DENGAN meningkatnya penderita setan siluman covid-19 akhir-akhir ini maka pemerintah menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat. Keputusan pemerintah ini oleh sebagian kalangan dianggap tidak tepat, apalagi sampai menutup tempat ibadah di daerah-daerah yang berzona merah, karena dianggap tak sesuai dengan akidah agama khususnya Islam. Ketika pertama kali covid-19 menyerang Indonesia pada 2020 lalu, telah terjadi penularan virus di Masjid Kebon Jeruk, Jakarta, sehingga oleh pengurus masjid tersebut ditutup dan para jemaahnya diisolasi.Apakah kejadian ini tidak menjadi pelajaran untuk kalangan-kalangan yang menolak PPKM darurat, khususnya mengenai penutupan tempat-tempat ibadah di zona-zona merah. Sedangkan kita ketahui di daerah-daerah lain yang bukan zona merah banyak tempat ibadah dibuka sebagaimana biasanya. Dalam hal ini ada baiknya kita simak penjelasan dari Ustaz Das’ad Latif beberapa waktu lalu, yang mengatakan bahwa penutupan tempat ibadah hanya berlaku untuk daerah yang berzona merah khususnya Jakarta Raya.

Di wilayah lain nonzona merah dibuka sebagaimana biasanya. Demikian pula rumah-rumah/kediaman dapat difungsikan sebagai rumah ibadah. Sebaliknya rumah/kediaman tidak dapat difungsikan sebagai mal atau pasar. Begitulah penjelasan dari Ustaz Das’ad Latif.Sebaiknya agama apa pun janganlah dipisahkan dari pengetahuan umum sehingga penafsiran mengenai hukum-hukum agama akan kena di hati dan masuk di akal. Janganlah kita berpendirian kepala batu sebagai seorang syekh di padang pasir trans-Yordania yang waktu ditanya oleh Miss Ruth Frances Woodsmall, ‘apakah ada perubahan paham tentang hal agama’, lantas menjawab dengan sengit; kita tidak perlu bicarakan agama. Di dalam agama tidak bisa ada perubahan. “Seolah-olah tarikh misalnya tidak menyebutkan pengoreksian tentang paham talqin, paham usalli, paham taqlid, paham tauhid, paham hijab, paham bunga pinjaman, paham perempuan, paham menerjemahkan Quran, dan seribu satu paham yang lain-lain! Firman Allah dan sunah Nabi tidak berubah, tetapi pengertian manusia tentang hal-hal inilah yang berubah.” (Soekarno: DBR I).Profesor Farid Wajdi pernah berkata, “Agama Islam (dan agama lain) hanyalah dapat berkembang betul bilamana umat Islam memperhatikan benar-benar akan tiga buah sendi-sendinya, yaitu kemerdekaan roh, kemerdekaan akal, kemerdekaan pengetahuan.

Berdasarkan kemerdekaan-kemerdekaan tersebut, apakah dibenarkan bila ada yang berpendirian tidak setuju atas penutupan rumah-rumah ibadah di zona merah demi menjaga agar kesehatan umat dan masyarakat tetap terjaga dan terbebas dari serangan covid-19 yang saat ini variannya bertambah ganas?Bila kita menggunakan pikiran yang jernih dan hati yang tenang, tentunya kita akan setuju kepada keputusan pemerintah menutup tempat-tempat ibadah yang berada di zona-zona merah khususnya di Jakarta. Janganlah kita asal bicara dengan kepala panas serta mengabaikan ilmu agama dan pengetahuan umum, menyatakan keputusan pemerintah memberla­kukan PPKM darurat adalah salah.  Perlunya persatuan dan kesatuan  Seluruh dunia modern termasuk negara-negara Islam seperti Arab Saudi, Mesir, Turki, dan sebagainya semuanya mengakui bahwa covid-19 adalah sesuatu yang nyata ada. Walaupun tidak terlihat, secara ilmu pengetahuan sudah terbukti virus-virus tadi ada, bahkan bervarian ke arah yang lebih ganas.Oleh sebab itu, untuk melawannya, satu-satunya jalan adalah seluruh bangsa di dunia harus dapat bersatu padu, khususnya di Indonesia yang penduduknya sudah mencapai sekitar 250 juta jiwa. Terutama sekali umat Islam di Indonesia yang jumlahnya sekitar 90% dari total penduduk, hendaknya dapat bersatu padu dengan pemerintah yang saat ini sedang mati-matian berjuang untuk mengalahkan covid-19. Dengan begitu, nantinya masalah ekonomi bangsa dapat diatasi secara tuntas.Memang, sejak adanya pandemi covid-19 pemerintah dihadapkan kepada dua pilihan sulit mana yang harus diatasi dan dibe­reskan terlebih dahulu, kesehatan atau ekonomi. Kedua-duanya diatasi secara berbarengan rasanya mustahil. Jadi, kesehatanlah yang harus dibereskan terlebih dahulu, baru kemudian masalah ekonomi.

Berat memang pilihannya, tetapi begitulah faktanya.Kalau saja kita menggunakan logika; mana mungkin seorang profesor ekonomi piawai mengurus urusan ekonomi bila dia dalam keadaan sakit parah? Bagaimana pemerintah akan menang perang melawan pandemi covid-19 bila sebagian besar aparatnya, terutama TNI dan Polri termasuk tenaga kesehatan, dalam keadaan sakit? Dalam peperangan ini peran serta seluruh umat Islam Indonesia sangat penting, terutama kalangan tokoh, para ulama, para kiai, bahkan para ustaz seharusnya turut aktif terjun ke dalam palagan ‘Perang Baratayuha’ ini.Tanpa keikutsertaan mereka, mustahil kita akan menang dalam perang melawan covid-19. Jangan sampai terjadi kalangan tersebut di atas justru menolak terhadap adanya PPKM darurat sekarang ini. Jutaan warga akan tewas menjadi korban keganasan virus korona terutama di kalangan generasi muda, khususnya genersi muda Islam. Janganlah apa yang diperingatkan Bung Karno beberapa dekade lalu menjadi kenyataan pada saat ini; “Sedangkan di dalam organisasi-organisasi Islam pun kita selalu mendengar satu keluhan itu.

Di manakah kita punya pemuda intelektual? Lebih dari itu, organisasi-organisasi pemuda Islam itu sendiri banyak yang ‘sakit-sakitan’, organisasi-organisasi pemuda Islam itu banyak yang ‘kurang darah’.” Begitulah peringatan Bung Karno dalam artikelnya, ‘Memudakan Pengertian Islam’.Oleh sebab itu, sudah saatnya bila saat ini seluruh kekuatan pemuda khususnya organisasi-organisasi pemuda Islam, non-Islam bersatu padu mendukung pelaksanaan PPKM darurat. Semua ini perlu dilakukan agar Indonesia bisa menang dalam perang melawan covid-19.

Baca Juga: Refleksi Satu Dekade UU Nomor 12 Tahun 2011

Dengan demikian, masalah sosial, politik, dan ekonomi dapat berjalan secara normal kembali. Apakah pemerintah tidak punya kekurangan-kekurangan dan kesalahan-kesalahan dalam kebijakannya? Sudah barang tentu pasti ada. Namun, siapa di alam semesta ini yang seratus persen terbebas dari kesalahan-kesalahan dan kekurangan-kekurangan kecuali Allah SWT, yang menurut Bung Karno adalah tanpa mula dan tanpa akhir; without begining and without end.( Guntur Soekarno, Pemerhati Sosial)