Akademisi Soal Maluku Gagal Perjuangkan LIN, Posisi Politik Lemah!
AMBON, Siwalimanews – Gagalnya proyek strategis Lumbung Ikan Nasional, disinyalir lantaran Provinsi Maluku tidak memiliki posisi tawar politik di hadapan pemerintah pusat.
Akademisi Fisip Unpatti, Paulus Koritelu mengatakan, penetapan lokasi proyek dan alokasi dana dalam rangka program LIN idealnya harus memperhatikan faktor-faktor yang bersifat objektif dan rasional.
Pertama, harus menciptakan prasyarat kondisional dimana masyarakat dilokasi tersebut siap. Artinya pemerintah pusat tidak sekedar menggelontorkan sebuah proyek dengan dana triliunan rupiah, tanpa mempersiapkan masyarakat lokal dan stakeholder termasuk kesiapan dari pemerintah daerah baik kabupaten maupun provinsi.
“Memang apa yang disampaikan ketika proyek itu gagal bukan saja faktor lokal, tetapi keinginan politik dari pemerintah pusat untuk merealisasikan Lumbung Ikan Nasional,” ungkap Koritelu.
Faktor kedua, secara politik sekalipun Maluku memiliki fakta historis yang cemerlang karena ikut melahirkan Indonesia, tetapi secara politik kontribusi suara politik dalam percaturan politik nasional sangat rendah, jika dibanding daerah lain.
Baca Juga: Satu lagi Aset Pemda tak Terurus“Secara politik seorang pribadi penguasa sangat bergantung dari basis masa politik, dalam konteks ini, bargaining position yang dimiliki Maluku sangat rendah dan lemah di hadapan pemerintah pusat,” tegas Koritelu.
Menurutnya, LIN merupakan sebuah karakteristik proyek yang sesungguhnya sesuai dengan batin orang Maluku, maka ketika ada kekurangan sekalipun tetapi bentuk partisipasi orang Maluku tentu akan merespon secara politik.
Koritelu menilai kenyataan yang terjadi hari ini didasarkan pada dua konstruksi yang berkembang yakni, LIN hanya sebuah isu untuk mendapatkan simpati pada awal percaturan politik tetapi saat percaturan dan dinamika politik dicapai maka pemerintah pusat dengan leluasa membatalkan itu saja.
“Hitung-hitung secara politik kalau PDIP akan gagal di Maluku tidak masalah karena kontribusi suara di Maluku tidak signifikan dalam menentukan kepemilikan pusat, jadi memang posisi tawar kita lemah,” cetusnya.
Karenanya Koritelu mendesak, agar ada gerakan bersama sehingga pemerintah pusat tidak memandang Maluku dengan sebelah mata yang berdampak pada gagalnya proyek-proyek strategis kedepannya.
Pemprov tak Serius
Terpisah, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Nusantara Daerah Maluku, Adam Rahantan mengatakan LIN merupakan janji pemerintah pusat yang disampaikan Presiden Joko Widodo saat melakukan kunjungan kerja ke Maluku beberapa tahun lalu.
Namun, ketika LIN gagal dibangun di Maluku maka sebenarnya Pemerintah Provinsi Maluku tidak serius dalam mengawal rencana pembangunan LIN ke pemerintah pusat.
“Salah satu penyebab LIN gagal karena kurang keseriusan pemerintah Provinsi dalam mengawal hal ini,” ujar Adam.
Menurutnya, proyek besar sekelas LIN ini mestinya sejak awal pemerintahan daerah menyiapkan berbagai syarat yang dimintakan oleh pemerintah pusat, dan ketika terjadi pembatalan maka posisi tawar dari pemerintah daerah sangat lemah di hadapan Pemerintah Pusat.
Belum Siap
Seperti diberitakan sebelumnya, upaya Pemerintah Provinsi bersama DPRD dan seluruh stakeholder untuk menjadikan Maluku sebagai lumbung ikan nasional sia-sia belaka.
