AMBON, Siwalimanews – Pembayaran remunerasi yang tidak ditetapkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham ada­lah pelanggaran hukum, yang harus diusut tuntas.

Demikian pandangan akademisi Hukum Unpatti, George Leasa soal pem­bayaran remunerasi yang dilaku­kan berdasarkan kebijakan manajemen bank.

Menurut mantan Dekan Fakultas Hukum Unpatti, tidak ada dasar hukum yang dipakai oleh Bank Maluku Malut melakukan pembayaran remunerasi bagi pegawai tetap, direksi maupun komisaris, karena keputusan tertinggi adalah RUPS.

Mirisnya lagi, jika pembayaran re­munerasi yang sudah berlangsung lama dan tanpa ada dasar hukum, maka tentu negara telah dirugikan begitu banyak.

“Kalau persetujuan besaran remu­nerasi tidak ada, tetapi dilakukan pembayaran atas dasar kebijakan direksi maka itu melanggar hukum sebab, hukum tertinggi adalah ke­putusan pemegang saham,” ungkap Leasa saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Senin (14/8).

Baca Juga: Tak Terima Divonis 6 Tahun, Terdakwa Narkoba Ajukan Banding

Menurutnya, RUPS merupakan lembaga tertinggi dalam Bank Ma­luku dan Maluku Utara, dimana setiap keputusan yang diambil oleh pemegang saham merupakan landa­san hukum bagi manajemen Bank Maluku untuk melakukan tugas dan tanggung jawabnya.

Tugas RUPS kata Leasa, yakni me­netapkan pendapatan, belanja dari bank termasuk persetujuan besaran remunerasi bagi direksi dan ko­misaris.

Leasa mengatakan, apa yang dila­kukan dewan direksi dan komisaris dalam bank merupakan satu per­buatan melawan hukum kendati pun OJK kemudian memerintahkan agar diminta persetujuan circular letter kepada pemegang saham.

“OJK kan baru minta sekarang tetapi pembayaran telah dilakukan, artinya sudah terjadi dugaan pe­nyelewengan atau penggelapan baru diminta buat persetujuan, itu bagaimana,” ucap Lessa.

Lanjut Leasa, walaupun nanti se­luruh pemegang saham setuju de­ngan circular letter, maka mestinya persetujuan tersebut berlaku sejak dokumen tersebut ditandatangani oleh pemegang saham, bukan untuk perbuatan yang sudah terjadi di tahun kemarin.

“Apakah persetujuan pemegang saham ini berlaku surut? Tidak mungkin berlaku surut karena ini soal untuk ruginya perusahaan,” jelasnya.

Leassa pun menegaskan, akibat dari kebijakan direksi telah meng­akibatkan Bank Maluku dan Maluku Utara mengalami kerugian sebab perbuatan yang dilakukan  menya­lahi ketentuan.

“Semua keputusan yang diambil terkait dengan kebijakan yang dila­kukan oleh direksi dan komisaris ha­rus tunduk pada keputusan peme­gang saham melalui RUPS yang dilakukan setiap tahun, pernyata­annya kenapa soal remunerasi ini tidak menjadi persetujuan RUPS,” kesalnya

Sesalkan

Sementara itu, akademisi Hukum Unidar, Rauf Pellu juga menya­yangkan pemberian remunerasi yang berlangsung lama tanpa ada per­setujuan RUPS.

Kata dia, RUPS sebagai dasar hukum atau keputusan tertinggi untuk melakukan pembayaran remu­nerasi, jika itu tidak dilakukan dalam RUPS, maka dapat dilihat sebagai sebuah pelanggaran hukum.

Dia juga mempertanyakan penga­wasan yang dilakukan oleh satuan kerja internal Bank Maluku sampai hal ini bisa terjadi.

Karena itu, lanjut dia, kebijakan direksi melakukan pembayaran tan­pa melalui RUPS adalah sebuah pelanggaran hukum yang bisa merugikan keuangan Negara.

