AMBON, Siwalimanews – Penyidikan kasus dugaan korupsi medical check up kepala daerah dan uang makan minum tahun anggaran 2019-2020 dilingkungan RS Haulussy oleh Kejaksa­an Tinggi Maluku hingga saat ini belum kunjung tuntas.

Belum dituntaskannya ka­sus dugaan korupsi lantaran, Badan Pemeriksa Ke­uangan dan Pemba­ngu­nan Maluku masih melakukan audit keru­gian negara.

Praktisi hukum Mu­hammad Nur Nuku­he­he mengatakan, salah satu alat bukti yang dibutuh­kan dalam penyidikan kasus dugaan korupsi oleh penyidik baik kejaksaan maupun kepo­lisian yaitu adanya hasil audit dari lembaga yang berwe­nang.

Berdasarkan undang-un­dang lembaga yang berwe­nang untuk mengaudit kerugian negara hanya BPK maupun BPKP, artinya proses hukum tindak pidana korupsi akan tergantung dari kinerja lembaga auditor itu.

Dengan adanya ketergantungan ini, maka lembaga auditor khusus­nya BPKP Provinsi Maluku harus bergerak cepat untuk menuntaskan audit, sebagaimana yang diminta­kan oleh penyidik Kejaksaan Tinggi Maluku.

Baca Juga: Polisi Serahkan SPDP Korupsi Tukar Guling Lahan Perpustakaan

“Kasus korupsi itu harus diutama­kan maka BPKP harus segera me­nuntaskan audit kerugian negara karena penyidik menunggu,” ujar Nukuhehe.

Menurutnya, BPKP harus dapat melakukan koordinasi secara intensif dengan pihak Kejati Maluku guna memenuhi setiap dokumen yang dibutuhkan dalam memper­cepat proses audit keru­gian negara.

Keseriusan dari BPKP Maluku sangat dibutuhkan,  sebab jika tidak maka kasus ini akan berjalan ditem­pat dan masyarakat akan memper­tanyakan kinerja kejaksaan, padahal kendala ini terletak pada hasil audit BPKP yang belum tuntas.

“Masyarakat Maluku sangat berharap BPKP serius dalam menun­taskan audit kasus-kasus korupsi yang ditangani, jangan sampai menjadi preseden buruk lagi dalam penegakan hukum,” tegasnya.

Terpisah praktisi hukum Alfaris Laturake juga mendesak, BPKP Maluku untuk secara serius meng­audit kasus dugaan korupsi di ling­kungan RS Haulussy.

Dijelaskan, masyarakat Maluku sampai dengan saat ini masih menunggu-nunggu kasus korupsi di RS Haulussy dibongkar oleh Kejati Maluku, dalam rangka bersih-bersih.

Langkah kejaksaan inilah yang mestinya didukung oleh BPKP dengan mempercepat audit kerugian negara, agar Kejati dapat juga mempercepat kasus Haulussy.

“Sebagai praktisi hukum kita hanya mendesak BPKP segera me­nuntaskan audit agar penyidik dapat segera menuntaskan ini kasus kalau tidak nanti berlarut-larut lagi,” tegas Laturake.

Laturake menambahkan, harus membantu Kejati Maluku dalam mengembalikan kepercayaan ma­syarakat, sebab selama ini masyara­kat masih ragu dengan keseriusan Kejati  Maluku dalam menuntaskan kasus korupsi.

Siapkan Dokumen

Seperti diberitakan sebelumnya, tim penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku sementara menyiap­kan dokumen audit Rumah Sakit Haulussy ke Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Maluku.

Dokumen-dokumen audit itu menyangkut dugaan korupsi jasa medical check up di RS Haulussy. Kuat dugaan anggaran untuk jasa medical check up itu bermasalah, kurun tahun 2016-2020.

Selain itu, audit juga mencakup dugaan penyimpangan anggaran pengadaan makan dan minum tenaga kesehatan Covid-19 tahun anggaran 2020 di RS milik daerah tersebut.

Kasi Penkum Kejati Maluku, Wahyudi Kareba mengungkapkan, tim penyidik Kejati Maluku intens melakukan koordinasi dengan pihak BPKP Perwakilan Maluku dalam rangka audit perhitungan kerugian negara pada kasus dugaan korupsi di RS Haulussy Ambon.

