Pandemi Covid-19 membuat dunia pendidikan lumpuh. Pemerintah mengambil kebijakan daring atau pembelajaran jarak jauh (PJJ). PJJ bikin orang tua pusing tujuh keliling termasuk pelajar itu sendiri.

Langkah PJJ dinilai tidak efisien. Kondisi yang terlalu lama menjalani sekolah daring atau PJJ membuat para pelajar ketinggalan pembelajaran atau learning loss. Pelajar bosan daring. Pelajar ingin cepat masuk sekolah tatap muka.

Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan telah memberikan ruang kepada sekolah melakukan pembelajaran tatap muka (PTM). Namun hal itu dikembalikan kepada kepala daerah.

Alasan pihak Kementerian Pendidikan, kepala daerah lebih memahami kondisi penyebaran Covid-19 di wilayahnya. Kota Ambon kini berada dalam zona kuning penyebaran Covid-19.  Itu artinya, Ambon masuk zona dengan resiko rendah.

Hal ini mendorong orang tua dan sekolah terutama guru untuk terlaksananya pembelajaran tatap muka. Apalagi pelajar dan guru diwajibkan vaksin. Ini momentum yang ditunggu-tunggu untuk tatap muka di ruang kelas.

Baca Juga: Butuh Komitmen Perangi Narkoba

Sayangnya, tidak semua orang mau menerima langkah pembelajaran tatap muka. Ada pro dan kontra di masyarakat. DPRD Provinsi Maluku mengingatkan pemerintah daerah untuk melakukan kajian secara matang, jika ingin membuka sekolah tatap muka.

Wakil Ketua DPRD Maluku Melkianus Sairdekut dengan tegas menanggapi rencana pembukaan sekolah tatap muka pasca pelajar dan guru menjalani vaksinasi.

Pertimbangan yang matang, kata Sairdekut sangat diperlukan, agar kebijakan yang nantinya ditempuh tidak menjadi kebijakan yang bersifat temporer, melainkan untuk kurun waktu setahun pelajaran.

Politisi Gerindra ini dengan tegas meminta pemda menjadikan beberapa sekolah sebagai tempat simulasi  tatap muka terbatas. Jika  dianggap berhasil, dapat diimplementasikan ke seluruh wilayah.

Dilema, itulah yang dialami anak-anak sekolah dimasa pandemi ini. Pertaruhan antara pendidikan dan kesehatan. Jika tetap dilaksanakan daring konsekuensinya hilangnya minat untuk belajar dan sekolah.

Selain itu, kesehatan mental anak terganggu serta maraknya usia pernikahan dini. Kendatipun di Kota Ambon belum ditemukan pelajar menikah diusia dini, tetapi hal itu harus diantisipasi.

Walikota Ambon selaku pemegang kendali kebijakan penerapan PTM harus mempertimbangkan dengan matang. Sekolah harus siap menerapkan protokol kesehatan.

Untuk hal ini sekolah butuh dukungan penuh dari stakeholder. Tidak saja Dinas Pendidikan, tetapi Dinas Kesehatan, Dinas Perhubungan, Komite Sekolah, Satuan Pendidikan, guru dan orang tua murid, agar kegiatan belajar tatap muka tetap mematuhi protokol kesehatan.

PTM menjadi tantangan semua pihak, sebab belajar mengajar di sekolah harus aman agar berjalan dengan baik dan terhindar dari penularan virus mematikan itu. (**)