18 Sudah Diperiksa
Jaksa Janji Panggil Semua Anggota Dewan
AMBON, Siwalimanews – Sudah 18 Anggota DPRD Kota Ambon diperiksa. Jaksa berjanji akan memeriksa seluruhnya, tanpa kecuali.
Hingga saat ini penyidik Kejaksaan Negeri Ambon sudah memeriksa 18 Anggota DPRD Kota Ambon, terkait dugaan penyalahgunaan anggaran di Sekretariat DPRD, senilai Rp5,3 miliar.
Mereka yang diperiksa terdiri dari unsur pimpinan yakni Ketua DPRD, Elly Toisuta, Wakil Ketua Gerald Mailoa dan Wakil Ketua Rustam Latupono. Tiga pimpinan DPRD ini diperiksa pada Senin (13/12) lalu.
Latupono diperiksa sejak pukul 10.22 WIT dan berakhir pukul 17.00 WIT. Sementara Toisuta diperiksa sejak pukul 10.22 WIT hingga pukul 19.00 WIT, sedangkan Gerald Mailoa diperiksa dari pukul 10.00 WIT sampai pukul 19.00 WIT. Ketiganya dicerca dengan 30 pertanyaan.
Sedangkan anggota DPRD Kota Ambon yang sudah diminta keterangan oleh penyelidik yakni James Maatita, Fredrika Latupapua, Margaretha Siahay, Jafry Taihuttu dan Zeth Pormes. Mereka diperiksa pada Selasa (14/12).
Baca Juga: Kasus Dugaan Korupsi CBP Tual Mangkrak di PolisiKelima anggota DPRD ini diperiksa dari pukul 10.00 WIT hingga 15.30 WIT dan dicerca dengan kurang lebih 25-30 pertanyaan.
Selanjutnya pada Kamis (16/12), tim penyelidik kembali mencerca lima anggota DPRD lagi yakni Jhony Paulus Wattimena, Astrid J Soplantila, Lucky Leonard Upulattu Nikijuluw, Christianto Laturiuw dan Obed Souisa.
Kepada Siwalima Kamis (16/12) siang, Kasie Intel Kejari Ambon, Djino Talakua mengatakan, untuk Nikijuluw, Christianto Laturiuw dan Soplantila diperiksa sejak pukul 10.00 WIT sampai Pukul 13.00 WIT.
Usai diperiksa, Laturiuw yang diminta keterangan menolak berkomentar. “Nanti saja ee, no comment dolo,” singkatnya.
Sementara Watimena dari pukul 10.00 Wit sampai pukul 16.10 WIT, kemudian Obed Souisa dari pukul 10.00 WIT hingga pukul 15.30 WIT.
Lima anggota DPRD ini dicerca dengan 25-30 pertanyaan.
Pemeriksaan berikutnya dilakukan Jumat (17/12), terhadap lima anggota DPRD, masing-masing Julius Jely Toisuta, Taha Abubakar, Andy Rahman, Saidna Azhar Bin Taher dan Risna Risakotta.
Kepala Seksi Intelejen Kejaksaan Negeri Ambon Djino Talakua membenarkan pemeriksaan tersebut.
Hari ini yang diperiksa jaksa ada lima orang anggota DPRD yakni JJT, RR, TA, AR dan SABT,” ujar Talakua sebagaimana dilansir Siwalimanews, Jumat (17/12).
Para wakil rakyat ini diperiksa mulai dari pukul 10.00 WIT. TA dan SABT selesai diperiksa pada pukul 12.17 WIT.
Sementara untuk tiga wakil rakyat lainnya AR, JJT dan RR, baru selesai diperiksa pada pukul 17.26 WIT, ketiganya dilontarkan 30 pertanyaan oleh penyidik.
Untuk TA dan SABT telah selesai diperiksa dari pukul 12.17 WIT, kedua wakil rakyat ini diperiksa dengan durasi 25 pertanyaan, sementara tiga wakil rakyat lainnya yakni AR, JJT, dan RR baru selesai diperiksa pukul 17.26 WIT dengan menjawab 30 pertanyaan,” tandasnya.
Talakua memastikan, pemeriksaan terhadap anggota DPRD Ambon masih akan terus berlanjut.
Semua Diperiksa
Sebelumnya, Kajari Ambon, Dian Fris Nalle menegaskan semua anggota DPRD Kota Ambon tetap akan diperiksa tim penyelidik Kejari Ambon.
Ia mengatakan, pemanggilan kepada seluruh anggota DPRD Kota Ambon akan dijadwalkan dan disesuaikan dengan agenda dan waktu para wakil rakyat itu.
“Semua anggota DPRD akan kita panggil dan dimintai keterangan. Kita atur waktunya sehingga tidak mengganggu kinerja DPRD,” tandas Kajari kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Rabu (15/12) lalu.
Informasi yang dihimpun di Kejari Ambon menyebutkan, pemanggilan dan pemeriksaan terhadap wakil rakyat itu sudah dijadwalkan sampai dengan tanggal 24 Desember.
Tak Boleh Dihentikan
Kendati pimpinan dan anggota DPRD Kota Ambon mengembalikan kerugian negara sesuai hasil audit BPK, namun Kejaksaan Negeri Ambon harus tetap melanjutkan proses hukum terhadap kasus tersebut.
Hal ini ditegaskan akademisi Hukum Unpatti, Raimond Supusepa, menanggapi infomasi rencana pengembalian uang negara oleh pimpinan dan anggota DPRD Kota Ambon.
Menurut Supusepa, lazimnya dalam tahap penyelidikan, jaksa lebih banyak mengejar kerugian keuangan negara atas suatu tindak pidana korupsi artinya yang dikejar hanyalah unsur kerugian keuangan negara.
