A. Latar Belakang

Pada awal Juli 2020, Pemerintah dan DPR RI sepakat untuk memasukkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia ke dalam Prolegnas 2020.1 Di dalam RUU Kejaksaan tersebut terdapat banyak perubahan yang dilakukan untuk mengoptimalisasikan beberapa kewenangan Jaksa Agung, Kejaksaan, dan Jaksa yang tersebar dalam berbagai ketentuan perundang-undangan. Hal ini sejalan dengan semangat penyeder­hanaan legislasi sehingga dengan perubahan ini Undang-Undang Kejaksaan lebih komprehensif dan terpadu.2

Salah satu perubahan yang terdapat di dalam RUU Kejaksaan adalah Jaksa diberikan kewenangan untuk bertindak dalam fungsi penyelidikan dan penyidikan.3 Kewenangan Jaksa dalam fungsi penyelidikan dan penyidikan saat ini hanya terbatas pada penyelesaian tindak pidana tertentu.4 Sementara untuk

1 Agus Sahbani, Begini Arah Pengaturan RUU Kejaksaan, https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5f29760a1f91e/begini-arah-pengaturan-ruu-kejaksaan, diakses 10 September 2020.

2 Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia, hlm. 9.

Baca Juga: Idul Fitri, Kenaikan Isa Almasih dan Etik Pelampauan Diri

3 Lihat Pasal 1 ayat (1) Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

4 Lihat Pasal 30 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

fungsi penyelidikan dan penyidikan secara umum, kewenangan tersebut diberikan kepada Kepolisian.5

Dengan diberikannya kewenangan penyelidikan dan penyidikan kepada Jaksa melalui RUU Kejaksaan, timbul pertanyaan apakah kewenangan penyelidikan dan penyidikan dapat diberikan kepada Jaksa tersebut, sesuai dengan hukum atau justru melanggar hukum?

  1. Dasar Hukum Analisis
  2. UUD 1945
  3. UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
  4. UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia
  5. UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
  6. Analisis Hukum
  7. Aspek Filosofis

Secara filosofis, eksistensi Kejaksaan adalah sebagai prasyarat tegaknya hukum dan keadilan yang dicita-citakan, juga sebagai penjaga konstitusi dan hak-hak warga negara serta menjaga kedaulatan negara di bidang penuntutan yang memiliki kedudukan sentral dalam sistem hukum di Indonesia. Karena selain berperan sebagai pengendali penanganan perkara (dominus litis), Kejaksaan juga memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu antara lain tindak pidana pelanggaran HAM berat, korupsi, pencucian uang, perusakan hutan, dan bertindak sebagai pengacara negara baik di dalam maupun di luar pengadilan serta turut menyeleng­garakan kegiatan untuk menciptakan ketertiban dan ketentraman umum. Terlebih turut berkontribusi me­mastikan pembangunan nasional dapat berjalan untuk memajukan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal tersebut mengindikasikan bahwa Kejaksaan memiliki peran yang sangat strategis dalam ranah yudisial, khususnya penegakan hukum (law applying function) dan keadilan, yang multidimensi meliputi berbagai

5 Pasal 1 angka 1 dan angka 4 KUHAP.

aspek kehidupan, tidak hanya hukum, namun juga sosial, ekonomi, budaya, pertahanan dan keamanan.

Dengan diberikan kewenangan penyelidikan dan penyidikan kepada Kejaksaan, maka diharapkan dapat menjadi upaya reposisi sekaligus penguatan kelembagaan dan kewenangan untuk menegaskan kembali eksistensi Kejaksaan sebagai lembaga peradilan yang melaksanakan fungsi eksekutif, yang dilaksanakan secara merdeka, profesional, berintegritas, dan berorientasi pada penegakan hukum yang berkeadilan, berkepastian hukum dan bermanfaat, khususnya bagi masyarakat pencari keadilan. Terlebih dalam memastikan tercapainya tujuan bernegara sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 yaitu melindungi segenap Bangsa Indonesia, melalui penegakan hukum yang menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak asasi manusia.

  1. Aspek Sosiologis

Secara sosiologis, alasan kewenangan penyelidikan dan penyidikan diberikan kepada Kejaksaan dalam RUU Kejaksaan adalah melihat kultur otoritas penyelidik dan penyidik yang saat ini diberikan kewenangan oleh KUHAP yaitu Kepolisian,6 seringkali menggunakan kekerasan dan hal-hal  di luar prosedur hukum acara dalam menjalankan fungsi-fungsinya tersebut. Sebagaimana telah diingatkan oleh Indriyanto Seno Adji, bahwa penggunaan kekerasan dalam penyidikan agar mendapat pengakuan yang diinginkan oleh penyidik telah menjadi budaya.7

