Akademisi: SPPD Fiktif Mandek, Polisi Harus Transparan
AMBON, Siwalimanews – Akademisi Hukum Unpatti, Remon Supusepa meminta Satreskrim Polresta Pulau Ambon dan Pulau Lease untuk transparan, terkait penanganan kasus dugaan korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif Pemkot Ambon.
Hal ini diungkapkan Supusepa saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Senin (24/4) merespon tidak adanya kepastian hukum dalam proses penanganan kasus dugaan korupsi SPPD Fiktif yang telah ditangani Satreskrim Polresta Ambon sejak tahun 2018 lalu.
Dijelaskan, dalam kasus SPPD fiktif ini sebenarnya yang harus dilihat berkaitan erat dengan peristiwa pidana, karena SPPD itu berkaitan dengan kerugian keuangan negara.
Menurutnya, Satreskrim Polresta Ambon seharusnya lebih transparan untuk menjelaskan kepada publik dalam setiap tahapan penyidikan yang dilakukan, dengan menerbitkan dokumen Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) di media masa,
Walaupun, kata Supusepa, dalam Perkap Nomor 6 Tahun 2019 tentang penyidikan tindak pidana, maka tahapan didahului dengan gelar perkara pada penyelidikan, penyidik dimana dalam tahapan ini semua fungsi pengawasan dilakukan dalam rangka menentukan seseorang sebagai tersangka.
Baca Juga: Lagi, KPK Periksa Marketing Menara Jakarta“Penyidik harus serius dengan mengeluarkan SP2HP yang berisikan perkembangan penyidikan termasuk dengan alasan yang melatarbelakangi selama empat tahun kasus ini tidak berjalan,” tegasnya.
Dikatakan, langkah yang diambil oleh LIRA dengan melaporkan kasus ini ke Kapolri merupakan langkah tepat sebagai bentuk fungsi pengawasan yang menjadi bagian penting dalam memastikan kasus berjalan dengan baik.
Tak Percaya
Praktisi hukum Paris Laturake menilai, langkah untuk melaporkan penanganan kasus SPPD Fiktif yang lambat ditangani oleh Satreskrim Polresta Ambon sebagai bentuk ketidakpercayaan masyarakat terhadap penanganan kasus korupsi saat ini.
Menurutnya, LIRA merupakan salah satu LSM yang memantau perkembangan kasus-kasus korupsi yang tengah ditangani, sehingga kurang lebih empat tahun ini juga telah menimbulkan kegelisahan ditengah masyarakat. “Ada ketidakpercayaan dan ketidakpuasan dengan penanganan kasus yang dilakukan oleh penyidik,” ucap Laturake.
Satreskrim Polresta Ambon sejak awal seharusnya lebih terbuka dalam menyampaikan sejauhmana status perkembangan penanganan perkara agar ada kejelasan bagi publik, agar ada kepastian hukum dalam penanganan kasus.
Artinya, kalau Satreskrim mem-biarkan kasus seperti ini maka akan mengambang dan menimbulkan dugaan adanya permainan antara penyidik dengan oknum-oknum tertentu yang membuat kasus ini tidak berkembang.
Karena itu, Kapolresta harus lebih gesit untuk memperjelas kasus ini jangan sampai ada permainan oleh anggota yang mengakibatkan kasus ini tidak berjalan, hingga tuntas. (S-20)
Tinggalkan Balasan