“Mestinya keputusan pemba­yaran remunerasi itu melalui RUPS, karena itu keputusan tertinggi, sehingga hal itu menjadi rujukan bagi direksi membayarkan remu­nerasi pegawainya, dan bukan melalui circular letter,” ujarnya.

Belum Disetujui

Terpisah, Kepala Otoritas Jasa Keuangan Perwakilan Maluku, Ronny Nazar mengakui menemukan pembayaran remunerasi bagi pega­wai, direksi maupun komisaris Bank Maluku Malut.

Pasalnya, pembayaran remunerasi tersebut belum memenuhi syarat administrasi yakni persetujuan pe­megang saham.

Walau demikian, hal itu bukanlah merupakan kejahatan perbankan dalam proses pembayaran remune­rasi tersebut.

Kata dia, hasil temuan OJK ter­hadap pembayaran remunerasi me­ru­pakan isu rahasia antara otoritas dengan bank dalam rangka peme­riksaan atau pengawasan.

“Harusnya ini sudah harus di­selesaikan saat kami melakukan pertemuan saat itu, tapi kenapa bisa keluar, sebab isu ini dalam laporan kami judulnya sangat rahasia dan bukan untuk konsumsi publik,” ungkap Nazar kepada wartawan di ruang rapat lantai 4 gedung OJK, Karang Panjang, Ambon, Senin (14/8).

Menurutnya, remunerasi yang diterima oleh direksi dan komisaris Bank Maluku merupakan hal yang normal dan hampir terjadi seluruh BPD maupun bank lain dengan pola pemberian remunerasi seperti itu.

Bahkan, pembayaran remunerasi bagi direksi dan komisaris Bank Maluku Malut bukan baru berlang­sung dua tahun belakangan tetapi sejak tahun 2012. Artinya, periode pembayaran remunerasi di Bank Maluku Malut telah terjadi sejak lama dan sudah hal yang bisa di Bank Maluku bahkan diketahui oleh pemegang saham.

“Tidak pernah menjadi isu bagi pe­megang saham kecuali ini terjadinya satu tahun terakhir,” ujarnya.

Namun, berdasarkan hasil peme­riksaan OJK menemukan adanya pembayaran remunerasi kepada direksi dan komisaris tetapi belum memenuhi syarat administrasi yakni persetujuan pemegang saham.

Untuk menyelesaikan masalah ini, lanjut Nazar dapat dilakukan dengan dua cara, yakni diselesaikan melalui circular letter atau melalui RUPS.

“Supaya ini tidak menjadi isu secara administrasi, sehingga kami minta ada dua cara yakni RUPS secara fisik dan melalui circular,” bebernya.

Menurut Nazar, baik RUPS mau­pun circular letter memiliki kekuatan yang sama sebab dijamin oleh UU Tentang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007.

Namun, mengingat waktu yang tidak memungkinkan, maka OJK menyarankan agar dilakukan melalui circular letter, sebab jika melalui RUPS pasti membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengum­pulkan seluruh pemegang saham.

“Kami ingin segera secepatnya diselesaikan masalah administrasi ini, makanya kalau diberikan circular itu lebih baik dan informasinya tinggal dua pemegang saham yang belum tanda tangan, karena berada diluar kota. Lagi pula nilai kekuatan sama cuma caranya saja yang ber­beda,” tegasnya.

Nazar pun memastikan tidak ada bentuk kejahatan perbankan yang dilakukan oleh manajemen Bank Maluku Malut, sebab remunerasi merupakan hak yang dapat diterima oleh pengurus.

“Mereka menerima yang mestinya mereka terima tapi secara admini­strasi belum dilengkapi dalam dokumen resmi yang disetujui oleh pemegang saham. Makanya kita minta bikin statement tertulis dari pemegang saham,” paparnya.

Selain itu, lanjut Nazar, circular letter tidak merubah apapun hanya melengkapi secara administrasi dan mempertegas bahwa hak yang di­terima sudah diketahui dan disetujui oleh pemegang saham.

