AMBON, Siwalimanews – Sidang ke-43 Majelis Pekerja Leng­kap (MPL) Sinode Gereja Protestan Maluku (GPM) yang berlangsung di Gereja Elohim Desa Piru Kecamatan Seram Barat Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) bejalan hikmah, Minggu (30/10).

Wakil Gubernur (Wagub) Maluku Barnabas Orno dalam sambutanya mengatakan, melalui Sidang MPL ini telah merajut dan menyulam tali kasih secara terus menerus, rasa kebersa­maan dalam menata layani kehidupan peribadatan tetapi juga dari berbagai aspek kehidupan warga GPM yang juga warga masyarakat.

Selain itu, sidang MPL GPM yang di­lak­sanakan setiap tahun memiliki makna positif terhadap rasa toleransi, dan rasa sepenanggungan dalam hidup dan kehidupan

“Untuk itu saya mengajak untuk melihat sidang sidang MPL SInode GPM adalah bukan sekedar kegiatan rutinitas semata, tatapi kita lihat makna lain yang terkadung lebih dalam; jangan dengan kacamata hitam putih, tetapi dengan kacamata bathin Sidang MPL GPM yang dilaksanakan setiap tahun memiliki makna positif terhadap rasa tole­ransi, dan rasa sepenanggungan da­lam hidup dan kehidupan,” ujarnya.

Seiring dengan itu, lanjut Wagub, merajut dan menyulam yang telah dilakukan selama ini tentunya akan menghasilkan tenunan yang terdiri dari atas ikatan dalam sebuah ke­hidupan yang harmonis, nyaman, aman, dan damai.

Baca Juga: Walikota Ajak Pemuda Dukung Kerja Pemerintah

Menjelang pesta demokrasi dan pilkada, Orno meminta agar GPM dapat menempatkan diri secara bijaksana dan berhikmat. Black campaign atau kampanye hitam, money politik adalah batu sandungan yang sering menyebabkan masyarakat jatuh dalam jurang perpecahan.

Sebagai lembaga keagamaan, tutur Wagub, GPM perlu menjaga marwahnya yakini penyambung suara Tuhan. GPM yang hadir dengan misi gembala mesti berdiri diatas kepentingan rakyat, dan bukan partai politik, kelompok ataupun individu tertentu. Sebagai warga bangsa GPM mengajak umat  berpartisipasi menggunakan hak pilih dan hak dipilih, secara bebas menurut hati nurani masing-masing, GPM juga perlu membantu peme­rintah memberikan pendidikan politik yang benar, agar umat tidak terjebak dalam praktek transak­sional.

Tambah Orno, mencermati ma­salah resesi ekonomi, krisis energi, pangan, kesehatan, dan dinamika geopolitik global akibat perang Rusia dan Ukraina, maka pemerintah daerah akan terus bekerja menjaga ketahanan pangan, mengalikan inflasi, menjamin pertumbuhan eko­nomi, menekan angka kemiskinan dan pengangangguran, termasuk memperkuat sisi pemberdayaan ekonomi mikro berbasis UMKM.

Sementara itu, Ketua MPH Sinode GPM Pendeta Elivas Maspaitela dalam trimomori mengatakan, sidang ke-43 dalam agenda sidang tahunan di tingkat Sinode, yakni sidang MPL dalam tahun ke-2 masa Sinode 2021-2025 dalam agenda khusus “me­langkah bersama ke satu abad GPM tahun 2035”.

“Tahun 2022 ini, kita terpanggil untuk membangun Gereja yang  memiliki ketahanan dan daya juang ,demi kualitas hidup bersama di tengah pergumulan pandemi Covid -19 dan transformasi digital,” katanya.

Pada tahun ini, lanjut Maspaitella, GPM berusaha secara sungguh-sungguh menumbuhkan kapasitas diri umat, pelayan dan kelembagaan agar bisa memainkan peran positif di tengah perubahan perubahan cepat yang terjadi, sambil kontek­stualisasi diri, teologi, eklesiologi dan model-model pelayanan dalam masa pandemi Covid-19, dan di tengah derasnya transformasi digital yang berbasis pada artificial intelegensia.

Gempuran itu terjadi di wilayah perkotaan (urban), pinggiran kota (ruban) dan pedesaan (rural), dan memaksa semua lapisan masyarakat mulai dari anak sampai kepada lansia untuk menyeimbangkan diri dengan standar-standar hidup sehat (pro­kes), dan dengan arus cepat digi­talisasi itu.

Dikatakan, gereja sudah beradap­tasi dengan pandemic sebagai salah satu bentuk kebencanaan non alam, untuk juga masuk ke era transfor­masi digital dengan memperkuat moral dan etika agar tidak tergerus dalam arus perubahan digital yang cepat dan membesar itu.

“Capaian kita di sini bukan sekedar kelihatan dari manajemen pelayanan berbasis online saja, tetapi kemampuan sumber daya umat dan pelayan gereja secara intelektual, etik dan moral, karena disrupsi digital itu membawa kita masuk dalam era posttruth sebagai suatu fenomena baru secara global,” terangnya.

Menurutnya, ada implikasi lang­sung dari post-truth itu bagi gereja sebagai lembaga agama dan etik yaitu, bagaimana gereja mengko­munikasikan kebenaran-kebenaran yang asli di tengah merebaknya kebenaran yang manipulatif, dan opini publik yang sering dan menghasilkan pembelahan sosial di tingkat bawah (akar rumput/grass roots). Di situlah GPM terpanggil untuk terus menyebarkan damai yang berdasar pada kebenaran bersama (common good/right) sebagaimana terkandung dalam nilai  kebudayaan masyarakat di Maluku dan Maluku Utara.