“Dalam rangka proses perhitung­an dugaan perhitungan kerugian, tim audit BPKP Maluku intens melakukan koordinasi, klarifikasi dan upaya lainnya,” ungkap Wah­yudikepada Siwalima di Ambon, Selasa (13/9).

Dikatakan, saat ini dokumen audit sementara dilengkapai sesuai dengan permintaan auditor.

“Semuanya sementara disiapkan termasuk juga diantaranya dokumen yang dibutuhkan oleh tim audit,” ujarnya.

Untuk diketahui, pemeriksaan terhadap belasan tenaga medis ter­masuk para dokter itu karena mere­kalah yang melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap Calon Kepala Daerah (Calkada) dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten/Kota dan Provinsi Maluku tahun 2016-2020.

Pada tahun 2017, tercatat dilaksa­nakan tiga Pilkada, yang proses me­dical check up dilaksanakan di RS Haulussy yakni, Kota Ambon dan KKT.

Selanjutnya pada tahun 2018 lalu, dilaksanakan kegiatan serupa untuk Pilkada Kota Tual, Maluku Tenggara dan Pilgub Maluku.

Kemudian pada tahun 2020, terca­tat empat kabupaten yang melak­sanakan Pilkada, dimana seluruh­nya melakukan medical check up di RS Haulussy, yaitu Kabupaten Buru Selatan, Kepulauan Aru, Maluku Barat Daya dan Seram Bagian Timur.

Dalam penuntasan kasus di RS berplat merah ini, tercatat sudah 50 lebih saksi diperiksa tim penyidik Kejati Maluku.

Kata dia, pemeriksaan para saksi itu dilakukan untuk mengetahui aliran anggaran dengan pagu lebih dari Rp2 miliar.

“Pagu anggarannya di kasus ini Rp2 miliar. kalau untuk kerugian sementara dihitung penyidik, untuk itu pemeriksaan saksi-saksi gencar dilakukan untuk mengetahui secara pasti jumlah indikasi kerugian yang disebabkan dalam kasus ini,” ujarnya.

Mereka yang diperiksa diantara­nya, dua mantan petinggi Dinas Kesehatan Maluku dan RS Hau­lussy adalah Meikyal Pontoh dan Justini Pawa. Pontoh adalah eks Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Maluku, kurun waktu tahun 2016 hingga 2026.

Adapun Pawa, adalah mantan Direktur Utama RS pada tahun 2016, dimana kasus itu mulai dibidik.

Selain dua pejabat utama itu, penyidik juga memeriksa belasan dokter, salah satunya dokter Ade Tuankotta sebagai penanggung jawab IDI Maluku.

Belasan dokter yang diperiksa ini merupakan, penerima honorarium pembayaran jasa pemerik­saan kesehatan, salah satunya pelaksa­naan midical check up kepada bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah kabu­pa­ten, kota dan Provinsi Maluku pada penyelengga­raan Pilkada tahun 2016 hingga 2020.

Kejati bidik sejumlah kasus di RSUD Haulussy berdasarkan surat nomor: SP 814/Q.1.5/1.d.1/06/2022.

Selain pembayataan BPJS Non Covid, pembayaran BPJS Covid tahun 2020, pembayaran kekurangan jasa nakes BPJS tahun 2019 tetapi juga pengadaan obat dan bahan habis pakai juga sarana dan pra­sarana pengadaan alat kesehatan dan pembayaran perda pada RSUD Haulussy tahun 2019-2020.

BPJS Kesehatan diketahui men­dapat tugas dari pemerintah mem­verifikasi klaim rumah sakit rujukan Covid-19 di Indonesia setelah veri­fikasi barulah Kementerian Kese­hatan melakukan pembayaran klaim tersebut.

Diduga total klaim Covid dari rumah sakit rujukan di Provinsi Maluku sejak 2020 hingga September 2021 yang lolos verifikasi BPJS Kesehatan mencapai 1.186 kasus dengan nilai Rp117,3 miliar

Sejak tahun 2020 tercatat seba­nyak 891 kasus atau klaim di Maluku lolos verifikasi BPJS Kesehatan. Nilai klaim dari jumlah kasus tersebut mencapai sekitar Rp97,32 miliar dan hingga September 2021 klaim yang sudah terverifikasi ada 295 dengan jumlah biaya sekitar Rp20 miliar. (S-10)