AMBON, Siwalimanews – Kapolda Maluku Irjen Lotharia Latif mengimbau, war­ga Kariu dan Ori, Ke­camatan Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah  untuk menahan diri dan tidak terprovokasi.

Bentrok kedua negeri ber­tetangga, Rabu (26/.1) diduga karena kesalah­pahaman.

“Benar ada kesalahpa­haman disana, dan sudah kita dorong pasukan ke sana untuk membantu penga­manan, dan Bapak Kapolda menghimbau kepada pihak-pihak berkonflik agar dapat mena­han diri,” jelas Kabid Humas Polda Maluku Kombes Roem Ohoirat, kepada wartawan, Rabu (26/1).

Warga, diminta agar tidak terpe­ngaruh dengan isu-isu yang me­nyesatkan. Pihaknya kini sedang menyelidiki aktor-aktor dibalik insiden tersebut.

“Kami minta warga juga tidak terpengaruh dengan isu-isu me­nyesatkan, karena kita sudah berada di lokasi untuk melakukan pengamanan, dan penyelidikan,” tegas Kabid.

Baca Juga: Laka Belso, Wanita 23 Tahun Tewas

Kabid menegaskan, pihaknya sementara melakukan penyeli­dikan terkait bentrok tersebut.  “Sekali lagi kami minta warga menahan diri, karena kami sedang melakukan penyelidikan. Kita akan mengambil tindakan tegas kepada pihak-pihak yang terlibat,” tegasnya.

Kerahkan Aparat

Guna menangani bentrok, aparat gabungan TNI dan Polri dike­rahkan dalam rangka penanganan kontigensi konflik sosial antara dua negeri bertikai itu.

Kasubag Humas Polresta Ambon, Iptu Izack Leatemia kepada wartawan di Mapolresta, Rbau (2/6)1) mengatakan, aparat gabu­ngan yang dikerahkan masing ma­sing, 1 SST Brimobda Polda Ma­luku, 1 SST BKO Pam Rahwan TNI Arhanud, saat ini sementara dalam perjalanan menuju Pulau Haruku.

Sinode Prihatin

Suara keprihatinan datang dari Ketua MPH Sinode GPM, Pendeta Elifas Maspaitella. Maspaitella me­nyampaikan keprihatinan terhadap lambatnya TNI dan Polri dalam me­nyi­kapi konflik antar dua negei ber­tetangga Dusun Ori Negeri Pelauw dan Negeri Kariuw Kecamatan Haruku Kabupaten Malteng.

Dalam keterangan persnya di Kantor Gubernur, Rabu (26/1), Mas­paitella mengatakan  seharus­nya telah ada langkah cepat TNI/Polri untuk mencegah timbulnya kejadian tersebut.

Mengingat laporan maasyarakat ke pihak berwajib sudah disam­paikan dan pihak gereja  juga telah bekoordinasi sejak awal.

“Untuk itu, kami meminta satu saja yaitu, tambah aparat keama­nan karena dalam pengamatan masyarakat jumlah aparat ke­amanan tidak sebanding dengan warga Pelauw dan Ori. Kita tahu bahwa Pelauw itu kampung besar, jadi mereka hanya minta tambahan personil agar ini bisa disekat. Artinya masyarakat Kariu juga tidak menghendaki adanya konflik yang besar, padahal mereka adalah korban. Sebenarnya sudah dita­ngani masyarakat yang malam (kemarin Red) itu juga langsung dikirim ke Ambon untuk dirawat di rumah sakit,” jelas Maspaitella.

Gereja kata Maspaitella, sangat menyesali peristiwa yang me­nimpa kedua negeri. Pasalnya pergerakan pasukan kenapa baru dilaksanakan di pagi hari ketika Negeri Kariu sudah terbakar.

“Kami berusaha untuk tetap mendukung semua langkah yang dilakukan pemda maupun aparat TNI/Polri guna menjaga kestabilan kondisi keamanan di Pulau Ha­ruku.  Masyarakat Kariu juga mem­butuhkan rehabilitasi dan rekon­struksi fisik itu akan berjalan dengan pembangunan pos jaga permanen di perbatasan antara Kariu- Pelauw maupun Kariu-Ori.

Sebab, penempatan pos TNI Polri bisa juga menimbulkan trauma masyarakat. Saat ini di Kariu hanya tersisa gereja.