Selain itu, penggunaan kekerasan oleh kepolisian juga digunakan sebagai ajang menjadi ajang bagi anggota Polisi untuk menunjukkan relasi kuasanya sehingga timbul tindakan-tindakan arogansi aparat penegak hukum terhadap masyarakat. Akibatnya, korban yang statusnya juga belum menjadi tersangka pun, ketika berada di bawah penguasaan polisi rentan menjadi korban penyiksaan dan tindakan kejam lainnya. Hal ini terlihat dari temuan Kontras yang menjadi korban penyiksaan sebagian besar berstatus warga

6 Lihat Pasal 1 ayat (1) Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

7 Indriyanto Seno Adji, Penyiksaan dan HAM dalam Perspektif KUHAP, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1998, hlm. 4.

sipil atau setidaknya tersangka tercatat 48 kasus kekerasan aparat kepolisian sepanjang periode Juni 2019 hingga Mei 2020.8

Dengan diberikannya kewenangan penyelidikan dan penyidikan kepada Kejaksaan, maka diharapkan agar terwujudnya penegakkan hukum yang sesuai dengan prosedur hukum yang ada (tanpa adanya kekerasan) sehingga hak asasi warga negara dapat terlindungi sebagaimana telah dijamin oleh Konstitusi dan Hukum Internasional.

  1. Aspek Yuridis

Kedudukan, peran, dan fungsi lembaga kejaksaan sangat sentral dan strategis dalam sebuah negara. Kejaksaan menjalankan fungsi dan peran sebagai organ utama negara (main state?s organ) dalam mewujudkan tujuan negara melalui penegakan hukum.

Secara yuridis, Kejaksaan memang tidak disebutkan secara eksplisit di dalam UUD 1945. Namun, dapat ditafsirkan pada Pasal 24 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang”, bahwa Kejaksaan adalah salah satu badan yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman. Sebagaimana disebutkan oleh Pasal 38 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman bahwa fungsi yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman meliputi penyelidikan dan penyidikan, penuntutan, pelaksanaan putusan, pemberian jasa hukum, dan penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Dengan landasan yuridis Pasal 38 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman tersebut, dapat ditafsirkan pasal tersebut menjustifikasi adanya kewenangan penyelidikan dan penyidikan, penuntutan, pelaksanaan putusan, pemberian jasa hukum, dan penye­lesaian sengketa di luar pengadilan pada institusi Kejaksaan.

Kemudian, peran Kejaksaan dalam hukum pidana, Kejaksaan merupakan pemegang kendali penanganan perkara pidana (dominus litis). Jaksa Agung adalah Procureur Generaal/Parket Generaal yakni Penyidik, Penuntut Umum, dan Eksekutor tertinggi di suatu negara. Selain itu, dalam

8 KontraS, Laporan Situasi dan Kondisi Praktik Penyiksaan di Indonesia Periode Juni 2019 – Mei 2020, hlm. 9.

penerapan penuntutan juga dikenal asas oportunitas yakni suatu kewenangan untuk menentukan perkara layak atau tidaknya dilimpahkan ke pengadilan berdasarkan pertimbangan keadilan dan kepentingan umum. Dalam pidana khusus korupsi, apabila jumlah korupsi di bawah satu miliar rupiah, Kejaksaan diberikan kewenangan sebagai penyelidik, penyidik, dan penutut bersama Kepolisian.9

Dalam hukum perdata dan hukum tata usaha negara, Kejaksaan sebagai Solicitor General, yaitu bahwa Jaksa Agung memiliki kewenangan selaku Jaksa Pengacara Negara Tertinggi. Untuk itu, Kejaksaan dapat mewakili negara apabila negara digugat secara perdata, Tata Usaha Negara maupun untuk perkara konstitusi.10

Terakhir, Jaksa Agung juga bertindak sebagai Advocaat Generaal, yakni satu-satunya lembaga yang memberikan konklusi pendapat/opini terhadap permohonan kasasi yang masuk ke Mahkamah Agung.11

  1. Kesimpulan

Kewenangan Kejaksaan yang diberikan melalui RUU Kejaksaan dalam fungsi penyelidikan dan penyidikan tidak melanggar konstitusi. Dengan pemberian fungsi tersebut, diharapkan dapat memperkuat eksistensi institusi Kejaksaan Republik Indonesia dalam menegakkan hukum secara profesional, berintegritas, dan berorientasi untuk mewujudkan penegakan hukum yang berkeadilan, berkepastian hukum dan bermanfaat.

9 Lihat Pasal 11 ayat (2) UU No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

10 Lihat Pasal 30 ayat (2) UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan.

11 Lihat Pasal 35 huruf d UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan. (DR.ERRYL PRIMA PUTERA AGOES,SH.MH, KEPALA KEJAKSAAN TINGGI MALUKU UTARA)