LEBIH dari 11 ribu warga Palestina di Jalur Gaza telah gugur akibat serangan sporadis dan barbar negara Zionis, Israel, selama 34 hari lamanya. Meski banyak negara di dunia telah meminta Israel untuk segera menghentikan serangan dan memberi ruang bagi bantuan kemanusiaan, disertai dengan langkah konkret Hamas yang membebaskan beberapa tawanan dengan pertimbangan kemanusiaan, pemerintahan Israel yang dipimpin Benjamin Netanyahu tidak pernah menghentikan agresinya ke jalur Gaza.

Sikap keras kepala dan arogansi Israel yang telah lebih dari sebulan memborbardir Gaza dan dengan mencabut hak-hak kemanusiaan warga Palestina telah menimbulkan kecaman yang jauh lebih kuat ke negara Zionis tersebut, tetapi bukannya introspeksi diri, justru Israel malah balik mengecam berbagai pihak dan negara telah menunjukkan sikap antisemit dan mendukung terorisme.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pernah mengatakan serangan Hamas ke wilayah Israel tidak berada dalam ruang hampa, dengan kata lain ada alasan kuat yang membuat Hamas melakukan serangan ke wilayah Israel, di antaranya pendudukan negara Zionis yang telah mencabut hak-hak warga Palestina dari tempat tinggalnya.

Tindakan Israel selama bertahun-tahun yang merampas tanah dan rumah penduduk Palestina dengan kekerasan bersenjata telah membuat Hamas, bahkan juga kelompok perjuangan kemerdekaan Palestina lainnya seperti Fatah, untuk melawan Israel. Namun, tentunya kekuatan kelompok perlawanan kemerdekaan itu kalah jauh dengan kekuatan militer Israel yang turut di dukung negara-negara Barat, seperti Amerika Serikat dan Inggris.

Kejahatan perang

Baca Juga: Duta Bahasa: Generasi Muda Penyokong Bahasa dan Sastra

Tidak diragukan lagi bahwa apa yang dilakukan pemerintahan Israel pada saat ini merupakan suatu bentuk kejahatan perang karena telah mengeliminasi bangsa Palestina dengan serangan militer. Pemerintahan Israel yang dipimpin Netanyahu telah banyak memainkan retorika politik yang bersifat lip service, berkenaan dengan hak-hak mereka untuk membela diri, tetapi Netanyahu justru mengabaikan sendiri permintaan warga negaranya yang sedang berada di tangan Hamas untuk menghentikan sikap agresif militernya, yang terus-menerus menyerang Gaza.

Sebagaimana tersebar dalam suatu tayangan, warga Israel yang sedang berada dalam pengawasan Hamas telah meminta negaranya menghentikan serangan ke Gaza karena tidak hanya telah menewaskan anak-anak Palestina, tetapi juga dapat mengancam keselamatan mereka dari serangan negaranya.

Pernyataan dari warga Israel itu juga yang menyalahkan pemerintahan Netanyahu dan harus bertanggung jawab atas keselamatan warganya. Dengan kata lain, pemerintah Israel tidak sedang melakukan upaya membela diri ataupun memulangkan para warga negaranya yang berada di tangan Hamas, melainkan hanya ingin memastikan jatuhnya Gaza ke tangan Israel.

Peringatan yang disampaikan pemerintahan militer Israel agar warga Gaza mengungsi ke selatan Gaza juga hanya alasan untuk mengambil alih wilayah Gaza Utara dan menjadikannya sebagai daerah penyangga keamanan bagi Israel. Invasi udara dan darat yang dilakukan Israel dengan membagi wilayah Gaza Utara dan Selatan ialah cara mereka untuk semakin memperluas wilayah kekuasaannya.