“Saya tidak tahu kalau gereja terbakar, karena simbol-simbol agama ini sering dipolitisasi da­lam politik kita.  Gereja juga memi­liki prinsip yang sama dengan masyarakat Kariu sebab tanpa Kariu di situ kita tidak bisa membangun narasi perdamaian sejati,” sebut Maspaitella.

Ia meminta, Polda Maluku untuk menyelesaikan kasus Kariu se­cara hukum. Proses hukum pelaku dan orang-orang yang terlibat di dalamnya.

“Soal mengenai aksi perdataan dan lainnya harus diselesaikan dengan kaidah hukum yang berlaku. Untuk itu kita meminta agar pelaku yang mengakibatkan adanya korban bisa diungkap dan diproses, karena itu perbuatan pidana yang harus diselesaikan secara pidana. Hal ini akan menimbulkan rasa keadilan buat masyarakat, karena mereka tidak tahu akan berimbas  seperti saat ini,” tegasnya.

Sejauh ini tambah Maspaitella, yang gereja lakukan adalah ber­koordinasi dengan semua pihak, termasuk Gubernur Maluku, Kapol­da, Pangdam, Danrem, Dandim.

“Kami juga melihat penambahan personil tambahan di pantai Tulehu ke Kariu dan bisa melihat semua aktivitas yang terjadi. Kita ber­harap, pemda dapat memfasilitasi pertemuan tripatrik antara pemda dengan masyarakat, atau dengan semua elemen di sana. Karena sebagai bagian dari poros mediasi konflik. Saya ingin pemda menjadi fasilitator yang berperan aktif. Kita sudah punya pengalaman menge­lolanya dan mari kita menge­lolanya sesuai dengan penga­laman di masa lampau dan jangan dibiarkan secara terus menerus,” ungkap Maspaitella.

Maspaitella juga menyinggung dugaan peredaran senjata api yang masih tinggi di masyarakat. Olehnya itu untuk mengetahui apakah senpi-senpi tersebut ilegal menjadi kewenangan TNI/Polri.

“Artinya secara umum kesimpulan kami, kasus ini butuh penanganan eksrtra karena kita tahu anatominya berbeda dengan konflik antara daerah lainnya, Hulaliu-Aboru, Tuhaha-Ihamahu, Sepa-Tamilou, dan ini butuh penanganan yang lebih cepat. Dalam kondisi ini kita berharap kita semua secara bersama mengatasi persoalan ini,” himbau Maspaitella.

Dirikan Pos Permanen

Sementara itu, Wakil Ketua Ko­misi I DPRD Maluku Yantje Wenno minta kepada pihak kepolisian untuk mendirikan pos yang parmanen di perbatasan antara Desa Ori dan Ka­riu, guna  menghindari terjadi­nya lagi hal-hal yang tak diinginkan ber­sama.

Ketua Fraksi Partai Perindo Amanat Berkarya di DPRD Provinsi Maluku ini, sangat menyayangkan kejadian bentrokan yang terjadi antara basudara Ori dan kariu.

“Sebenarnya masalah ini tidak bisa terjadi seperti sekarang ini, sebab pada tiga bulan yang lalu warga Kariu sudah menyurat ke DPRD Maluku soal situasi disana yang bisa mengarah ke konflik, dimana mereka minta ada pos Brimob di perbatasan kedua desa agar tidak terjadi konflik, namun ini tak ditenggapi serius oleh pihak kepolisian,” ungkap Wenno ke­pada Siwalim melalui telepon seluler­nya, Rabu (26/1).

Karena tak ditanggapi, warga Kariu juga minta Ketua Sinode GPM untuk meneruskan permin­taan mereka ini ke pihak kepolisian dalam hal ini Polda Maluku.

Namun, lagi-lagi pihak Polda tak menanggapinya dengan serius, dimana mereka hanya mengutus Kapolresta yang saat itu dijabat oleh Kombes Leo Surya Nugraha Sima­tupang untuk turun ke sana mem­berikan himbauan.  “Saat itu Ketua Sinode juga ikut turun, bahkan sempat memimpin ibadah, seka­ligus untuk mereda­kan situasi dan kondisi disana,” tutur Wenno.

Wenno menghimbau warga kedua Desa baik Ori maupun Pe­lauw untuk bersabar diri dan percayakan masalah ini ditangani oleh aparat kepolisian.

