AMBON, Siwalimanews – Ditengah kesulitan masya-rakat akibat pandemi Covid-19, Pemprov Maluku justru memakai uang daerah untuk merehab rumah pribadi Gubernur Murad Ismail.

Selain rehab rumah, anggaran untuk pemba­ngunan pagar juga tu­rut dialokasikan dalam APBD Tahun 2020. Total anggaran yang di­gelontorkan untuk dua item pekerjaan itu men­capai Rp 5. 578. 500.000.

Paket pekerjaan rehab rumah dan pemba­ngunan pagar milik Murad di kawasan Wai­lela, Kecamatan Teluk Ambon itu, sudah se­lesai ditender.

Dalam Layanan Peng­adaan Secara Elektro­nik (LPSE) Pemprov Malu­ku,  pada kolom nama tender, pemprov memakai istilah reha­bilitasi rumah jabatan sementara gu­bernur, dengan kode tender 13983288.

Paket pekerjaan milik Dinas Peker­jaan Umum itu tertulis nilai pagu se­besar Rp. 5.150.000.000,00. Sedang­kan nilai HPS paket Rp 5.147.683. 359,91.

Baca Juga: Siahay Janji Temui Disperindag

Tak hanya rehab rumah, anggaran daerah juga digelontorkan untuk pembangunan pagar rumah milik Murad.

Paket pekerjaan milik Dinas Pe­ker­jaan Umum yang dikomandai Muha­mmat Marasabessy itu, juga sudah se­lesai tender.

Dalam LPSE Pemprov Maluku, ter­tulis kode tender 13780288, de­ngan nama paket pembangunan pagar rumah jabatan sementara gubernur.

Nilai pagu paket  pekerjaan ini se­besar Rp 428.500.000,00. Sedangkan nilai HPS Rp 384.639.930,75

Sementara Kepala Dinas PUPR Maluku, Muhammat Marasabessy yang dihubungi beberapa kali, na­mun teleponnya tidak aktif.

Sedangkan Sekda Kasrul Selang yang dikonfirmasi mengakui, dana Rp 5,1 miliar dilokasikan untuk mere­hab rumah rumah jabatan sementara gubernur. Alasannya, rumah dinas di Mangga Dua tidak layak untuk ditempati. “Setelah melalui analisa, rumah dinas gubernur di kawasan Mangga Dua tidak layak untuk ditempati ditempati karena rawan longsor,” ujar Kasrul.

Ditanya mengapa rumah dinas gubernur di Mangga Dua tidak di­rehab, Kasrul enggan berkomentar.

Menuai Kritik

Kebijakan Pemprov Maluku yang berpotensi menyeruduk aturan dan menciderai rasa keadilan masyarakat itu menuai kritik tajam dari berbagai kalangan.

Direktur Maluku Crisis Center, Ikhsan Tualeka mengatakan, rumah dinas yang perlu dianggarkan untuk direnovasi adalah rumah dinas sebagai aset daerah.

Rumah pribadi kemudian dilabeli “rumah dinas sementara” demi men­dapat legitimasi untuk direnovasi rasanya terlalu dipaksakan.

“Terlebih lagi nilainya tak main-main.  Pemerintah terkesan kurang peka di tengah berbagai kesulitan yang dialami  dan dihadapi masya­rakat sekarang,” tandas Tualeka, kepada Siwalima, Minggu (6/12).

Menurutnya, proses renovasi rumah dinas juga harus melewati berbagai kajian, kemudian diusulkan ke DPRD Maluku. Anggarannya pun harus proporsional dan rasional.

“Kalau memang rumah dinas tak layak huni, mestinya kriteria atau penilaian itu diberikan atau dilaku­kan oleh otoritas terkait. Melewati satu penelitian yang akurat, setelah itu atas temuan yang ada, pemerin­tah provinsi kemudian mengusulkan untuk dilakukan relokasi rumah di­nas ke DPRD Maluku,” ujar Tualeka.

Bila disetujui dan dianggarkan, sambil menunggu relokasi rumah dinas selesai dilakukan, kata Tua­leka, diputuskanlah satu lokasi se­bagai rumah dinas sementara.

“Bisa saja itu di rumah pribadi gubernur, kemudian dialokasikan dana renovasi untuk rumah pribadi yang akan menjadi rumah dinas sementara itu, tapi tentu dengan besaran yang proporsional, karena yang direnovasi itu bukan aset negara,” tandasnya.

Laskar Anti Korupsi Maluku, Rony Aipassa menilai, kebijakan untuk memakai uang daerah untuk merehabilitasi rumah pribadi gu­bernur merupakan tindakan yang melanggar hukum. “Itu melawan hukum,” tegasnya.

