Sejak dilantik menjadi Gubernur Maluku oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, pada Rabu, 24 April 2019 lalu, Murad Ismail menjadi lirikan PDI Perjuangan.

Murad kemudian ditunjuk oleh Ketua Umum DPP PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Dewan Pimpinan Daerah PDI Perjuangan Maluku.

Alasan Megawati menetapkan Murad sebagai Ketua DPD PDIP ini dilihat dari aspek leadership (kepemimpinan) maupun network (jaringan) yang dimiliki mantan Komandan Korps Brimob Polri itu.

Ketua DPP PDIP Bidang Sumber Daya Manusia (SDM) dan Pembangunan, Andreas Hugo Pariera, pada Konferensi Daerah  PDI Perjuangan Maluku, Murad didampingi saat itu oleh Edwin Adrian Huwae selaku Sekretaris DPD dan Lucky Wattimury selaku Bendahara masa bakti 2019-2024 mengatakan, alasan Murad ditetapkan sebagai Ketua DPD itu, karena kita butuh leadership serta loyalitas dan mempunyai visi ke depan untuk Maluku. Intinya kita butuh orang-orang yang punya kemampuan dan kapabilitas yang tinggi.

Sayangnya belum selesai masa tugas sebagai Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Maluku hingga tahun 2024, MI sapaan akran Murad Ismail dalam beberapa kali kegiatan partai berlambang benteng kekar itu jarang terlihat.

MI juga diketahui tidak menghadiri Rapat Kerja Daerah yang berlangsung di Pasific Hotel, pada Selasa, 30 Agustus 2022 lalu. MI memilihi mengecek kesiapan pengamanan menjelang kedatangan Presiden Joko Widodo pada 1 September 2022 di Kabupaten Kepulauan Tanimbar.

Walaupun ketidakhadiran MI saat itu tidak menjadi masalah, karena kepemimpinan partai tidaklah tunggal tetapi kolektif kolegal, dan ada struktur pengurus partai lainnya yang bisa menghandel kegiatan penting tersebut, namun kehadiran MI juga dinilai sangat penting karena itu menyangkut strategis politik yang perlu diletakkan untuk kemenangan partai besutan Megawati Soekarno Putri ini di Maluku.

Terakhir yang lebih bikin blunder lagi, istri MI, yakni Widya Pratiwi memilih hengkang ke Partai Amanat Nasional, Widya diketahui adalah Wakil Bidang Politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Maluku.

Meskipun hal ini wajar-wajar saja dalam sebuah dinamika politik, tetapi pindahnya Widya Pratiwi ke PAN secara politik menganggu opini publik terhadap PDI Perjuangan Provinsi Maluku dibawah komando suaminya Murad Ismail.

MI dinilai gagal memimpin PDI Perjuangan, langkah ini kemudian dikecam akar rumput hingga para senior PDI Perjuangan yang menuntut, DPP harus mengambil langkah cepat mengingat proses-proses pemilu sudah berlangsung, dan tentu saja berpengaruh bagi upaya kemenangan PDI Perjuangan untuk kembali berkuasa di Provinsi Maluku.

Karena itu, suara tuntutan para kader banteng kekar ini dengan cepat ditanggapi, Dewan Kehormatan Partai dengan memanggil seluruh Ketua dan Sekretaris DPC se-Maluku dan Sekretaris DPD PDI Perjuangan termasuk Murad.

Akhirnya DPP PDI Perjuangan mengambil langkah tegas. Mungkinkah Murad dibebaskan tugaskan menjadi Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Maluku ataukah tidak?, dan apakah dia bisa bertahan menjadi anggota partai tersebut.

Ataukah sebaliknya, Murad kembali hengkang mengikuti jejak istrinya ke Partai Amanat Nasional, mengingat sebelumnya dia juga melakukan rapat politik dengan para petinggi PAN di Jakarta?

Hal ini kemungkinan bisa saja terjadi, dinamika politik kadang tidak bisa diprediksi, ketika keinginan-keinginan politik sudah tidak bisa tersalur dengan baik, maka berbagai langkah praktis bisa saja dilakukan termasuk hengkang dari PDI Perjuangan.

Itulah pilihan politik masing-masing orang yang harus dihargai dan tidak perlu dipersoalkan. Sistim dan mekanisme partai PDI Perjuanganlah yang perlu dimantapkan, jika ingin menang di Maluku, karena partai ini diketahui publik tidak tergantung pada figur atau orang per orang.

Yang harus tahu politik tidak pernah pasti, selalu saja ada perubahan, dan perubahan itu juga tergantung orang yang menjalankan. (*)