“Dalam konteks perkembangan artificial intelegensia itu pula, kita harus bersyukur kepada Tuhan, karena walau secara nasional mutu Pendidikan di Maluku dan Maluku Utara masih ada di margin bawah dari deretan provinsi di Indonesia, tetapi usaha

kita melalui YPPK Dr. J.B. Sitanala, dengan melaksanakan program peneliti belia membuahkan hasil manis di penghujung tahun ini. Hal itu tampak dari 30 anak dari sekolah YPPK mengikuti lomba peneliti belia di Bali, dan 10 anak dari mereka mendapatkan rekomendasi dan undangan langsung dari KRYA dan CYS (Center For Young Scientist) untuk Innovation Exchange ft Invention Convention Singapore 2022 yang akan berlangsung pada tanggal 20-25 November 2022 nanti di Surabaya dan Singapura,” tegasnya.

Menurutnya, hal ini semakin meyakinkan untuk mengembangkan Sekolah Model berbasis Ekstra­kurikuler serta alih kelola sekolah YPPK di Kompleks Persekolahan Rehoboth Ambon, pada tahun ajaran 2023-2024 nanti.

“Tahun 2023 nanti, komitmen kita untuk merealisasi PIP-RIPP 2015-2025 di tahap II tahun 2021-2025 ini bertumpu pada capaian-capaian yang kita gumuli secara bersama di Jemaat, Klasis dan Sinode. Imple­mentasi beberapa program ke tingkat Klasis dan Jemaat sudah mesti dilihat sebagai gerak bersama memenuhi tujuan dan sasaran strategis dalam PIP-RIPP sehingga apa yang menjadi visi dan tujuan bersama dapat dicapai.

“Hal-hal mengenai itu sebagai bahan gumulan MPL akan kami sampaikan nanti pada agenda pengantar kerja komisi,” tuturnya.

Maspaitella mengakui, masih ada banyak kendala dan masalah, tetapi sedang dan sudah berusaha untuk mengatasi dan menyelesaikannya. Tanpa sadar, saat ini manajemen pelayanan gereja berbasis Renstra yang dimulai tahun 2012 sudah berjalan tepat 1 dekade.

Selain itu, sudah bisa melihat bentuk dan pola yang tepat dalam menata perencanaan pelayanan gereja itu, sekaligus mengantar kita masuk ke perencanaan PIP-RIPP 2025-2035, sebagai PIP-RIPP yang sangat penting karena melalui dokumen perencanaan itu akan mengantar GPM benar-benar tiba di 1 abadnya pada tahun 2035. Dengan disparitas sumber daya umat dan pelayan di semua Jemaat, sebab sampai 1 dekade ini, Renstra sudah menjadi budaya perencanaan gereja yang terukur dan terevaluasi.

Kata Maspaitela, budaya peren­canaan telah menjadi budaya pe­layanan gereja di Jemaat, Klasis dan Sinode.Untuk beberapa hal yang membuat GPM harus memberi pertanggungjawaban publik ter­masuk di lembaga hukum dan pengadilan, telah ditempuh dengan tetap memelihara  eksistensi gereja, sambil mengajak semua pelayan dan warga gereja untuk membangun ko­munikasi pastoral agar bisa me­nyelesaikan semua masalah itu secara bersama dengan tetap menegakkan kebenaran, keadilan, kesejahteraan, persekutuan

dan kasih persaudaraan dalam tubuh Kristus yang utuh.

“Sidang ke-43 ini kita gelar dalam semangat Sumpah Pemuda 28 Okto­ber dan Reformasi Protestantisme 31 Oktober, besok. Dua gerakan ini penting untuk memahami akar-akar kebangsaan di satu sisi, dan tugas gereja untuk dibarui dan membarui termasuk atas tatanan hidup bangsa. Dalam dua gerakan pem­baruan itu,  kita akan berjalan memasuki tahun 2023 nanti, dengan inspirasi teologis, memperkuat gereja dan pembangunan demokrasi serta hidup bersama yang ber­kelanjutan di Ttengah perubahan zaman,” tuturnya.

Sumpah Pemuda mengajak kita membangun Indonesia sebagai bangsa yang satu, , wawasan kesa­tuan dalam sumpah pemuda adalah sumber inspirasi dari gerakan kemerdekaan. Di sisi lain, reformasi Protestan mengajak kita memahami teologi penyelamatan yang dida­sarkan pada pengurbanan diri atas dasar kasih yang rela, sesuai teladan Yesus yang rela memberi diriNya untuk menebus dosa umat manusia dan memulihkan kembali relasi di antara kita dan relasi kita dengan Tuhan yang rusak akibat dosa.

Selain pelaksanaan Sidang MPL, juga dilaunching dua buah buku dengan judul Gereja dan Politik dan Hak beragama dipersimpangan jalan kebebasan.

Sidang MPL ini dengan meng­angkat tema, “Beritakanlah Tahun Rahmat Tuhan Telah Datang dan Kerjakanlah Keselamatanmu”, de­ngan subtema, Memperkuat Gereja dan Pembangunan Demokrasi serta Hidup bersama yang berkelanjutan di tengah perubahan zaman.

Hadir dalam Sidang MPL, Ketua MUI Provinsi Maluku, Anggota DPR RI Hendrik Lewerisa, Ketua DPRD SBB Abd Rasyid Lisaholit, Sekda SBB Alvin Tuasuun, Anggota DPRD Provinsi Maluku Novita Anakota, Kapolres SBB AKBP, Kepala Ke­mentrian Agama SBB, Asisten I Pemerinltah Provinsi Halmahera Utara, Mantan Ketua Sinode GPM Maluku, Jhon Rehulesen dan OPD lingkup Pemda SBB.(S-18)