OJK lanjut Nazar juga meminta agar dievaluasi dan dilengkapi ad­ministrasi supaya tata kelola dari masalah remunerasi ini lebih baik.

Salahi Aturan

Seperti diberitakan sebelumnya, Direksi dan komisaris Bank Maluku Malut, diduga melakukan praktik menyimpang yang tak boleh dilakukan oleh manajemen bank di era modern.

Hal itu dilakukan untuk menutup hasil temuan Otoritas Jasa Keua­ngan tahun 2023, tentang pemberian remunerasi kepada Direksi dan dewan komisaris bank milik daerah yang dinilai telah menyimpang dari ketentuan yang berlaku.

Mereka mencoba mengakali te­muan OJK itu, dengan modus men­jalankan circular letter, yang didis­tribusikan ke seluruh bupati dan walikota, serta Gubernur Maluku dan Maluku Utara, sebagai peme­gang saham.

Intinya, akal bulus direksi dan komisaris ini dilakukan untuk me­ngelabui pemegang saham dan menutupi kesalahan mereka, melalui upaya pemutihan yang semestinya melalui forum RUPS.

Pelaksanaan RUPS Sirkuler ini, pada intinya meminta persetujuan para pemegang saham tentang remunerasi bersifat variabel berupa bonus triwulan atau dalam bentuk apapun, yang telah kurun 2021 hi­ngga saat ini, namun belum menda­pat persetujuan dari pemegang saham.

Praktik busuk ini dilakukan untuk mengakali pemberian bonus triwu­lan kepada direksi dan komisaris yang telah berlangsung sejak tahun 2021 sampai 2023, namun belum pernah disetujui pemegang saham sama sekali.

Dengan kata lain, direksi dan ko­misaris meminta persetujuan untuk dilakukan pemutihan seluruh dana yang sudah masuk ke kantong mereka tahun 2021.

Hal ini tentu saja melanggar ke­tentuan dan berdampak pada tingkat kerugian bank secara material de­ngan nilai yang cukup fantastis.

Pada Peraturan OJK Nomor 45/POJK.03/2015 pasal 26 ayat 1 disebutkan, “Bank dapat menunda pembayaran Remunerasi yang( Bersifat Variabel yang ditangguhkan (malus) atau menarik kembali Remunerasi yang Bersifat Variabel yang sudah dibayarkan (clawback) kepada pihak yang menjadi material risk takers dalam kondisi tertentu”.

Sesuai bunyi POJK Nomor 45/POJK.03/2015 pasal 26 ayat 1 tersebut, maka seluruh remunerasi yang telah dibayarkan ke direksi dan komisaris berupa bonus triwulan, harus dikembalikan ke bank atau disetor kembali, karena dalam atu­ran tersebut tidak mengatur tentang pemutihan atas apa yang telah dibayarkan.

Bila nantinya direksi dan komi­saris tidak melakukan penyetoran kembali, atau mengembalikan selu­ruh biaya yang sudah mereka terima selama ini, otomatis bank akan mengalami kerugian materiil dan hal ini dapat dipersamakan dengan tindakan fraud dan atu kejahatan perbankan.

Sumber Siwalima di Bank Maluku menyebutkan, kebijakan circular letter ini dilakukan, setelah manajemen mengetahui bahwa telah terjadi kesalahan dalam pembayaran remu­nerasi selama ini.

Sumber yang meminta namanya tidak ditulis itu menduga, circular letter ini dilakukan atas arahan dan petunjuk OJK, atas temuan mereka.

Sumber yang sesehari bekerja di lantai 3 Kantor Bank Maluku Malut, meminta aparat penegak hukum untuk segera bertindak dan mem­bongkar langkah yang bisa mem­bawa dampak buruk ke bank.

“Penegak hukum, KPK, jaksa atau polisi, harus mengungkap kasus ini agar tidak merugikan bank dan daerah,” harapnya.