Wenno menyampaikan ucapan turut berduka cita kepada mereka yang menjadi korban dalam peris­tiwa ini, serta meminta masyarakat Maluku agar tidak terprovokasi dengan isu-isu menyesatkan yang dapat mengganggu situasi kamtib­mas di daerah ini.

“Sekali lagi saya minta kepada pihak kepolisian agar menem­patkan pos parmenan di perba­tasan kedua negeri ini demi meng­hindari hal-hal yang tak diinginkan bersama terjadi kembali,” pinta Wenno.

Tak Terprovokasi

Ketua DPD Partai Golkar Malu­ku, Ramly Umasugi, minta kepada masyarakat Maluku agar tidak terprovokasi dengan isu-isu terkait kasus bentrokan antara Desa Ori dan Kariuw di Kecamatan Haruku, Kabupaten Maluku Tengah.

Kepada Siwalima, dia mengajak masyarakat, un­tuk bersama-sama menjaga situasi kamtibmas di Maluku yang saat ini sudah sangat aman dan nyaman.

Umasugi  minta mas­yarakat, agar tidak menye­barkan isu-isu hoax yang menye­sat­kan, ter­utama di media sosial, seper­ti facebook, twiter dan lain seba­gainya, yang nantinya dapat meng­ga­nggu situasi kamtibmas di Maluku.

Himbau Warga Tahan Diri

Sementara itu, Bupati Maluku Tengah Tuasikal Abua bersama Kapolresta Ambon Kombes Pol Raja Arthur Simamora, Dandim Pulau Ambon Kolonel Cristian Soumokil meninjau lokasi bentrok antara Desa Kariuw  dan Ori, di Kecamatan Haruku, Rabu (26/1).

Dalam tinjauan itu Bupati Tuasikal Abua dengan rombongan meng­gelar rapat bersama para tokoh agama dan tokoh masyarakat serta perangkat pemerintahan Kecama­tan Haruku.

Rapat tersebut diarahkan untuk mencari solusi penyelesaian ben­trok antar ke desa bertetangga itu.

Tuasikal juga menyesalkan ben­trok warga yang mengakibatkan puluhan rumah hangus terbakar serta korban jiwa. Ia meminta warga untuk menghentikan pertikaian dan menyerahkan semua permasalahan kepada aparat penegak hukum.

“Tidak semua masalah harus diselesaikan dengan bertikai. Kami sangat menyesalkan kasus ini bisa terjadi. Tolong hentikanlah semua ini. Kita semua orang basudara. Mesti tidak perlu mengambil jalan pintas yang menimbulkan duka seperti ini,” tandas Bupati.

Tuasikal meminta warga mena­han diri serta menghimbau semua warga masyarakat yang memiliki ikatan darah dengan kedua negeri untuk tidak melibatkan diri dengan peristiwa yang terjadi saat ini.

Selain menghimbau masyarakat untuk menghentikan pertikaian serta mengajak masyarakat gandong maupun pela yang terkait dengan kedua negeri untuk tidak turut men­campuri masalah yang ada, Bupati juga menginstruksikan instansi teknis terkait, baik Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, BPBD untuk me­nyiapkan semua kebutuhan korban.

“Sebelum kesini saya sudah menginstruksikan instansi teknis untuk segera menyiapkan semua bantuan yang diperlukan masya­rakat, muda-mudahan aparat ke­ama­nan dapat segera mengambil alih situasi yang ada sekarang, sehingga bantuan penanganan pengungsi serta korban dapat segera ditangani,” ucap Bupati.

“Peristiwa ini sungguh sangat kami sesalkan. Mari Basudara hentikan semua ini. Tidak ada yang untung dari masalah ini. Hidup dalam kedamaian itu indah. Jika ada masalah selesaikanlah dengan arif dan bijak, jika sulit, serahkan se­muanya kepada pihak yang berwajib. Perang dan pertikaian hanya akan menimbulkan duka dan nestapa. Hidup orang Basudara itu harus saling menyayangi bukan saling membunuh dan menghanguskan,” tamba Bupati.

 Kumpul Tokoh Pemuda

Untuk mengantisipasi konflik Pelauw-Kariu, Komandan 151/Binaiya, Brigjen TNI Arnold Ritiauw mengumpulkan sejumlah tokoh pemuda yang tergabung dalam Maluku Satu Rasa Salam Sarane (M1R), Pemuda Pancasila dan  Aliansi Masyarakat Key (Amkay).

