AMBON, Siwalimanews – Empat warga Desa Wakal ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus bentrok Hitu-Wakal yang terjadi pada Senin, 27 Februari 2023 lalu.

Empat tersangka tersebut yaitu, Ramis Bakai alias Baret, Dedi Nakul alias Kertas, Arwan Mahu alias Arwan dan Husein Wael alias Buce.

Polresta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease telah menahan dua ter­sangka. Dedi Nakul dan Husein Wael.  Sementara dua tersangka lainnya yakni Bakai Alias Baret dan Arwan Mahu alias Arwan masih dalam pe­ngejaran.

Kapolresta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease, Kombes Raja Arthur Simamora Lumongga yang didampingi Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Roem Ohoirat dan Dirkrimum Kombes Andry Iskandar dalam keterangan persnya di Mapolresta Ambon, Senin (19/6) menjelaskan, terdapat dua kasus yang melatar belakangi konflik di Hitu-Wakal yakni penganiayaan oknum anggota TNI dan penembakan yang menewaskan satu warga Wakal.

“Kasus pertama kita ekspos 2 ter­sangka yang kita jadikan DPO, setelah tersangka tertangkap ternyata ada 2 lagi. Perannya beda, Buce pem­bacokan anggota TNI, Arwan peng­aniayaan anggota TNI, Baret meng­ambil senjata dan memukul anggota TNI, bagitupun Dedi yang melaku­kan penganiayaan,” tutur Kapol­resta.

Baca Juga: Pangkoopsudnas Ingatkan Jajarannya Jaga Marwa TNI

Dia menjelaskan, terkait dengan penembakan warga Wakal, pihaknya terus melakukan pengembangan dengan meminta keterangan saksi, salah satu saksi yang aktif memberi­kan keterangan yakni Dedi Nakul alias Kertas yang juga merupakan tersangka.

Dalam keterangannya Nakul me­ngaku dalam penganiayaan anggota TNI ada perebutan senjata Api yang kemudian dalam perebutan senpi ada letusan dari senpi tersebut yang mengarah ke arah anggota Brimob.

“Kita masih lakukan penyelidikan walaupun penanganan kasus dita­ngani Krimum, bahwa ternyata yang dirampas Baret adalah milk anggota TNI dan diarahkan ke arah jembatan, dimana anggota brimob berdiri. Jadi Baret ini menembak tanpa melihat sasarannya arahnya ke Brimob di seberang jembatan. Saya tidak justifikasi kalau pelaku itu dia, kita dalami, dan dari pemeriksaan Nakul harus menjadi titik poin,” tandasnya.

Di tempat yang sama, Dirkrimum Polda Maluku, Kombes Andry Is­kan­dar mengatakan tsaat ini pihak­nya telah memeriksa 3  warga Wakal, hanya untuk saksi yang menolong korban belum memenuhi panggilan.

“Untuk saksi yang menolong kor­ban sampai saat ini belum memberi­kan keterangan. Kami minta warga untuk aktif memberikan keterangan agar semua jelas, sehingga yang menjadi tanda tanya masyarakat bisa terungkap,” ujarnya.

DPO Kabur

Ramis Bakay alias Baret, DPO kasus penganiayaan di Negeri Wa­kal, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, kembali berulah. Kali ini, Ia melakukan pemalakan terhadap warga yang melintas di ujung Desa Wakal, Sabtu (17/6).

Aksi kejahatan pemalakan terha­dap setiap mobil yang melintas ter­sebut dilaporkan masyarakat karena sudah meresahkan, tim Buru Sergap Polresta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease kemudian dikerahkan.

Upaya penangkapan terhadap yang bersangkutan dilakukan. Saat mobil Buser Polresta Ambon me­lintas, Baret yang mencoba men­dekat langsung disergap sekira pukul 13.00 WIT.

Sempat terjadi cekcok, Baret merontak dan melawan saat akan dimasukan ke dalam mobil. Ia ke­mudian memprovokasi masyarakat untuk membantunya dan melakukan perlawanan kepada petugas.

Akibat perlawanan dari oknum masyarakat untuk melepaskan pe­laku, personel Buser Polresta Ambon yang sempat mencengkeram DPO tersebut akhirnya terlepas. Ia langsung kabur.

