Sebagai Perguruan Tinggi Kristen yang didirikan oleh Gereja Protestan Maluku, Universitas Kristen Indonesia Ma­luku, adalah sarana kesak­sian dan misi GPM dalam bidang pen­didikan tinggi. Karena itu, sumber daya manusianya harus didasari oleh  karakter kristiani ta­pi bukan kristenisasi.

Bagaimana membangun UKIM kedepan dan menseja­jar­kannya dengan perguruan ting­gi lain di Ma­luku bahkan Indonesia, be­rikut nukilan wawan­cara ekslu­sif War­tawan Siwa­lima, Batje War­lauw dengan calon Rektor UKIM, Dr Hengky Herson Hetha­ria, MTh, di ruang kerja Dekan Fa­kultas Teologia, Sabtu (18/9).

Sebagai calon rektor, tentu Anda punya visi besar untuk UKIM ber­kembang dan bertum­buh seba­gai perguruan tinggi dengan kua­litas yang mumpuni. Bisa disebut­kan, apa saja visi Anda?

Bertolak dari visi UKIM saat ini yakni menjadi universitas bermutu dalam  me­ning­katkan kualitas hi­dup masyarakat kepulauan ber­kemampuan iptek dan inovasi un­tuk mendukung daya saing bang­sa berdasarkan iman, pengeta­hu­an dan kasih, visi saya sebagai calon rektor adalah menjadikan UKIM sebagai universitas yang berkarakter kristiani, berkualitas dan unggul dalam mengem­bang­kan Tridharma Perguruan Tinggi yang berorientasi pada peningka­tan  kualitas masyarakat di wilayah kepulauan Maluku dan Maluku Utara, demi mendukung daya saing bangsa.

Untuk mewujudkan visi Anda itu, bagaimana implementasinya?

Baca Juga: Kejati Maluku Salurkan 500 Paket Sembako

Dapat saya jelaskan untuk me­wu­judkannya, visi saya itu kemu­dian diimplementasikan dalam 12 misi. Pertama, memperkuat karak­ter kristiani civitas akademika UKIM, dalam kehidupan berkam­pus maupun tata kelola dan mana­jemen kelembagaan di lingkungan UKIM. Kedua, meningkatkan kuali­tas akademika tenaga pendidik secara berjenjang pada semua fakultas secara merata untuk mencapai akreditasi unggul pada tingkat program studi maupun institusi UKIM. Ketiga, meningkat­kan kualitas dan kapasitas tenaga kependidikan di lingkungan UKIM yang menunjang  tata kelola kelembagaan. Keempat, mening­kat­kan kualitas perkualiahan demi peningkatan kualitas lulusan atau output berdasar pada program kurikulum merdeka belajar kam­pus merdeka (MBKM) yang dica­nangkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Tekno­logi. Lima, meningkatkan kuantitas dan kualitas penelitian para dosen dan mahasiswa. Enam,  mening­kat­kan kuantitas dan kualitas program pengabdian kepada masya­rakat. Tujuh, meningkatkan kese­jah­teraan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan UKIM. Dela­pan, mendukung program Yaperti dalam pembangunan kampus UKIM di Suli. Sembilan, mening­katkan kualitas program-program studi yang ada saat ini dan  pem­bukaan program-program studi yang dibutuhkan di masyarakat demi peningkatan kualitas dan kontribusi UKIM bagi masyarakat Maluku dan bangsa Indonesia. Se­puluh,  mengupayakan dan me­manfaatkan peluang-peluang usaha dana dari  berbagai sektor di lingkup UKIM. Sebelas, mendiri­kan pusat studi dan kajian yang relevan. Dua belas,  membangun jejaring atau networking pada skala lokal maupun nasional dan pemanfaatan jejaring dimaksud demi peningkatan kualitas setiap program studi fakultas maupun universitas pada umumnya.

Anda sebutkan menjadikan UKIM universitas berkarakter kristiani, sementara perguruan tinggi itu sifatnya universal, lagipula UKIM kini membuka ruang kepada program-program studi baru yang prospektif di masyarakat. Bagaimana anda menyikapinya?