Circular Resolution

Dokumen sirkular letter yang digagas manajemen Bank Maluku Malut itu dicetak dalam dua hala­man, dan dikirim ke seluruh peme­gang saham.

Direksi, komisaris maupun pim­pinan cabang, ditugaskan khusus untuk mengantar dokumen yang mereka kategorikan super rahasia itu langsung ke tangan pemegang saham.

Tak tanggung-tanggung, jajaran direksi yang langsung memberikan arahan kepada si pengantar doku­men super rahasia itu melalui pesan WhatsApp.

Selain itu si pengantar juga diha­ruskan bisa menerangkan secara detail, maksud dan tujuan penan­datanganan dokumen tersebut.

Salah satu poin dalam dokumen itu menyebutkan, “Menyetujui pem­berian remunerasi sebagai berikut:

  1. Remunerasi bersifat tetap ke­pada Pegawai Tetap, Direksi (untuk selanjutnya dalam surat ini yang dimaksud Direksi meliputi Direktur Utama dan para Direktur lainnya) serta Dewan Komisaris (untuk selanjutnya dalam surat ini yang dimaksud Dewan Komisaris meliputi Komisaris Utama dan para Ko­misaris lainnya), sebagai berikut:
  2. Bagi Pegawai Tetap: Ditentukan lebih lanjut melalui Keputusan Direksi.
  3. Bagi Direksi dan Dewan Ko­misaris, sebagai berikut:
  4. Gaji telah ditetapkan melalui RUPS Luar Biasa pada tanggal 27 September 2022;
  5. Tunjungan setiap tahun buku, berupa:

(a) Tunjangan Hari Ulang Tahun sebesar 1 (satu) kali gaji ;

(b) Tunjangan Hari Raya sebesar 3 (tiga) kali gaji;

(c) Tunjangan Cuti sebesar 1 (satu) kali gaji;

(d) Tunjangan Rumah Dinas atau Sewa Rumah Dinas sebesar 75 % (tujuh puluh lima persen) dari gaji ;

(e) Tunjangan Pakaian Dinas sebesar 75 % (tujuh puluh lima persen) dari gaji”.

Poin lainnya berbunyi: “Bahwa Pemegang Saham Perseroan menye­tujui bahwa Keputusan Sirkuler ini juga merupakan pemberitahuan secara tertulis kepada Pemegang Saham Perseroan. Oleh karena itu, tidak diperlukan lagi pemberitahuan sebelumnya, dan Pemegang Saham Perseroan menyadari dan telah mengetahui seluruh usul yang diajukan”.

Hanya Menyatukan

Dihubungi terpisah, Direktur Bank Maluku Malut, Syahrizal Imbran yang dikonfirmasi Siwalima mengungkapkan, langkah yang dilakukan dengan menyurati seluruh pemegang saham Bank Maluku Malut adalah hanya untuk menyatukan saja dan bukan karena ada penyimpangan.

“Tidak, kita RUPS setiap tahun. Betul kita surati dan itu hanya untuk menyatukan saja, karena selama ini terpisah-pisah,” ujar Syarizal kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Minggu (13/8).

Menurutnya, pihaknya melaksa­nakan RUPS setiap tahun dan seluruh laporan keuangan diterima oleh seluruh pemegang saham dalam RUPS tersebut, sehingga langkah yang dilakukan dengan melakukan circular letter adalah untuk me­nyatukan saja.

“Iya kita lakukan C/L itu atas usul dan saran komisaris karena selama ini kan terpisah-pisah karena ba­nyak itu pemegang saham, sehingga dilakukan untuk menyatukan, dan tidak ada penyimpangan karena laporan keuangan kita kan Wajar Tanpa Pengecualian,” ujarnya.

Ketika ditanyakan apakah ke­bijakan C/L ini dilakukan kepada sejumlah pemegang saham di Provinsi Maluku dan Maluku Utara karena adanya temuan dari OJK, Syarizal membantahnya, karena tidak ada temuan tetapi kebijakan itu dilakukan. (S-20/S-05)