Dalam pertemuan yang bertempat di Negeri Tulehu Kecamatan Sala­hutu Kabupaten Malteng, banyak hal yang dibahas termasuk konflik ber­darah warga Pelauw dan orang Key di Sorong Provinsi Papua Barat ter­ma­suk konflik berdarah Pelauw-Kariu.

Ritiauw pada kesempatan itu me­ngatakan,  situasi yang terjadi tidak ada yang hebat, menang jadi arang kalah jadi abu.  “Kalau kita mau lihat siapa yang benar tidak akan ada. Jangan terpengaruh, jangan terma­kan hoax dan jangan menyebarkan hoax itu sendiri. Tidak ada masalah yang tidak selesai dengan catatan kita harus membuka hati,” ajaknya Rabu (26/1).

Menurutnya, masalah yang terjadi di Kota Sorong cukup terjadi disana, jangan sampai terjadi lagi di Maluku. Percayakan kepada petugas ke­amanan yang akan menyelesaikan termasuk masalah di Pelauw dan Kariu. “Masalah di Negeri Kariu ada­lah masalah Negeri Kariu dengan Dusun Ori dan itu masalah tanah, bukan masalah yang lain. Jangan terprovokasi,” himbau Ritiauw.

 Rakor Kilat

Guna mengantisipasi merembet­nya permasalahan atau konflik yang terjadi di Kariu-Ori, Walikota Ambon melaksanakan rapat Koordinasi (Rakor) Kilat.

Rapat yang dilaksanakan di ruang Vlisingen Balai Kota Ambon ini me­nghadirkan, Wakapolresta Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease, AK­BP. Heru Budiyanto, Kasdim XII Patti­mura, Letkol Infantri M. Taha. Fauth.

“Oleh karena itu dalam rapat koordinasi kilat kita mengundang seluruh lurah, kades raja, dan diha­rapkan lewat koordinasi dari Pak Kapolresta, Pak Dandim untuk Bhabinsa, Bhabinkamtibmas, ke­mu­dian Koramil, Kapolsek, itu mengadakan rekor bersama-sama untuk mengantisipasi kemungkinan yang bisa saja terjadi akibat dampak dari pada konflik itu,” tutur Lou­henapessy saat memberikan sambutan, Rabu (26/1).

Apabila langkah tersebut tidak dilakukan, kata walikota, maka warga akan sangat mudah terprovokasi de­ngan isu-isu dari oknum tak bertang­gung jawab. Yang tentunya dapat berakibat fatal pada keadaan kota ini.

“Dampak itu bisa terjadi karena masyarakat yang tidak mempunyai informasi yang cukup itu sangat mudah untuk bisa di provokasi dan menimbulkan hal-hal yang tidak kita inginkan,” jelasnya.

Oleh sebab itu, walikota mene­gaskan kepada perangkat daerah yang berada di kecamatan, serta jajarannya untuk melaksankan rapat koordinasi dengan Kapolsek, Kora­mil, bahkan Bhabinsa dan Bhabin­kamtibmas hari ini (kemarin red) juga. “Untuk mengantisipasi kemu­ng­­kinan yang bisa terjadi. Ini penting sekali, karena bisa saja orang mengambil keuntungan dari situasi seperti ini,” terangnya.

Ia menghimbau kepada seluruh masyarakat yang berdomisili di kota ini, agar tidak mudah terprovokasi de­ngan informasi-informasi yang te­lah beredar pesat dimasyarakat saat ini. “Marilah kita jaga semangat persaudaraan kita, satukan tekad untuk menjadikan Ambon aman. Jangan terpancing dengan isu-isu yang sifatnya provokatif, berikanlah kepercayaan penuh pada aparat keamanan untuk mengatasi dan menangani ini,” pintan walikota II periode ini.

Selain itu, dirinya juga memberi­kan apresiasi yang tinggi kepada aparat penegak hukum yang sudah sigap dan tanggap untuk mena­nggani merembetnya dampak dari konflik yang sementara terjadi di Pulau Haruku saat ini.

“Saya harus memberikan aspre­siasi kepada Kapolresta Pulau Ambon dan Pp Lease, dan Kodim 1504 Nusa Apono, yang telah mengambil langkah-langkah preventif untuk mengantisipasi kemungkinan. Kita menghindari diri dari pada dampak yang terjadi di Pulau Haruku,” pungkas Louhenapessy.