Jadi begini, kenapa saya tekan­kan karakter sebagai perguruan tinggi kristen itu harus dibangun. Maksud saya, kekristenan itu harus menonjol di UKIM. Kenapa kita tidak bisa melihat Universitas Petra atau Universitas Maranatha, ini universitas-universitas kristen yang punya karakter sangat kuat. Saya merasa bahwa penekanan pada karakter kristiani itu bukan cuma di Fakultas Theologi, tapi di seluruh fakultas yang ada di UKIM. Di visi dan misi saya, itu dijelaskan bukan kristenisasi tapi membangun ka­rakter kristiani, nilai-nilai kristiani. Nilai-nilai kristiani yang sebenar­nya nilai-nilai itu juga ada pada seluruh agama di Indonesia yakni nilai cinta kasih kepada sesama, nilai menolong atau misalnya nilai anti korupsi. Itu nilai-nilai universal yang diajarkan seluruh agama. Kebetulan ini perguruan tinggi kristen, kami mau tunjukan bahwa UKIM berkarakter kristiani tapi bukan kristenisasi. Karakter yang bersumber pada ajaran kristen yakni pemimpin sebagai seorang pelayan sebagaimana Injil Lukas 22 :26, serta sebagai gembala yang baik yang rela berkorban dan bukan gembala upahan yang  mencairi keuntungan diri sendiri, Yohanes 10 :12. Karakter kristiani yang harus dipraktikan oleh seluruh civitas akademika UKIM, sebagai­mana ditegaskan dalam moto UKIM “bertumbuh di dalam dan oleh iman, pengetahuan dan kasih, 2 Petrus1:5-7.

Saat ini dunia pendidikan terma­suk Perguruan Tinggi diperhadap­kan dengan masalah golobal pandemi Covid-19, diamana UKIM juga ikut merasakan dampaknya. Jika terpilih sebagai rektor, ba­gaimana Anda membangun UKIM dalam kondisi seperti itu?

Di visi dan misi itu saya tegas­kan, ke depan kita akan jadikan UKIM sebagai universitas yang unggul dan berkualitas. Kata kunci yang saya tekankan dalam visi misi itu adalah “adaptasi dan inovasi”. Adaptasi dan inovasi menjadi poin penting bagi kami untuk terus maju berkembang di tengah situasi pandemi. Kami tidak bisa berhenti  hanya karena situasi ini. Saya ber­syukur bahwa dalam proses ber­sama dengan pak rektor sekarang, proses adaptasi dan inovasi itu terus dilakukan, sehingga UKIM tidak terhenti hanya karena pan­demi. Dan itu bisa menjadi dasar bagi kami terus melakukan pro­ses-proses membangun kedepan dengan kata kunci tadi, adaptasi dan inovasi. Saya kira dengan begitu UKIM terus bergerak.

Tadi Anda sebutkan UKIM harus dibangun dengan karakter kekristenan, kemudian di masa pandemi Covid-19 ini cukup dengan kata kunci adaptasi dan inovasi. Bukankah memimpin perguruan tinggi tidak hanya sebatas membangun karakter dan berinovasi, tapi banyak faktor yang turut mempengaruhi dan mengharuskan pemimpin universitas itu cakap dalam memenuhi kebutuhan institusi. 

Saya sadar sungguh, bahwa ma­sih ada hal-hal yang perlu dibenahi kedepan di lingkup UKIM. Seperti penguatan karakter kristiani di kalangan tenaga pendidik, tenaga kependidikan, mahasiswa dan terutama di level pemimpin uni­versitas maupun fakultas. Pe­nguatan karakter kristiani ini pen­ting untuk mewujudkan identitas UKIM sebagai perguruan tinggi yang didirikan dan milik GPM dan sebagai alat kesaksian dan misi gereja bagi dunia ini. Penguatan karakter ini juga sejalan dengan kebijakan pemerintah Indonesia dalam mewujudkan pendidikan karakter bangsa. Dalam hal pe­ngembangan Tridharma, perlu dievaluasi dan ditingkatkan kua­litas UKIM, ketika UKIM saat ini mulai tertinggal dari beberapa perguruan tinggi swasta di lingkup Lembaga layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) XII. Untuk itu, pembenahan dan peningkatan kualitas Tridhar­ma UKIM baik secara internal maupun eksternal perlu mendapat perhatian dan penanganan secara siste­matik agar kualitas UKIM kembali meningkat di lingkup LLDikti XII dan nasional pada umumnya. Bagi saya, UKIM dapat terus berkem­bang dengan memanfa­at­kan peluang-peluang yang terse­dia di masa kini dan masa men­datang. Pemanfaatan jejaring kerja sama dan basis-basis UKIM di mas­ya­rakat, pemerintah dan ge­reja yang telah ada perlu terus dimaksi­mal­kan untuk mengem­bang­kan dan me­ningkatkan kua­litas UKIM. De­mikian juga dengan mengupaya­kan jejaring kersa sama yang baru perlu dilakukan. Saya mau kata­kan, kalau kreatifitas dan inovasi menjadi hal yang penting agar UKIM dapat dipercaya dan menjadi mitra masyarakat, pemerintah dan gereja di masa depan. Kita juga harus sadar terhadap berbagai ke­sulitan dan ancaman yang bisa saja terjadi dalam  perjalanan UKIM ke depan­nya. Untuk menghadapi se­mua ini,  kerja sama, inovasi dan adap­tasi menjadi cara UKIM untuk terus melangkah, sambil terus me­ng­an­dalkan Tuhan, Allah di dalam Yesus Kristus sang pendiri UKIM dan Gembala UKIM yang baik.