Menurutnya, bila pemprov hen­dak melakukan rehabilitasi harusnya rumah dinas gubernur di Mangga Dua, bukan rumah pribadi gubernur.

Aipassa mempertanyakan, bila nantinya Murad Ismail telah selesai menjabat gubernur, apakah pemprov bisa mengklaim rumah tersebut se­bagai aset daerah. “Pemprov diminta harus rasional dalam mengambil setiap keputusan soal penggunaan angga­ran daerah,” ujarnya.

Koordinator Investigasi Lembaga Pemantau Pejabat Negara Maluku, Minggus Talabessy menegaskan, ti­dak dapat dibenarkan pemprov meng­gelontorkan anggaran daerah untuk merehabiliatasi rumah pribadi gu­bernur. Itu bukan aset daerah. “Masa anggaran besar dikeluarkan untuk rehab bukan aset daerah,” ujarnya.

Masyarakat saat ini sementara terpuruk akibat pandemi Covid-19. Karena itu, kata dia, pemprov ja­ngan sewenang-wenang memakai uang daerah. “Uang sebesar itu semesti­nya dipakai untuk kebutuhan mas­yarakat,” tandas Talabessy.

Komisi III Kecam

Wakil Ketua Komisi III DPRD Maluku, M Hatta Hehanussa me­nge­­cam keras kebijakan pemprov menggunakan dana APBD untuk merehab rumah pribadi gubernur.

Dana untuk merehab rumah pribadi gubernur adalah bagian dari dana Rp 700 miliar yang dipinjam pemprov dari PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI).

“Saya ssangat merasa prihatin dan menyayangkan anggaran sebe­sar 5,1 miliar digunakan untuk me­rehabilitasi rumah gubernur, padahal anggaran sedemikian besar bila di­alokasi bagi kebutuhan masyarakat itu justru sangat bermanfaat,” tandas Hehanussa.

Hehanussa menegaskan, angga­ran yang bersumber dari pinjaman PT Sarana Multi Infrastruktur untuk pembangunan infrastruktur. Tidak bisa dipakai untuk merehab rumah pribadi gubernur. “Ini tidak dibo­lehkan untuk pembangunan rumah pribadi gubernur,” ujarnya.

Hatta mengaku, rehab rumah gubernur tidak pernah dibahas di DPRD. Tapi tiba-tiba muncul dalam LPSE. “Ini tidak pernah dibahas, tiba-tiba muncul hari ini rumah pribadi,” tandasnya.

Hehanussa menegaskan, Komisi III akan memanggil Kepala Dinas PUPR, Muhammat Marasabessy untuk mempertanyakan hal itu.

“Komisi III telah melakukan koordinasi untuk memanggil Kepala Dinas PUPR,” tandasnya lagi.

Golkar Tolak

Partai Golkar Maluku menolak pin­jaman yang dilakukan oleh Pemprov Maluku ke PT SMI sebesar 700 miliar.

Tim investigasi pinjaman Pemda Maluku DPD Golkar Maluku, Booy Latuconsina dalam konferensi pers di Sekretariat DPD Golkar Maluku, Jumat (4/12) mengatakan berdasar­kan investigasi yang dilakukan oleh tim ditemukan ada beberapa item yang tidak sesuai dengan spirit dari pinjaman pemprov ke PT SMI

Dijelaskan, terdapat 15 item yang menjadi sprit dan fokus dari pin­jaman tersebut. Diantaranya,  kete­na­galis­tri­kan, transportasi, jalan dan jembatan, pasokan air bersih, energi efisiensi, telekomunikasi,  manaje­men air limbah dan persampahan, minyak dan gas. Tetapi, tidak ada bagi pembangunan atau rehabilitasi rumah.

Namun dari investigasi yang dila­kukan, ternyata ada telah lelang pada LPSE untuk rehabilitasi rumah jabatan sementara Gubernur Malu­ku. dan pembelian mobil dinas bagi gubernur dan wakil gubernur.

“Tim investigas Partai Golkar menemukan dalam lelang LPSE ada Rehabilitasi rumah jabatan semen­tara Gubernur Maluku sebesar 5,1 miliar dan ada pembelian  mobil dinas bagi gubernur dan wakil gubernur sebesar 2 miliar lebih,” beber Latu­consina.

Partai Golkar berhadap Pemprov  Maluku meninjau kembali pinjaman ke PT SMI tersebut. Sebab bagi Gol­kar, kata Latuconsina, beberapapun besar nominal pinjaman tidak di­persoalkan, tetapi harus sesuai dengan spirit dari pinjaman tersebut.

“Karena itu, DPD Partai Golkar  Maluku telah memutuskan untuk menginstruksi­kan Fraksi Golkar  untuk menolak pinjaman 700 miliar yang nantinya dibahas di DPRD,” tandas Latucon­sina. (S-39/S-50)