Pada kesempatan yang sama, Wakapolresta Pulau Ambon dan Pp Lease, Hery Budyanto mengatakan, pihaknya tetap akan melaksankan pengamanan dengan tetap men­jalankan patroli. “Secara umum kami akan melaksanakan patrol, tujuan­nya agar kita bisa menjaga situasi yang kondusif,” ungkapnya.

Untuk pemicu konflik sendiri, kata Budyanto tidak ada unsur agama sama sekali. Sehingga dirinya ber­harap masyarakat tidak terpengaruh dengan hal tersebut.

“Permasalahan yang ada itu adalah permasalahan tanah yang tidak selesai-selesai sehingga me­nimbulkan perselisihan dan berlanjut sampai dengan saat ini, jadi bukan karena ada unsur SARA bukan,” pungkas Budyanto.

Korban

Untuk diketahui, bentrokan yang terjadi antara Desa Ori dan Desa Kariu mengakibatkan dua orang dikabarkan meninggal, serta tiga orang lainnya mengalami luka-luka. Selain itu, sejumlah warga  harus mengungsi akibat tempat tinggal mereka terbakar.

Usut punya usut, pertikaian kedua negeri bertetangga ini diduga berawal dari beberapa warga Desa Kariu yang terlibat adu mulut dengan warga Ori.

Informasi yang dihimpun Siwa­lima  menyebutkan, dari adu mulut tersebut berujung konsentrasi massa dari kedua belah pihak di perbatasan Desa Kariu dan Ori, akibat salah paham terkait dengan batas tanah di Jembatan  O’oruku Dusun O’Oruku. Sengketa lahan ini diketahui merupakan persoalan  yang sudah lama belum tersele­saikan antara kedua desa.

Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Roem Ohoirat yang dikon­firmasi Siwalima membenarkan, bahwa pertikaian yang terjadi akibat salah paham. “Benar ada kesalah­pa­haman disana, dan sudah kita do­rong pasukan ke sana untuk mem­bantu pengamanan,” jelas Ohoirat.

Perwira dengan tiga melati dipun­daknya ini juga tidak mengelak, bahwa ada dua korban meninggal dan tiga korban luka, namun iden­titas para korban belum bisa diungkapkan,

Saat ini, personil gabungan telah dikerahkan disana dan situasi di kedua desa tersebut telah berang­sur-angsur kondusif.

“Betul ada info dua orang meninggal dan tiga lainnya luka-luka. Untuk situasi saat ini sudah mulai kondusif,” jelasnya.

Antisipasi Meluas Konflik

Dalam rangka mengantisipasi ber­kembangnya konflik wilayah Pulau Haruku, Jajaran Kodam XVI/Pattimura melaksanakan apel gelar kesiapsiagaan pasukan yang dipim­pin Pangdam XVIPattimura Mayjen TNI Richard Tampubolon di lapangan apel Ma­korem 151/Binaiya, Rabu (26/1).

Pa­ngdam menyampaikan, apel gelar pasukan dilaksanakan dalam rang­ka mengantisipasi dan mencegah agar konflik di Pulau Haruku tidak berimbas ke daerah lainnya .

Pangdam berharap konflik bisa segera mereda dan situasi segera  kondusif lagi.

Kodam XVI/Pattimura menyatakan  setiap saat , kapan  saja dan dimana saja siap memberikan perbantuan bila ada permintaan dari Polri .

Pangdam juga memyampaikan kepada semua prajurit agar jangan pernah ragu untuk mengambil tindakan tegas  terhadap pihak-pihak yang mengancam keselamatan masyarakat maupun keselamatan prajurit saat bertugas di lapangan .

Kodam XVI/Pattimura menyiaga­kan 8 SSK yang terdiri dari 4 SSK Yonif 733/Masariku, 2 SSK Denkav 5/BLC dan 2 SSK Denzipur 5/CMG.

Setelah apel gelar tersebut ,  Pangdam  melalui  Vicon memberikan perintah kepada seluruh Komandan satuan jajaran Kodam Patimura baik yang di Maluku maupun Maluku Utara, untuk   mengecek dan meyakinkan kesiapan personil dan materiil masing-masing  satuan sehingga  siap untuk digerakkan setiap saat serta meminta para Komandan Satuan melakukan  tindakkan tindakan pencegahan terkoordinasi dengan  seluruh instansi dan komponen masyarakat lainnya  sehingga Konflik tidak meluas. (S-45/S-32/S-52/S-36)