Cara-cara yang dilakukan Israel dengan menggempur Gaza sesungguhnya dilakukan secara sistematis dan terencana. Mereka beretorika kepada dunia bahwa tindakannya ialah sebagai upaya melindungi diri, tetapi dari apa yang mereka lakukan ialah untuk menghancurkan Gaza dan mengambil wilayah itu dari bangsa Palestina, sebagaimana yang baru-baru ini juga mereka lakukan terhadap penduduk Palestina di wilayah Jenin Tepi Barat.

Kekejaman pemerintah Israel dengan serangan mereka yang brutal, dilakukan secara sistematis dan hendak menyingkirkan bangsa Palestina dari wilayahnya, ditambah dengan tidak memedulikan nasib warga Israel sendiri, ialah bentuk dari kejahatan perang dan kemanusiaan. Serangan yang dilakukan pemerintah Israel memiliki ambisi untuk menghilangkan sepenuhnya bangsa Palestina dari tanah air mereka. Hal itu terlihat dari cara Israel yang memaksa warga Gaza mengungsi ke Selatan, membagi Gaza Utara dan Selatan, menghancurkan tempat tinggal, rumah sakit, dan rumah ibadah agar memudahkan pemerintah Israel mencaplok Gaza dan membangunnya sesuai dengan keinginan mereka. Meski Amerika Serikat dan beberapa negara Arab tidak menghendaki adanya opsi itu, tidak ada yang mustahil bagi Israel untuk melakukan itu bila dunia sendiri tidak bergerak.

Pengadilan Mahkamah Internasional

Ketika puluhan ribu nyawa penduduk Palestina di Gaza hilang, rumah sakit dan tempat ibadah (baik masjid maupun gereja) di Gaza dihancurkan, serta di sisi bumi Palestina lainnya penduduk Jenin pada kamp pengungsian di serang tentara Israel, ini sudah menjadi indikator adanya kejahatan perang Israel.

 

Bagi kelompok ekstrem sayap kanan yang ada di dalam pemerintahan Israel, solusi dua negara (Palestina dan Israel) bukan hal yang mereka inginkan sebab mereka hanya mau Israel sebagai satu entitas tunggal yang berkuasa di wilayah tersebut. Apakah kemudian pemerintahan yang seperti itu bisa dibiarkan untuk terus mencaplok dan membersihkan bangsa Palestina?

Mengingat cara-cara kejam yang sudah dilakukan pemerintahan Israel pada saat ini, sudah seharusnya negara-negara di dunia tidak hanya meminta Israel untuk menghentikan agresinya, tetapi juga mereka harus membawa pemerintahan Benjamin Netanyahu sebagai penjahat perang ke Mahkamah Internasional.

Keadilan harus ditegakkan bilamana perdamaian ingin tercipta sebab keadilan tidak hanya bisa disampaikan melalui retorika, dia butuh suatu perwujudan konkret, dan di antaranya dengan membawa pemerintahan Israel sebagai penjahat perang dan pelaku teror ke Mahkamah Internasional.

Hanya dengan membawa kejahatan perang pemerintahan Israel ke pengadilan internasional dan memberikan bangsa Palestina hak penuh atas kedaulatan mereka, keadilan akan bisa ditegakkan.

Apabila Israel tidak mampu dibawa ke Mahkamah Internasional dan beberapa negara Barat mengintervensi proses itu, jangan harap akan ada keadilan dan perdamaian.

Indonesia dan negara-negara Organisasi Konferensi Islam (OKI) juga perlu mengimplementasikan sikap tegas untuk membela hak-hak bangsa Palestina, mengampanyekan kemerdekaan penuh Palestina, dan membuat poros kekuatan baru, yang bisa mengimbangi dominasi kekuatan negara Barat. Sementara itu, bagi Barat, ketidakmampuan mereka untuk memberikan rasa adil akan menjadi tamparan keras sebab mereka selalu menggaungkan demokrasi dan hak asasi manusia, tetapi dengan sikap mereka maka narasi demokrasi dan HAM yang mereka sampaikan kelak hanya akan menjadi omong kosong. Oleh: Yusa Djuyandi Kepala Aliansi: Kajian Politik, Keamanan, dan Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran.(*)