Peningkatan kualitas tidak hanya sumber daya manusia, tapi juga kualitas pembangunan fisik sarana pendukung kampus. Percuma minat mahasiswa tinggi tapi tidak didukung sarana dan prasarana. Apa yang akan Anda lakukan jika terpilih sebagai rektor?

Hari ini UKIM punya kualitas men­jadi salah satu perguruan tinggi swasta yang baik di lingku­ngan Dikti XII. Selain peningkatan SDM, kita juga sementara benahi infrastruktur. Pembangunan  fisik merupakan salah satu aspek pen­ting dalam pengembangan kuali­tas, karena sarana dan pra­sarana itu penting untuk kehadiran ma­hasiswa. Apalagi beberapa tahun terakhir ini perkembangan keha­diran mahasiswa di UKIM terus bertambah. Kita bersyukur bahwa kepemimpin rektor Damamain sudah bisa menghasilkan  UKIM seperti ini. Sampai-sampai dalam visi dan misi saya berikan apre­siasi kepada beliau. Dan saya bilang, kalau pada waktunya mung­kin kita kasih apresiasi kepada pak Damamain sebagai bapak pem­bangunan UKIM. Karena memang proresnya sangat cepat sekali. Dengan pembukaan fakultas atau program studi yang baru seperti, hukum dan informatika, minat mahasiswa meningkat dari tahun ke tahun. Belum lagi dalam visi dan misi saya, ada lagi ide untuk bisa menambah program-program stu­di baru yang prospektif di mas­yarakat. Kami coba inventarisir, ini program studi prospektif yang diminati masyarakat apa. Jadi kami terus membuka dan menambah, supaya dengan begitu UKIM terus berkembang. Terkait dengan itu, kampus Talake ini sudah berkem­bang tapi perhatian ke kampus UKIM di Suli itu juga salah satu dari visi saya mendukung Yaperti untuk kampus UKIM di Suli. Sehinga dengan semakin memadainya sarana dan prasarana, minat ma­hasiswa terus bertambah. Selan­jutnya aspek peningkatan kualitas sumber daya manusia perlu didorong. Setiap program studi punya target. Di visi misi itu, saya kasih target periode ke depan,  paling tidak setiap program studi mampu menghasilkan doktor dua sampe tiga orang. Bersyukur UKIM sekarang memiliki empat guru besar. Ini juga harus terus dido­rong, supaya di satu periode beri­kut mungkin kami bisa memiliki tiga sampai empat guru besar lagi. Hal ini supaya masyarakat tahu kualitas sumber daya manusia di UKIM, itu kuat dan unggul. Sehi­ngga ada kepastian, kalau datang ke UKIM, bukan cuma sarana  pra­sarana tapi juga kualitas sumber daya tenaga pendidik.

Saya punya pertanyaan ke Anda, tentu ini sebagai bentuk penyerapan dari riak-riak di kalangan kampus. Bahwa UKIM kerap dipimpin seorang pendeta dalam hal ini Fakultas Theologi. Bagaimana anda mematahkan image tersebut?