“Untuk tersangka Baret yang sudah DPO dan tersangkut bebe­rapa kasus pidana termasuk terlibat pembacokan anggota TNI Kodam Patimura, sampai korban luka berat di Wakal, sebaiknya menyerah, karena sampai kapan pun Polri akan tetap tangkap dan proses hukum, tinggal tunggu waktu saja,” tegas Kapolda Maluku Irjen Pol Lotharia Latif, Minggu (18/6).

Kapolda sangat menyayangkan karena masih ada oknum masyarakat yang melindungi penjahat tersebut. Bahkan warga pun ikut memprovo­kasi massa untuk melawan petugas.

“Polda Maluku sudah mengem­bangkan hasil pemeriksaan dari adanya tersangka baru yang sudah ditangkap, dan muncul beberapa nama yang terlibat, dan akan dibuka pada waktunya untuk memper­tanggung jawabkan secara hukum,” katanya.

Kapolda juga menyangkan karena diduga adanya indikasi beberapa pejabat terkait yang malah melindu­ngi dan memelihara konflik di sana.

“Kami sangat menyayangkan ada­nya indikasi konflik antar negeri sengaja dibuat dan dikondisikan oleh orang-orang tertentu. Ini sangat merugikan dan menghancurkan ke­damaian di sana, dan membuat den­dam yang berkepanjangan, turun temurun, padahal mereka semua bersaudara,” ungkapnya.

Terhadap oknum masyarakat Wa­kal yang membantu Baret, proses hukum juga akan dilakukan, karena mereka telah turut terlibat dalam terjadinya tindak pidana.

“Oknum-oknum warga seperti ini contoh yang salah dan tidak baik karena lebih memilih membantu penjahat yang membuat konflik negeri dan membuat nama baik negeri Wakal menjadi buruk di mata masyarakat,” tegas Kapolda.

Tempuh Jalur Hukum

Sejumlah ruas jalan di Wakal ditutup aksesnya oleh masyarakat setempat. Parahnya diduga kuat pem­blokiran akses jalan yang dilakukan warga tersebut mendapat persetujuan oleh Pemerintah Negeri yang tertuang dalam surat edaran.

Tak hanya di Wakal penutupan akses jalan juga di lakukan di Negeri Hitu. Hal  imi tentu saja mempersulit mobilisasi masyarakat dalam ber­aktivitas.

Kapolresta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease, Kombes Raja Arthur Simamora Lumongga dalam keterangan persnya di Mapolresta Ambon, Senin (19/6) mempertanya­kan peran pemerintah negeri yang harusnya menjadi pengayom, bukan justru mendukung aksi pemudanya dalam memperkeru kamtibmas di sana.

Menurut Kapolresta, terdapat beberapa kebijakan Pemerintah Negeri Wakal yang justru memper­keruh suasana. Salah satu menge­luarkan surat edaran untuk mem­blokade jalan.

“Ada beberapa hal yang kita lihat peran pemerintah negeri sebagai aparatur negara melenceng dari se­harusnya, pertama soal penebangan pohon yang dilakukan pemuda Wa­kal itu sensornya milik Pemerintah Negeri, belum lagi surat edaran dari Pemerintah Negeri Wakal untuk pe­malangan akses jalan, dan kegiatan siskambling yang dibiaya dusun yang peruntukannya tidak sesuai, ini jadi warning kita,” katanya.

Kapolresta kecewa dengan lang­kah Pemerintah Negeri Wakal, jalan tersebut milik Negara bukan Peme­rintah Negeri.

Karena itu, Kapolresta akan akan berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah terkait persoalan tersebut.

Dia juga mengancam akan menin­dak tegas aksi pemalangan yang dilnilai melangar hukum.

“Kita akan lakukan pendekatan secara humanis terhadap pihak Ne­geri Wakal untuk secara sadar dan mematuhi aturan termasuk juga di Hitu. Saya perintahkan Kapolsek untuk buka semua akses. Saya juga akan komunikasikan ke Bupati, kalu bisa kita tingkatkan ke Pidana, ka­rena ini pelanggaran hukum,” tegasnya.