Pasalnya, pemerintah pusat telah membatalkan pembangunan proyek strategis nasional tersebut. Hal ini diketahui setelah Komisi II DPRD Maluku menyampaikan aspirasi di Komisi IV DPR beberapa waktu lalu dan diketahui bahwa Pempus batal membangun LIN di Maluku.
Menurut Wakil ketua Komisi II DPRD Provinsi Maluku, Turaya Samal, pihaknya juga kaget mengetahui pembatalan tersebut setelah rapat dengan agenda penyampaian aspirasi bersama Komisi IV DPR.
“Dalam penyampaian aspirasi di Komisi IV DPR kita juga baru ketahui, ternyata LIN dibatalkan di Maluku, karena kita tidak di Kementerian jadi Informasi itu kita dapat dari mereka,” ungkap Turaya kepada wartawan di Kantor DPRD Maluku, Selasa (7/2).
Kata Turaya, jika memang benar LIN batal dibangun di Maluku, maka secara tidak langsung pemerintah pusat telah membohongi masyarakat Maluku, sebab Maluku sebagai LIN telah dijanjikan langsung Presiden Joko Widodo kepada masyarakat.
Turaya juga menduga pembatalan pembangunan proyek strategis nasional LIN oleh Pemerintah Pusat, karena Pemerintah Provinsi Maluku belum siap dalam berbagai hal guna mendukung Maluku sebagai LIN.
“Untuk kepastian Komisi IV nanti ketika rapat dengar pendapat dengan Dirjen Perikanan akan ditanyakan kembali, karena telah dijanjikan pemerintah pusat bagi masyarakat Maluku,” tuturnya.
Terhadap persoalan ini, Turaya memastikan akan mempertanyakan langsung kepada Dinas Kelautan dan Perikanan Maluku terkait dengan infomasi pembatalan LIN di Maluku.
“DPRD harus mempertanyakan langsung ke dinas terkait, kenapa tidak jadi. Sebab ecara pribadi belum tahu dan kaget juga ketika di Jakarta baru diketahui,” tegasnya.
Politisi PKS Maluku ini memastikan Komisi II dalam waktu dekat akan melakukan pertemuan bersama mitra dalam rangka pengawasan APBD dan APBN tahun 2022, sehingga akan dipertanyakan langsung kepada Pemerintah Provinsi Maluku.
Gagal Diperjuangkan
Pemerintah Provinsi Maluku dibawah kepemimpinan Murad Ismail dan Barnabas Orno dinilai gagal dalam memperjuangkan realisasi proyek strategis nasional Lumbung Ikan Nasional di Maluku.
Hal ini diungkapkan langsung akademisi Unidar Rauf Pellu saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Selasa (7/2) merepons adanya infomasi pembatalan pembangunan LIN yang disampaikan Komisi IV DPR kepada Komisi II DPRD Maluku.
Menurutnya, ketika pembatalan pembangunan proyek Maluku Lumbung Ikan Nasional maka secara tidak langsung, Pemerintah Pusat masih melihat Maluku dengan sebelah mata jika dibandingkan dengan daerah lain.
Sebab, janji untuk menjadikan Maluku sebagai daerah Lumbung Ikan Nasional merupakan janji Presiden SBY yang kemudian dilanjut oleh Presiden Joko Widodo yang mestinya direalisasikan oleh Pemerintah Pusat.
Namun, disisi lain hingga batas waktu yang diberikan Pempus sekalipun ternyata Pemprov Maluku belum siap dengan pembebasan lahan yang nantinya dijadikan sebagai lokasi proyek LIN.
“Gubenur dan Wakil Gubernur dalam beberapa kesempatan selalu menyanyikan soal akan mendatangkan LIN, tetapi dengan adanya persoalan ini maka gubernur dan wakil gubernur telah gagal untuk mendatangkan LIN bagi masyarakat,” ujar Pellu.
Dikatakan, proyek strategis nasional LIN merupakan proyek dengan nilai triliunan rupiah, yang diharapkan dapat berdampak bagi kesejahteraan masyarakat artinya mestinya diperjuangkan oleh Pemprov.
