AMBON, Siwalimanews – Tahun ini Pemerintah Provinsi Ma­luku tidak mengusulkan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Dae­rah Perubahan (RAPBDP) tahun 2022, untuk dibahas di DPRD.

Kejadian yang tidak lazim ini tercatat sebagai peristiwa yang baru pernah terjadi dalam sejarah panjang perjalanan provinsi seribu pulau ini.

Padahal, RAPBDP itu adalah hal penting, karena di dalamnya bisa mengakomodir berbagai ke­pentingan masyarakat serta pem­bangunan di Maluku.

Nantinya setelah melalui pem­bahasan antara pemprov dan legislatif, RAPBD tersebut disah­kan menjadi APBDP dan selan­jutnya dibawa ke Kementerian Dalam Negeri di Jakarta, untuk mendapat persetujuan.

Sesuai tenggat waktu yang diberikan oleh Kemendagri, setiap provinsi diharuskan meng­ajukan APBDP paling terlambat 30 September 2022.

Baca Juga: DPRD Kecam Dishub Soal Aktivitas Bongkar Muat

Tidak diusulkannya RAPBDP tahun 2022, dibenarkan okeh Wakil Ketua DPRD Maluku, Melkianus Sairdekut.

Menurut Wakil Ketua Gerindra Maluku itu, pemprov tidak lagi mengajukan RAPBDP tahun 2022 karena sudah lewat batas waktu 30 September 2022 yang ditetapkan Kemendagri.

Padahal lembaga wakil rakyat itu telah menyurati Pemprov Maluku pada 22 September lalu, agar  sece­patnya mengajukan rancangan perubahan APBD 2022 untuk bisa dibahas dengan DPRD Maluku.

Namun kata dia, hingga batas waktu 30 September tersebut, Pem­prov Maluku tidak juga mengajukan RAPBDP Tahun 2022.

Setelah melewati batas waktu yang ditetapkan, pihak DPRD Ma­luku langsung berkonsultasi dengan Kemendagri dan dipastikan bahwa setelah melewati batas waktu yang ditetapkan, maka tidak lagi ajukan APBD Perubahan.

“DPRD telah melakukan konsul­tasi dengan kemendagri dan telah diberikan penjelasan bahwa tidak diajukan rancangan APBD terkait dengan batas waktu yang telah dile­wati dimana setelah tanggal 30 September tidak boleh lagi dilakukan perubahan APBD,” jelas Sairdekut kepada wartawan di Baileo Rakyat Karang Panjang Ambon, Rabu (2/11).

Dari sisi regulasi, lanjutnya, APBDP tidak menjadi kewajiban untuk dilakukan setiap tahun, hanya saja kelaziman belum pernah terjadi sehingga terkadang dirasakan men­jadi masalah, karena itu DPRD ber­kepentingan untuk segera memang­gil Pemprov Maluku.

Menindaklanjuti konsultasi dengan Kemendagri itu, dalam rapat koordinasi yang dilakukan pimpinan DPRD dengan seluruh Ketua Fraksi dan pimpinan komisi, telah dise­pakati akan mengundang Pemprov untuk meminta penjelasan terkait tidak terjadinya perubahan APBD.

“Dari aspek regulasi perubahan APBD memang maksimal sekali dalam setahun, baik di UU 23 Tahun 2014 tentang Pemda maupun PP 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, hanya saja perubahan yang dilakukan berkaitan dengan penjabaran kegiatan yang dilakukan Pemprov,” ujar Sairdekut.

DPRD kata Sairdekut, harus mengetahui langsung kegiatan yang bersifat mendesak dan darurat dila­kukan Pemerintah Provinsi Maluku dalam bentuk perubahan penjabaran kegiatan APBD, agar benar-benar sesuai dengan kebutuhan masya­rakat.

“DPRD akan panggil untuk men­dengar secara rinci apa saja yang menjadi perubahan penjabaran, sebab sebagai anggota DPRD, kita harus mengawal seluruh proses agar pendefinisian kegiatan yang mendesak berkaitan dengan pela­yanan dasar,” tegas Sairdekut.

Ditanya terkait dengan lemahnya koordinasi antar lembaga, Sairdekut menegaskan DPRD dalam fungsi anggaran telah menyurati Pemprov pada tanggal 22 September lalu terkait dengan perubahan APBD tetapi tidak diserahkan hingga batas waktu 30 September 2022.

Sairdekut memastikan, DPRD secara kelembagaan akan meng­awasi secara ketat setiap peruba­han penjabaran kegiatan yang dilakukan Pemerintah Provinsi Maluku walau­pun tanpa melewati prosedur pem­bahasan seperti pen­dekatan perda.

“Yang pasti kegiatan yang ber­sifat darurat itu berkaitan dengan kondisi alam, sedangkan mendesak ini berkaitan dengan empat hal baik kebutuhan pelayanan dasar, pen­didikan, kesehatan dan pengeluaran yang jika ditunda, mengakibatkan kerugian yang lebih besar sesuai dengan kriteria pada PP 12 Tahun 2019,” ujarnya.

Tak Usulkan

Sebelumnya, anggota badan anggaran DPRD Provinsi Maluku, Andi Munaswir juga mengungkap­kan, pemprov tak menajukan APBD Perubahan.

“Untuk APBD Perubahan di Maluku tidak ada sama seperti di Papua dan Jakarta,” ungkap Munas­wir kepada Siwalima melalui pesan WhatsApp, Rabu (26/10) lalu.

