kalau saling menyalahkan, ini juga bukti dari kurang koordinasi antara dua lembaga pemerintah ini,” ujarnya.
Menurutnya, Kepala Dinas Kesehatan tidak boleh hanya mengeluh dan menyalahkan pihak RSUD Haulussy. “Dinas harus berkoordinasi dengan pihak RSUD, tidak usah saling menyalahkan. Koordinasi cepat dilakukan agar insentif tenaga kesehatan segera dibayarkan,”
Picu Warga tak Patuh
Gugus tugas terus dikritik karena tidak transparan soal bukti hasil uji swab pasien terpapar Covid-19. Sikap gugus tugas menjadi memicu banyak warga tak mematuhi protokol kesehatan.
Akademisi Fisip Unpatti, Amir Kotaromalos mengatakan, layanan kesehatan yang transparan turut menentukan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan publik di bidang kesehatan dalam hal ini Covid-19.
Menurut Amir, saat ini di masyarakat beredar isu bahwa Covid-19 dijadikan sebagai ladang bisnis. Askhirnya masyarakat kemudian betanya-tanya, covid antara ada dan tiada.
“Problem antara ada dan tiada ini tergantung transparansi kepada masyarakat dari pihak yang bertanggung jawab untuk mengeluarkan informasi tentang Covid-19 terutama tentang data swab pribadi masing-masing orang itu, sehingga jika orang positif ya katakan positif dilengkapi dengan bukti,” ujarnya.
Jika tidak maka hal ini akan menjadi persoalan baru, dimana akibat dari ketidakterbukaan dari gugus tugas mengakibatkan masyarakat tidak mematuhi protokol kesehatan sebagaimana yang sering digaungkan selama ini.
“Ketidakpatuhan terhadap protokol kesehatan akan muncul dari masyarakat ketika kepercayaan terhadap gugus tugas telah terkikis sebagai konsekuensi dari tidak transparannya gugus,” tandas Amir.
Amir meminta gugus tugas terus meningkatkan kepercayaan masyarakat dengan jalan lebih transparan, salah satunya memberikan bukti hasil swab yang telah dikeluarkan oleh laboratorium.
Hal yang sama juga diungkapkan anggota DPRD Provinsi Maluku, Alimuddin Kolatlena. Ia mengatakan, semestinya gugus tugas transparan dengan bukti swab pasien Covid-19.
“Ini kan sudah terbuka dan semua orang sudah tahu soal covid , jadi jangan ada lagi hal-hal yang ditutupi,” ujar Kolatlena.
Kolatlena menegaskan, jika gugus tugas terus menutupi bukti swab dari pasien maka bisa saja masyarakat tidak lagi mematuhi protokol kesehatan, karena hilangnya kepercayaan terhadap gugus tugas.
“Kalau mau menutupi-nutupi maka jangan sampai masyarakat tidak patuhi lagi protokol kesehatan,” tandasnya. (S-39/Cr-2)
Tinggalkan Balasan