AMBON, Siwalimanews – Asosiasi Supir Angkutan Kota Ambon (ASKA) minta, Pemerintah Kota Ambon untuk membongkar lapak-lapak yang ada dalam kawasan Terminal Mardika.

Permintaan itu disampaikan Ketua Umum ASKA Kota Ambon Paulus Nikijukuw, didampingi Plt Sekretaris Umum ASKA Kota Ambon Teddy Nelwan dan Ketua Dewan Kehormatan ASKA Kota Ambon, Semy Salamena,

Wakil Ketua I ASKA Kota Ambon Ely Singkery menegaskan, Peraturan Menteri Perhubungan telah jelas soal fungsi terminal sebagai tempat menaikan dan menurunkan penumpang dari angkutan kota. Untuk itu, tidak ada alasan, ada aktivitas jual beli dalam kawasan terminal, yang nantinya berdampak menganggu fungsi sebenarnya dari terminal itu sendiri.

“Yang sudah kami sampaikan kepada pemerintah, yaitu terkait  pembangunan lapak dalam terminal. Terminal itu hanya diperuntukkan untuk pangkalan kendaraan umum, tempat naik turunnya penumpang, tidak ada aktivitas dagang di dalam terminal. Untuk itu kami minta, baik pemprov maupun pemkot untuk segera membongkar lapak yang sudah dibangun oleh pihak ketiga itu,” tegas Singkeri kepada wartawan di Balai Kota, Senin (20/3).

Selain soal Lapak, ASKA juga meminta Pemkot Ambon melakukan rapat bersama pihak Pertamina dan juga SPBU di Kota Ambon, untuk membahas soal pembatasan BBM, khususnya pertalite dengan penggunaan barcode, yang hanya dikhususkan bagi angkot.

Baca Juga: Serahkan LKPD 2022, Walikota Harap Pemkot Raih WTP

Sementara yang melakukan pengisian BBM pada SPBU dalam kota, juga adalah angkot AKDP dari Pulau Ambon atau Kabupaten Maluku Tengah. Disis lain Dishub provinsi telah menyampaikan, bahwa untuk barcode ini belum diperlakukan, masih sebatas uji coba, tapi faktanya, SPBU sudah mewajibkan ini bagi para supir.

“Untuk itu, pihaknya meminta pemkot dan pemprov agar segera hadirkan pihak Pertamina untuk duduk bersama dengan pihak-pihak terkait lainnya, agar bisa beri penjelasan soal penggunaan barcode ini,” tandasnya.

Selain itu kata Singkery, pihaknya juga meminta agar pemerintah segera berkoordinasi dengan pihak Pertamina maupun SPBU terkait pengoperasian SPBU, khusus untuk pengisian BBM jenis pertalite, agar dibuka 24 jam.

“Dan juga satu hal lagi, terkait dengan kuota untuk BBM, kami minta agar supaya kuota BBM, bukan saja untuk Kota Ambon, tetapi untuk Pulau Ambon,” ujarnya.

Pihak ASKA juga memprotes keberadaan  transportasi online khususnya Maxim, yang mana keberadaannya dinilai telah merugikan para supir angkot konvensional. Hala ini sudah berulang kali disampaikan, namun tidak digubris oleh pemerintah.

Padahal, jelas-jelas ini sangat merugikan para supir angkot selaku warga kota yang membayar pajak kepada pemkot jauh lebih besar dibandingkan transportasi online tersebut.

“Setiap tahun, ada sekitar Rp4 juta pajak dan lainnya yang pengusaha angkot bayarkan ke pemkot dan itu sebagai sumbangan PAD terbesar bagi pemkot. Kita lihat jika ini tidak ditindaklanjut, maka ASKA bersama pengusaha angkot juga akan mengambil satu keputusan, tidak menyetor pajak dan lainnya ke pemkot,” ancamnya.

Untuk itu, tambah Singkery, ASKA meminta agar Pemkot maupun pemprov untuk segera membubarkan transportasi online ini.

Apa yang menjadi keputusan ASKA ini, akan disampaikan secara resmi kepada pemprov dan juga pemkot untuk ditindaklanjuti. Jika tidak, maka pihaknya akan  melakukan aksi jilid II dengan massa yang jauh lebih besar. (S-25)