Saya pendeta GPM yang menye­lesaikan pendidikan S1 pada Fakultas Theologi UKIM tahun 1989-1994, saya mau katakan Hengky Herson Hetharia produk Fakultas Theologi UKIM. Kemudian ditugaskan GPM sebagai pendeta di Klasis Kepulauan Aru selama sembilan tahun yakni 1995-2004. Setelah itu saya dipanggil kembali ke Fakultas Theologi UKIM untuk mengabdi sebagai dosen. Saya merasa dipanggil oleh gereja dan diutus melayani UKIM ini sebagai­mana saya  melayani gereja dulu di jemaat-jemaat. Jadi bagi saya, UKIM adalah gereja itu sendiri. Sehingga kemanapun gereja utus saya untuk mengabdi, baik di jemaat-jemaat maupun di UKIM, bagi saya ini panggilan pelayanan. Setelah saya jalani dari tahun 2004 sampai dengan sekarang, saya dipercayakan sebagai ketua juru­san, ketua program studi yang kemudian harus selesaikan S3 di UGM tahun 2010-2014, kemudian 2015 dipercayakan Fakultas Theo­logi sebagai dekan periode I dari 2015-2019 dan periode II 2019-2023 nanti. Saat ini saya semen­tara menjalani tugas sebagai dekan diperiode ke II. Nah, ketika proses pencalonan ini terjadi, saya didukung oleh tiga fakultas, Theologia, Informatika dan Hukum untuk dicalonkan sebagai Rektor UKIM. Atas dukungan  itu saya kembali merasa terpanggil untuk melayani gereja di  bidang pendi­dikan di UKIM ini. Itu yang terus menggerakan hati saya sebagai seorang pendeta dan pelayan, kemanapun saya diutus, saya siap untuk melayani. Fakta bahwa UKIM itu berdiri tahun 1985. Sampai sekarang sudah ada tujuh rekkor. Rektor pertama pak Pdt. Dr. A.N Radjawane dari Fakultas Theologi. Setelah itu pak Profesor Norimarna. Kemudian Pro­­fesor Cho Louhena­pessy, Profe­sor Mus Huliselan ini semua mereka dari Unpatti. Setelah beliau-beliau ini, rektor berikutnya Profesor Agus Batlayeri, pak Neles Alyona dari Fakultas Theologi kemudian  sekarang pak  Yafet Damamin juga dari Theologi. Jadi kami tidak bisa menampik sejarah, bahwa UKIM ini ada karena  Sekolah Tinggi Theologi dari dulu. Dari zaman  Stovil, tahun 1885. Ketika gereja untuk kebutuhan pengadaan pendeta pribumi, dibikin Stovil tahun 1885. Dari sana bermetamorfosis hingga tahun 1948 menjadi STT dan berkem­bang menjadi Akademi Theologi dan tahun 1975 dia menjadi Sekolah Tinggi Theologi. Di tahun 1980-an, gereja melihat bahwa mau berkontribusi bagi masya­rakat di dunia pendidikan dengan mendirikan satu perguruan tinggi Kristen. Nah STT kemudian men­jadi cikal bakal untuk membangun perguruan tinggi yakni UKIM ini. Jadi 1985 STT dikembangkan menjadi UKIM. STT lalu melebur menjadi salah satu fakultas yakni Fakultas Theologi, kemudian Teknik, FISIP, dan Ekonomi. Ini 4 fakultas pertama. Suka tidak suka riak-riak di kampus terkait kebera­daan kepemimpinan UKIM bisa saja terjadi. Tapi mari kita melihat fakta bahwa tidak harus meng­kotak-kotakan antara fakultas A dan B. Kami masyarakat akademik harus berfikir secara obyekif dan rasional. Siapa yang punya ke­mam­puan silahkan. Dan kebetulan Fakultas Theologi punya peng­kaderan kepemimpinan itu sudah sangat jelas. Kalau ada isu itu bukan berarti Theologi harus mono­poli, itu tidak. UKIM ini dibangun oleh seluruh fakultas. Bahkan fakultas baru semua punya kontribusi yang sama. Ketika kita cari pemimpin, tidak boleh berfikir fakultas A atau B. Tapi kualitas kepemimpinan itu yang harus diutamakan. Dan saya sebagai dekan dua periode, kalau saya be­lum pernah jadi pemimpin mung­kin saya sadar diri tidak bisa. Tapi dengan pengalaman memim­pin fakultas dua periode kenapa tidak. Saya mau sampaikan, tidak  perlu melihat dari sisi fakultasnya, tapi, kepemimpinan, leadership-nya yang harus dijadikan acuan dalam menilai seseorang layak atau tidak untuk memimpin. (*)