VIRUS korona baru SARS-CoV-2, penyebab covid-19, saat ini telah berusia setahun lewat.

Kemunculan covid-19, yang telah bermutasi ke berbagai jenis baru, telah berkembang sebagai keadaan darurat kesehatan yang benar-benar mencemaskan.

Virus korona ialah zoonosis (ditularkan antara hewan dan manusia). Penelitian menyebutkan bahwa SARS ditularkan dari kucing luwak (civet cats) ke manusia dan MERS dari unta ke manusia. Sementara itu, hewan yang menjadi sumber penularan covid-19 masih belum diketahui dengan pasti walaupun banyak peneliti yang memperkirakan sumber penularannya berasal dari kelelawar.

Pada 30 Januari 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan covid-19 sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Yang Meresahkan Dunia/Public Health Emergency of International Concern (KKMMD/PHEIC) karena penambahan jumlah kasus covid-19 berlangsung cukup cepat dan sudah terjadi penyebaran antarnegara.

Pada 15 September 2020, WHO melaporkan total kasus covid-19 di dunia terkonfirmasi sebanyak 29,4 juta kasus. Dari jumlah tersebut, sebanyak 21,2 juta pasien telah sembuh dan 931.927 orang meninggal dunia. Sementara itu, jumlah kasus aktif covid-19 di Indonesia pada Sabtu (13/3) mencapai 138.942 kasus.

Baca Juga: Waspada Siklon Tropis Dampak Peralihan Musim dan Fenomena Iklim Gl

Rute utama penularan covid 19 dari manusia ke manusia diduga terjadi dari tetesan pernapasan yang dilepaskan oleh orang yang terinfeksi. Masa inkubasi covid-19, rata-rata 5-6 hari dengan masa inkubasi terpanjang 14 hari. Tanda dan gejala umum infeksi, antara lain gejala gangguan pernapasan akut, seperti demam, batuk, dan sesak napas.

Kasus covid-19 yang berat dapat menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal, dan bahkan kematian. Studi termasuk analisis bio-informatika telah menunjukkan adanya reseptor angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2), yaitu enzim pada permukaan luar sel di beberapa organ, seperti paru-paru, arteri, jantung, ginjal, usus, sel permukaan lidah, mukosa rongga mulut, dan kelenjar ludah, yang dapat berikatan dengan virus covid-19. Dengan demikian, mukosa mulut bisa menjadi jalur yang mungkin untuk infeksi virus SARS-coronavirus-2.

Hal ini dapat menjelaskan gejala mati rasa atau rasa pahit pada pengecapan permukaan lidah pasien dengan covid-19. Virus SARS-CoV-2 juga menginfeksi dan bereplikasi pada mukosa rongga mulut menyebabkan sariawan, yang berkembang di awal perjalanan penyakit.

Studi ilmiah juga menunjukkan bahwa bakteri penyebab infeksi tulang penyangga gigi (periodontopatik) terlibat dalam patogenesis infeksi pernapasan, yang terkait dengan covid-19, dan bakteri periodontopatik, terkait dengan penyakit sistemik, inflamasi kronis, termasuk diabetes tipe 2, hipertensi dan penyakit kardiovas­kular.

Penyakit itu dilaporkan sebagai komor­biditas yang terkait dengan peningkatan risiko komplikasi parah dan kematian karena covid-19.

Jalur masuk utama Terdapat sekitar 750 sd 1.000 jenis mikroorganisme yang ada di rongga mulut manusia, yang merupakan satu komunitas mikroba paling kompleks dalam tubuh manusia.

Rongga mulut dapat dianggap sebagai jalur masuk utama berbagai patogen. Berbagai mikroorganisme, termasuk bakteri, jamur, virus, archaea, berkolonisasi di rongga mulut, dan disebut mikrobiota rongga mulut. Suhu (37 ° C), pH air liur (6,5-7), dan kelembaban rongga mulut membuat lingkungan yang sesuai untuk kelangsungan hidup, dan pemeliharaan mikroorganisme.

Kami percaya peran mikroor­ganisme rongga mulut, dalam memfasilitasi koinfeksi pada covid-19, tetapi sampai saat ini masih terabaikan. Sejumlah besar mikroorga­nisme rongga mulut dapat memasuki saluran pencernaan melalui air liur dan mikroorganisme rongga mulut, mempunyai hubungan yang sangat erat dengan penyakit pencernaan.