Senada dengan Kapolresta, Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Roem Ohoirat mengungkapkan, ka­sus pemblokiran terjadi setelah upaya penangkapan Baret yang diketahui kembali berulah dengan melakukan pemalakan warga.

“Terkait kasus yang terjadi kema­rin,  setelah anggota kita diserang jalan diblokir. Pemneg membuat su­rat untuk negeri sekitar yang mem­beritahukan jalan ditutup, jadi pemneg dukung penutupan jalan tersebut,” tandasnya.

Menurut Ohoirat, Kapolda de­ngan tegas minta aparat untuk me­ngungkap kasus secara terang ber­derang. Namun bukannya mendu­kung Polri, Pemneg justru mendu­kung penutupan jalan disana.

“Kami himbau pemerintah negeri dapat bekerja sama, dan jangan me­lindungi kriminal, karena melindungi kriminal merupakan pelanggaran pidana. Mereka yang sengaja me­nyembunyikan pelaku kriminal perintah Kapolda untuk di tempuh jalur hukum,” tegas  Ohoirat.

Awal Bentrok

Seperti diberitakan sebelumnya, setelah sempat redam, bentrokan antara pemuda Negeri Hitu dan Wa­kal, Kecamatan Leihitu, kabupaten Maluku Tengah kembali pecah dan menelan satu korban jiwa dari Negeri Wakal.

Belum diketahui secara pasti penyebab bentrok susulan tersebut.

Namun berdasarkan informasi  yang dihimpun Siwalima, terjadi adu mulut antar kelompok pemuda diduga dari Negeri Wakal dengan aparat keamanan yang ditempatkan di perbatasan kedua negeri.

Guna menyelesaikan konflik, Pol­resta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease kembali melakukan musya­warah untuk mencari solusi perda­maian kedua negeri berteta­ngga ini.

Musyawarah yang berlangsung, Selasa (14/2) di Leihitu itu dihadiri langsung Kapolresta Ambon, Kombes Raja Arthur Lumongga Simamora, Penjabat Bupati Malteng Muhammad Marasabessy, Perwa­kilan MUI serta Raja Wakal maupun Raja Hitu Lama.

Kapolresta dalam sambutannya me­ngatakan, bahwa maksud dan tujuan silahturami tersebut dalam rangka upaya penyelesaian konflik sosial antara warga Negeri Hitu dan warga Negeri Wakal serta mende­ngar penyampaian dan tanggapan yang disampaikan oleh kedua negeri.

“Kami hadir disini bersifat sila­tuhrami bersama bapak Raja Wakal dan Raja Hitu Lama beserta para tokoh kedua negeri guna mendengar keluh kesah yang ingin disampai­kan, sehingga permasalahan antara kedua Negeri dapat diselesaikan.” ujar Kapolresta

Di tempat yang sama, Pejabat Bupati Maluku Tengah, Muhammad Marasabessy, beharap penyelesaian konflik dilakukan secara kekeluar­gaan.

“Pemda berharap kiranya jangan lagi melakukan tindakan melanggar hukum, tujuan kami hanya satu bagai­mana permasalahan ini dise­lesaikan secara kekeluargaan dan dengan pemikiran yang tenang dan damai,” jelasnya.

Dirinya meminta kedua belah pihak agar tidak gampang terpro­vokasi yang dapat merugikan kedua­nya baik secara materil maupun korban jiwa. “Jangan cepat terpro­vokasi de­ngan oknum-oknum yang meng­inginkan permasalahan ini tidak selesai, Saya yakin menjelang bulan Ramadhan ini permasalahan antara kedua negeri akan tersele­saikan,” tandas Marasabessy.

Sementara Itu Perwakilan MUI Ustad Husein Sahiri berharap TNI-Polri bersikap netral dan berada di tengah tengah untuk menyelesaikan konflik dimaksud.

Hal yang sama diungkapkan raja kedua negeri. Keduanya mengaku menginginkan kedamaian. Namun mereka meminta agar proses hukum terhadap para pelaku dapat terus dilakukan, serta perlu dilakukan pertemuan dalam waktu cepat antara kedua belah pihak pada tempat yang dianggap aman guna penyelesaian konflik. (S-10)