AMBON, Siwalimanews – Bendahara Desa Rumadurun Ali Keliobas membantah menerima uang perjalanan sebesar Rp 5 juta setiap kali hendak mencairkan dana desa. Hal tersebut disampaikan dalam sidang lanjutan dugaan kasus korupsi dana desa (DD) dan alokasi dana desa (ADD) Rumadurun, Kecamatan Wakate, Seram Bagian Timur, Senin (25/1).

“Tidak benar. Saya tidak pernah diberikan ongkos,” katanya. Dia juga membantah ketika jaksa menanyakan uang perjalanan dinas yang diberikan padanya senilai Rp 22 juta.

“Saya tidak pernah terima,” kata Keliobas.

Dijelaskan, setiap pencairan dana desa dilakukan dalam tiga kali tahapan. Dia selalu mencairkan uang itu bersama kepala desa.

Mereka mencairkan uang itu di Bula. Dua mengaku, mereka biasa menempuh perjalanan selama dua hari menggunakan kapal laut.

Baca Juga: Miliki SHGB, PLN Diduga Konspirasi dengan BPN

“ Tidak pernah. Saya cuma dikasi gaji dua kali selama dua tahun,” ujarnya.

Dia lalu merincikan besaran gajinya selama tahun 2018 dan 2019. Pertama, dia diberikan gaji Rp. 8 juta, setelah itu gaji sebesar Rp. 12 juta.

“Selain itu saya tidak dapat apaapa,” tegasnya. Dia juga mengaku tidak tahu menahu soal alokasi dana desa dan dana bumdes.

“Alokasi dana desa tidak pernah cairkan. Saya cuma tahu pencairan dana desa,”katanya..

Dia juga mengatakan tidak memberikan tunjangan kepada perangkat desa. Katanya, meskipun dia bendahara desa, namun dia tidak memegang uang tunjang. Semuanya dilakukan langsung Kade, yang saat ini dalam daftar pencarian orang. “Mereka ambil semua hak saya,” ujarnya.

Keliobas menyebut tidak tahu menahu soal pembagian semen kepada masyarakat sebanyak 1100 sak. Dia mengatakan, bantuan seng itu diuangkan 55 kepala keluarga, masing-masing sebesar Rp 1 juta. “Itu juga perangkat desa serahkan,” ujarnya.

Dia menegaskan hanya memberikan upah kerja kepada masingmasing keluarga sebesar 1,3 juta. Dia pun membantah menerima uang Rp. 90 juta untuk pembagian upah kerja ini. “Tidak. Saya cuma terima Rp. 77 juta,” jelasnya.

Dia membenarkan, uang sewa kantor memang tidak pernah dibayarkan. Termasuk dengan kursi kantor dan juga cartridge tidak ada di dalam kantor desa. Dalam kasus ini, jaksa mendakwa Ali Keliobas, melakukan perbuatan melawan hukum pengelolaan keuangan Negeri Rumadurun Tahun 2018 dan 2019 secara tidak benar dan akuntabel.

Terdakwa adalah seorang bendahara ia tidak melaporkan sejumlah kegiatan fiktif dan tanpa pertanggungjawaban.

Terdakwa disebut bersama Abuhariyamko memperkaya diri sendiri, dengan merugikan negara hamper Rp. 1 miliar. Hal itu bermula pada tahun 2018, Negeri Administratif Rumarudun memperoleh bantuan dana desa sebesar Rp 659,56 juta dan alokasi dana desa Rp 133,9 juta.

Mereka melakukan mark up beberapa item dan sejumlah kegiatan fiktif. Termasuk dda fiktif, ada tunjangan-tunjangan aparatur desa sebagian diberikan, namun sebagian diambil lagi kepala desa yang saat ini masih menjadi DPO.

Jaksa lalu membidiknya dengan pasal tindak pidana korupsi melanggar pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 jo Pasal 18 UU nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana jo Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana.

Majelis hakim Felix R. Wiusan didampingi Jenny Tulak dan Hamzah Kailul menunda persidangan tersebut dengan agenda tuntutan, Senin depan. (S-49)