Hal inilah yang menjelaskan bahwa virus covid-19, juga dapat masuk ke saluran pencernaan. Beberapa pasien covid 19 mengalami gejala spesifik, seperti sakit kepala, pusing, sakit perut, mual, diare, dan muntah. Gejala diare muncul di sekitar 1-10.1%, sedang mual dan muntah hanya sekitar 1-3.6% pada pasien covid-19. Berdasarkan laporan rumah sakit di Universitas Wuhan, hasil swab test anus pasien covid-19, terdeteksi virus covid-19 pada feses (tinja) penderita.

Hal ini ada kemungkinan penularan infeksi covid-19 melalui feses sehingga perhatian juga harus diberikan pada kebersihan tangan, muntahan, feses, serta cairan tubuh pasien. Faktor risiko, yang telah diidentifikasi untuk mengem­bangkan komplikasi dari infeksi covid-19 adalah usia, jenis kelamin, dan penyakit penyerta seperti diabetes, hipertensi, obesitas, dan penyakit kardiovas­kular.

Meskipun pasien dengan faktor risiko seperti di atas, mengalami peningkatan tingkat komplikasi dan kematian, masih terdapat sebagian besar pasien yang tampaknya muda, dan sehat yang terinfeksi tanpa faktor risiko yang teridentifikasi, tetapi menderita efek samping dan komplikasi yang parah. Hasil penelitian Zheng et al (2021) menyatakan, dalam kasus covid-19, superinfeksi bakteri biasa terjadi. Hasil penelitian beberapa pasien didapatkan, tingkat limfosit (sel imun) yang rendah secara abnormal, yang biasanya merupakan garis pertahanan utama melawan infeksi virus.

Dalam kasus covid-19 yang parah, superinfeksi bakteri menggantikan infeksi virus asli. Ini didukung oleh fakta, yang mencatat bahwa 50% pasien dengan covid-19 parah meninggal, dengan adanya infeksi bakteri sekunder. Infeksi saluran pernapasan bagian bawah, dimulai oleh kontaminasi epitel saluran napas bagian bawah, dengan menghirup bakteri yang ada dalam tetesan aerosol, atau penularan melalui rongga mulut.

Gigi berlubang (karies gigi) dan infeksi jaringan penyangga gigi (Periodontitis) adalah dua penyakit mulut paling umum, yang menyebabkan ketidakseimbangan bakteri rongga mulut (disbiosis) sehingga bakteri flora normal berubah menjadi jahat. Bakteri jahat itu, dapat masuk ke air liur, dan masuk paru sebagai superinfeksi sehingga menyebabkan peradangan atau infeksi di dalam paru-paru.

Kebersihan mulut Kebersihan mulut yang buruk dianggap sebagai tekanan ekologi utama, yang mengarahkan komunitas mikroba kompleks di rongga mulut, menjadi disbiosis/tidak seimbang. Analisis beberapa penelitian, pada pasien yang mengalami infeksi pernafasan akut yang parah pada sindrom covid-19 dilaporkan karena rendahnya kebersihan mulut penderita, ditemukan karies gigi dan periodontitis yang tidak terawat.

Hasil survei mendapatkan satu dari sepuluh kematian terkait pneumonia pada lansia penghuni panti jompo (>65 tahun) dianggap dapat dicegah dengan meningkat­kan kebersihan mulut.

Memiliki perawatan mulut yang lebih baik terbukti berkurang secara signifikan insiden terkait ventilator pneumonia pada pasien secara intensif di unit perawatan. Data ini penting, untuk dipastikan apakah kebersihan mulut yang buruk merupakan faktor risiko yang menyebabkan komplikasi covid-19, dengan harapan, dilakukan promosi kebersihan mulut yang baik sebagai intervensi kesehatan masyarakat untuk preventif selama pandemi.

Kebersihan mulut yang buruk, telah dikaitkan dengan adanya peningkatan bakteri pathogen oportunistik (bakteri yang menjadi jahat), dan kebersihan mulut yang buruk, menyebabkan ketidakseimbangan bakteri rongga mulut sehingga dapat mempercepat penurunan fungsi paru dan meningkatkan kejadian pneumonia.

Dapat disimpulkan bahwa rongga mulut tampaknya merupakan reservoir SARS-CoV-2 dan dapat memainkan peran penting dalam memengaruhi keparahan, gejala klinis, dan penularan covid-19.

Semoga dengan hidup sehat dan menjaga kesehatan mulut kita, akan dapat mencegah meluasnya penularan covid-19.

Tulisan ini ringkasan pidato penulis dalam pengukuhan sebagai guru besar.( Retno Indrawati Roestamadji , Guru Besar Departemen Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga)