AMBON, Siwalimanews – Komisi II DPRD Kota Ambon menggelar rapat bersama seluruh Badan Usaha Milik negara yang ada di Kota Ambon, guna membahas dana Corporate Sosial Responsibility (CSR) yang dimiliki setiap BUMN.

Rapat yang berlangsung di ruang sidang utama Baileo Rakyat Belakang Soya, Senin (12/12) dipimpin Sekretaris Komisi II Taha Abubakar, didampingi Ketua Komisi II Christianto Laturiuw, serta dihadiri seluruh anggota komisi dan para pimpinan BUMN.

Namun anehnya saat rapat itu hendak diikuti sejumlah wartawan, ternyata tidak diperbolehkan oleh Zeth Pormes yang adalah salah satu anggota komisi. Pormes meminta salah satu pendamping Komisi II untuk meminta wartawan keluar dari ruang rapat, dengan alasan bahwa rapat tersebut tertutup dan tidak dapat diliput oleh media.

Padahal Zeth Pormes bukan pimpinan komisi, apalagi pimpinan rapat yang mempunyai hak untuk mengeluarkan perintah demikian. Lagipula, secara normatif semua rapat di DPRD pada dasarnya bersifat terbuka, kecuali rapat tertentu yang dinyatakan tertutup.

Seperti pada ketentuan pasal 126 UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemda juncto Pasal 90 ayat (1) PP Nomor 12 tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tatib DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota. Namun Pasal 90 ayat (1) PP Nomor 12 tahun 2018 tersebut, tidaklah berdiri sendiri, sebab ketentuan pasal 90 ayat (2) PP Nomor 12 tahun 2018 tentang Pedoman Tatib DPRD, menyebutkan secara eksplisit bahwa, rapat paripurna dan rapat dengar pendapat umum, wajib dilakukan secara terbuka. Frase kata “wajib” dalam ketentuan tersebut, berarti tanpa pengecualian, alias tidak boleh tidak, harus dilakukan secara terbuka oleh DPRD.

Baca Juga: Wagub Dukung Proyek Perubahan Sepakat

Hal ini bertujuan untuk membuka ruang bagi publik untuk mengawasi setiap materi yang dibahas oleh DPRD. Diluar kedua jenis rapat tersebut, DPRD diberikan kemungkinan untuk menggelar rapat secara tertutup, dengan catatan mendapatkan persetujuan bersama.

Dalam ketentuan pasal 90 ayat (3) PP Nomor 12 tahun 2018 tentang Pedoman Tatib DPRD, disebutkan bahwa, Selain rapat DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), rapat DPRD dinyatakan terbuka atau tertutup oleh pimpinan rapat berdasarkan kesepakatan peserta rapat. Untuk itu, sepanjang tidak dimaknai “rapat paripurna” dan “rapat dengar pendapat umum”, maka DPRD diberikan opsi untuk menggelar rapat tertutup.

Selain norma yang diatur dalam PP Nomor 12 tahun 2018 tentang Pedoman Tatib DPRD, rapat-rapat yang digelar tertutup juga bertentangan dengan norma yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Dimana sebagai badan publik, DPRD punya tanggung jawab penuh untuk membuka dan menyediakan informasi secara layak kepada publik. Salah satunya adalah informasi menyangkut dinamika yang terjadi dalam setiap rapat-rapat yang digelar DPRD.

Sementara diketahui bahwa dana CSR merupakan komitmen berkelanjutan dari dunia usaha untuk berkontribusi kepada pengembangan ekonomi demi meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat bagi komunitas setempat atau masyarakat luas, sehingga wajib diketahui oleh masyarakat lewat media massa dana itu sesuai hasil rapat dengan DPRD akan dimanfaatkan untuk apa.

Pasalnya, CSR adalah bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungannya. Tanggung jawab ini berupa kepedulian sosial maupun tanggung jawab lingkungan dengan tidak mengabaikan kemampuan perusahaan.

Pelaksanaan CSR akan berdampak pada keberlangsungan perusahaan, sebab sebuah perusahaan harus mendasarkan keputusannya tidak hanya pada faktor keuangan, seperti keuntungan, namun juga pada konsekuensi sosial di lingkungannya untuk saat ini maupun jangka panjang.

Untuk itu, patut dipertanyakan mengapa, Komisi II DPRD Kota Ambon dalam rapat bersama BUMN untuk membahas tentang dana CSR dilakukan secara tertutup. (S-25)