AMBON, Siwalimanews – Aksi protes yang dilakukan masyarakat Negeri Passo, Kecamatan Baguala, Kota Ambon mewarnai penetapan mata rumah parenta di Negeri Passo.

Pasalnya, proses gugatan semen­tara dilakukan di PN Ambon namun Saniri Negeri Passo menggelar Ra­pat Paripurna terkait penetapan ma­ta rumah parenta, yang dilaksanakan di Kantor Negeri Passo, Senin (14/6).

Aksi protes dilakukan oleh kubu mata rumah Koli itu berlangsung di depan Kantor Pemerintah Negeri Passo dan dikawal ketat oleh aparat kepolisian maupun anggota TNI dan satu warga Negeri Passo, Bartolo Tuatanassy diamankan anggota po­lisi sektor Baguala, lantaran mem­buat tindakan anarkis, dengan me­mukul kaca jendela kantor negeri.

Mereka tidak setuju Saniri Negeri yang diketuai Felix Tuhilatu itu me­netapkan dua mata rumah parenta yakni mata rumah parenta Koli (Si­mauw) dan Moni (Sarimanella).

Menurut salah satu warga, Milano Maitimu, mata rumah Moni tidak berhak untuk ditetapkan sebagai mata rumah parentah di Negeri Passo.

Baca Juga: Daerah Penyumbang Kemiskinan Harus Diprioritaskan

“Negeri Passo merupakan negeri adat dan hanya satu mata rumah pa­renta yakni Simauw dan Sarimanella tidak mempunyai hak untuk meme­rintah di Negeri Passo,” teriak Milano.

Milano menuding adanya kons­pirasi yang dilakukan oleh oknum-oknum Saniri Negeri sehingga me­netapkan dua mata parenta di Negeri Passo. Padahal berdasarkan sejarah mata rumah Moni tidak bisa me­merintah sebagai raja karena Negeri Passo merupakan negeri adat.

“Penetapan ini tidak sah, mestinya menunggu dulu keputusan peng­adilan karena saat ini sementara digugat di PN Ambon,” tandasnya.

Ketua Saniri Negeri Passo, Felix Tuhilatu mengatakan, berdasarkan hasil keputusan bersama yang digelar dalam Rapat Paripurna maka telah ditetapkan dua mata rumah parenta di Negeri Passo yakni mata rumah parenta Koli (Simauw) dan Moni (Sarimanella), yang dituang­kan dalam berita acara.

“Setelah mendengar berbagai saran, usul dan diskusi secara bersama serta berpedoman pada dokumen presentasi adat dari masing-masing Soa Adat yakni Soa Koly, Moni dan Rinsama dan berdasarkan kesimpu­lan dari MJ Saptenno selaku Aka­demisi Unpatti maka telah dite­tapkan dua mata parenta di Negeri Passo,” jelasnya.

Tuhilatu menambahkan, dengan adanya putusan Saniri Negeri yang telah menetapkan dua mata rumah parenta maka selanjutnya Saniri Negeri akan melakukan rapat lan­jutan.

Disinggung soal adanya gugatan yang diajukan di PN Ambon, Tuhi­latu secara tegas menyampaikan dalam Rapat Paripurna Saniri Negeri itu jika dirinya sudah berkonsultasi dengan Pemkot Ambon dan dipu­tus­kan untuk proses penetapan mata rumah parenta ini tetap jalan.

“Saya sudah berkonsultasi de­ngan Walikota dan diputuskan un­tuk proses penetapan ini tetap jalan sambil mengikuti proses hukum yang sementara berlangsung di PN Ambon,” tandasnya.

Sebelumnya dalam rapat pari­purna Saniri Negeri Passo, yang diikuti oleh delapan Saniri Negeri itu juga berlangsung alot karena di­warnai interupsi.

Rapat paripurna yang dipimpin langsung oleh Ketua Saniri, Felix Tu­hi­latu didampingi Sekretaris Sa­niri, Jerry Saherlawan diawali dengan pembacaan tata tertib kemudian dilanjutkan dengan verifikasi berita acara, daftar hadir, notulen rapat, serta dokumentasi dari masing-masing soa masing-masing Soa Koli, Soa Moni dan Soa Rinsama, dimana dari hasil rapat soa Koli menetapkan mata rumah parenta adalah Simauw, Soa Moni menetapkan mata rumah parenta adalah Sarimanella dan Soa Rinsama tidak menetapkan mata rumah parenta.

Setelah itu, dilanjutkan dengan pembacaan hasil kajian dari MJ Saptenno selaku akademisi Hukum Unpatti dan berdasarkan berbagai saran, usul dan diskusi secara ber­sama serta berpedoman pada doku­men presentasi adat dari masing-masing Soa Adat yakni Soa Koly, Moni dan Rinsama dan berdasarkan kesimpulan dari MJ Saptenno selaku Akademisi Unpatti maka telah dite­tapkan dua mata parenta di Negeri Passo sebagaimana hasil voting masing-masing untuk satu mata rumah parenta memperoleh 3 suara masing-masing dari Saniri Negeri Rony Titariuw, Wellem Tomaluweng dan Herman Simauw sementara voting untuk dua mata rumah parenta memperoleh lima suara masing-masing dari Felix Tuhilatu, Jerry Saherlawan, Corneles Pattiwael, Paulus Wattimury dan Ivan Latu­pella. (S-16)