Walaupun keberhasilan proyek ini sangat ditentukan oleh itikad baik dari Pemerintah Pusat, yang memang selalu menjadikan Maluku sebagai anak tiri, tetapi harus ada keseriusan dari Pemprov Maluku juga untuk terus memperjuangkan LIN di Maluku.
Dengan adanya persoalan ini, Pellu pun meminta Pemprov Maluku untuk dapat serius memperjuangkan kepentingan Maluku melalui RUU Provinsi Kepulauan dan juga Ambon New Port, sebab jika keduanya gagal maka masyarakat yang akan sengsara karena tidak ada lapangan pekerjaan yang terbuka.
Ditambahkan, gubernur harus mengumpulkan semua kekuatan masyarakat baik eksekutif dan legislatif dari 11 kabupaten dan kota serta masyarakat, untuk melakukan aksi demontrasi di Jakarta agar pemerintahpusat memperhitungkan Maluku.
“Harus ada gerakan yang dilakukan Pemprov secara masif termasuk demostrasi karena kedaulatan ditangan rakyat, agar segala sesuatu bisa realisasi untuk Maluku seperti Papua dan Aceh,” tegasnya.
Miliki Syarat LIN
Untuk diketahui, Provinsi Maluku memenuhi kriteria untuk dijadikan sebagai LIN, yaitu pertama memiliki 3 wilayah pengelolaan perikanan atau WPP yakni, WPP 714 (Laut Banda dan sekitarnya) WPP 715 (laut Seram dan sekitarnya) dan WPP 718 (Laut Arafura dan sekitarnya).
Kedua, kepemilikan potesi sumber daya ikan minimal 20 persen sesuai Permen KP Nomor 17 tahun 2020 tentang Rencana Strategis KKP Tahun 2020-2024. Sedangkan sumber daya ikan yang dimiliki Maluku pada tiga WPP tersebut, tercatat 4,6 juta ton per tahun atau sebesar 37 persen dari potensi sumber daya ikan nasional sebesar 12,5 juta ton per tahun.
Ketiga, produksi perikanan minimal 9 persen, rata-rata produksi perikanan di Maluku dalam lima tahun terakhir tercatat sekitar 500 ribu ton per tahun, atau setara dengan 12 hingga 14 persen dari produksi ikan nasional.
Keempat, Maluku saat ini, dua pusat perikanan secara nasional yaitu Pelabuhan Perikanan Nusantara Tantui Ambon dan PPN Kota Tual dari satu pusat yang diisyaratkan.
Ditetapkannya Maluku sebagai LIN berawal dari pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat membuka Sail Banda di Pelabuhan Yos Sudarso Kota Ambon pada 10 Agustus 2010.
Selanjutnya, oleh Menteri Kelautan dan Perikanan saat itu, Susi Pudjiastuti di depan Sidang Paripurna DPRD Provinsi Maluku menjanjikan dana alokasi khusus sebesar Rp 1 triliun untuk membangun industri perikanan sebagai implementasi dari program LIN Maluku.
Berikutnya, Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, di hadapan nelayan dan pejabat daerah di Ambon pada 30 Agustus 2020, menegaskan bahwa Provinsi Maluku ditetapkan pemerintah sebagai lumbung ikan nasional. DPR pada 15 September 2020, menyetujui permintaan tambahan anggaran tahun 2021 dari Kementerian Kelautan dan Perikanan sebesar Rp3,2 triliun untuk pembangunan LIN di Maluku dan Maluku Utara.
Keseriusan pemerintah dalam membangun LIN Maluku juga ditunjukkan dengan kunjungan Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia; Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi; dan Menteri Kelautan dan Perikanan, Wahyu Sakti Trenggono, ke Ambon pada 5 Februari 2021 lalu, untuk membahas dengan pemerintah daerah kesiapan pembangunan pelabuhan dalam konteks LIN Maluku. (S-20)
Tinggalkan Balasan