Dikatakan, rapat konsultasi yang dilakukan bersama Kementerian Dalam Negeri terkait dengan banyak kabupaten dan kota yang terlambat melakukan pembahasan melebihi batas waktu, sehingga sudah pasti tidak diterima seperti APBD Peru­bahan DKI Jakarta tidak diterima karena melebihi batas waktu 30 September 2022.

Artinya, kalaupun Pemprov Ma­luku mengajukan usulan perubahan APBD sekalipun, maka pasti ditolak, karena telah melebihi batas waktu yang ditetapkan Kementerian Dalam Negeri.

Dari hasil konsultasi kata Mu­naswir, dijelaskan bahwa APBD perubahan tidak bersifat wajib. Ar­tinya ketika ada kebutuhan masya­rakat yang mendesak dan membu­tuhkan pembiayaan daerah akan dilakukan dengan Peraturan Kepala Daerah. “Kalau kebutuhan mende­sak bisa dengan Perkada,” ujar Munaswir.

Walaupun diakomodir dalam Peraturan Kepala Daerah dan tidak melalui pembahasan dengan DPRD, namun Munaswir memastikan jika DPRD Provinsi Maluku memiliki kewajiban untuk melakukan super­visi terhadap setiap kebijakan yang diambil pemprov.

Untuk memastikan Peraturan Kepala Daerah terkait dengan APBD yang mengakomodir semua kepen­tingan masyarakat, maka DPRD telah mengagendakan pemanggilan terhadap Tim Anggaran Pemerintah Daerah untuk dimintai penjelasan konkret.

Dikritik

Mantan anggota DPRD Maluku, Everd  Kermite mengaku kaget dan heran karena baru pernah terjadi dalam sejarah Maluku yang tidak ada APBDP.

“Saya Sangat kaget dan heran ketika mendapat penjelasan bahwa tidak ada Perubahan Anggaran Tahun 2022. Padahal Pimpinan DPRD telah mendesak Pemprov un­tuk segera menyampaikan dokumen menyangkut Rancangan Kebijakan Umum Anggaran dan Perioritas dan Plafon Anggaran Sementara maupun Rancangan Perubahan APBD tahun 2022, tapi ternyata dokumen terse­but tidak kunjung sampai di DPRD,” ujar Kermite kepada Siwalima melalui pesan whatsappnya, Rabu (26/10).

Menurut Everd, sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Bab VIII pasal 154 ayat 2 menyatakan, Perubahan APBD hanya dapat dilakukan satu kali dalam satu tahun anggaran, kecuali dalam keadaan luar biasa.

Sedangkan, kata dia, sesuai dengan ayat 1 Perubahan APBD dapat dilakukan apabila terjadi. (a) Perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA. (b) keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan dan antar jenis belanja.

(c) keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan dalam tahun berjalan¡ (d) keadaan darurat dan (e ) keadaan luar biasa.

Sebagai mantan Wakil Ketua Badan Anggaran, Kermite mengaku menyesal, karena dalam sejarah pemerintahan di daerah ini sejak Orde Baru sampai Orde reformasi baru terjadi hal seperti itu.

Menurut Kermite sebenarnya DPRD harus mengundang gubernur dalam rapat paripurna untuk membe­rikan penjelasan kenapa sehingga Perubahan APBD tahun 2022 tidak dilakukan, apakah karena tidak ada anggaran dalam kas daerah atau tidak ada masalah pembangu­nan dan kemasyarakatan yang dialami.

Kermite menambahkan, kondisi masyarakat Maluku akhir-akhir ini butuh perhatian dari perintah daerah.Karena itu, perubahan APBD sangat dibutuhkan. Desak Pemprov

Sebelumnya,Ketua Komisi I DPRD Maluku, Amir Rumra mende­sak Pemprov untuk segera menyam­paikan rancangan APBDP Tahun 2022.

Desakan ini disampaikan Amir, berdasarkan siklus anggaran saat ini, seharusnya Pemprov Maluku telah menyerahkan RAPBD Peruba­han tahun 2022 kepada DPRD untuk dibahas

Namun, hingga saat ini Pemprov belum juga menyampaikan doku­mentasi perubahan APBD, padahal tinggal beberapa hari lagi akan memasuki bulan Oktober, dimana DPRD harus melakukan pembahasan terhadap dokumen Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara APBD Tahun 2023.

“Kalau sesuai siklus pembahasan anggaran, maka seharusnya kita sudah bahas perubahan, tapi sampai saat ini juga belum, ini sudah mau masuk Oktober kita juga harus bahas APBD murni 2023,” ujar Rum­ra kepada wartawan di Baileo Rakyat Karang Panjang, Kamis (22/9).

Menurutnya, jika eksekutif se­cepatnya menyerahkan dokumen perubahan APBD, maka DPRD dapat mempercepat pembahasan, artinya APBD tidak boleh dibahas dalam satu atau dua haru, sebab menyangkut kepentingan pemba­ngunan daerah yang mesti dilihat secara baik.

Apalagi, di tahun 2023 telah mema­suki tahun politik, dimana konsen­trasi anggota DPRD juga akan tertuju pada proses politik, sehingga akan berdampak pada pembahasan APBD maupun kebijakan lainnya.

“Untuk itu, saya desak pimpinan DPRD untuk segera menyurati gubernur agar segera menyerahkan dokumen perubahan APBD agar dapat dibahas secepatnya.(S-20)