“Unsur kerugian keuangan negara itu dalam tahap penyelidikan lalu dibuka ruang untuk ada pengembalian kerugian negara, maka secara logika hukum ketika diuji unsur kerugian negara maka bisa saja dikatakan jika kerugian keuangan negara sudah tidak ada,” ungkap Supusepa kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Minggu (19/12).
Namun, pengembalian kerugian negara jika dilakukan oleh pelaku tindak pidana korupsi sekalipun, tambahnya, tidak akan dapat menghilangkan proses pidana yang sejauh ini telah dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Ambon.
Menurut Supusepa, dalam norma UU tindak pidana korupsi secara jelas ditegaskan jika mengembalikan kerugian keuangan negara akan menjadi hal yang meringankan bagi tersangka dalam putusan hakim.
“Walaupun kerugian keuangan negara sudah tidak ada tetapi kan banyak putusan kemudian menghukum pelaku dengan pidana ringan sebagaimana yang dinormakan dalam Peraturan Mahkamah Agung,” tegasnya.
Lanjutnya, norma yang terkandung dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pemidanaan Bagi Pelaku Tindak Pidana Korupsi telah menjadi acuan jaksa agar tetap menjalankan proses hukum yang telah dilakukan sejak awal dan terkait dengan pengembalian uang negara dapat menjadi hal yang meringankan bagi hakim dalam putusan.
“Proses hukum harus tetap jalan karena telah ada temuan kerugian keuangan negara bahwa nanti ada pergantian uang itu berarti perbuatan korupsi telah selesai maka proses hukum harus tetap jalan,” jelasnya.
Ditambahkannya, berbeda jika belum diproses hukum dan masih dalam pengawasan secara internal oleh BPK, BPKP atau inspektorat maka disitu terdapat peluang pengembalian kerugian keuangan negara tetapi sepanjang sudah ada proses hukum dan ditemukan ada kerugian maka harus diproses.
Sementara itu, praktisi hukum Pistos Noija mengatakan dari tuntutan hukum yang selama ini dipelajari, uang hasil korupsi tersebut harus dikembalikan sebelum ada penyelidikan dan penyidikan bukan ketika diproses baru dikembalikan.
“Kalau sudah masuk dipenyidikan, maka pengembalian uang yang dicuri itu tidak menghapus tindak pidana dan Jaksa harus lanjutkan,” tegasnya.
Dia meminta jaksa konsisten untuk tetap menjalankan kasus tersebut, sebab belajar dari kasus korupsi speedboat di MBD dimana pelaku kejahatan tetap dijadikan tersangka kendati telah mengembalikan uang hasil korupsi secara penuh.
“Jaksa ini satu untuk semua di seluruh Indonesia maka tidak boleh ada tebang pilih maka harus tetap memproses sebab mengembalikan uang negara tidak menghapus pidana maka proses hukum harus tetap jalan tidak boleh tidak,” cetusnya.
Tak Hapus Pidana
Sementara itu, Ketua GMKI Cabang Ambon, Josias Tiven menegaskan, pengembalian uang dugaan korupsi tidak dapat menghapus proses pidana.
Proses serta sanksi pidana terhadap pelaku tindak korupsi yang mengembalikan uang hasil dugaan korupsinya tidak serta merta dihentikan,” ucap Tiven kepada Siwalima melalui telepon seluer, Minggu (19/12).
Menurutnya, jika dalam proses penyelesaiannya yakni mengembalikan uang tersebut maka ada tenggak waktu untuk mengembalikan uang tersebut.
“Kejaksaan Negeri harus transparan dan terbuka terhadap proses pengembalian uang tersebut,” ucapnya.
Ia berharap, hukum harus ditegakan jangan sampai karena kekuasaan lalu penegakan hukum dikesampingkan.
Bahwa dalam mewujudkan tujuan hukum, Kejaksaan Negeri harus bijaksana dalam menangani kasus ini sebab semua orang harus sama dimata hukum.
Beri Efek Jera
Di tempat terpisah, Ketua HMI Cabang Ambon Burhadunin Rombouw mengungkapkan kasus dugaan korupsi seharusnya memberikan efek jera.
Meskipun Informasi yang beredar mengakui bahwa mereka telah mengembalikan uang negara, namun tentunya harus di hukum sesuai proses hukum yang berlaku.
“Kalau memang merugikan negara dan ada indikasi korupsi harus ditindak tegas,” ucapnya.
Kata dia, semua orang sama di mata hukum, sehingga sama jaksa jangan tebang pilih ketika yang diperiksa adalah pejabat publik lantas hukum tidak ditegakkan.
“Jangan karena mereka pejabat publik lalu membedakan kasus mereka dengan orang lain.“Dengan demikian, tambahnya, hukum harus setara dan tidak boleh terjadi tajam ke bawah tumpul ke atas.
Tetap Diproses
Sementara itu kalangan masyarakat kecil juga meminta, Kejari Ambon tetap memproses kasus dugaan korupsi di Sekwan Kota Ambon, kendati telah mengembalikan uang negara. Mereka berharap, jaksa tidak boleh tebang pilih dimana hukum harus berlaku untuk semua masyarakat dan bukan warga kecil saja.
Tiara Rajadwane, salah satu warga Kota Ambon ini mengharapkan, pengembalian uang hasil korupsi tidak dapat menjadi alasan bagi jaksa untuk menghentikan kasus dugaan korupsi tersebut, tetapi kasusnya harus tetap berproses dimana pengembalian uang negara itu bisa menjadi bahan pertimbangan bagi hakim untuk mengurangi tindak pidana yang dilakukan.
“Jangan karena mereka pejabat publik lalu uangnya sudah dikembalikan dan masalahnya korupsi tidak di lanjutkan,” sebutnya saat diwawancarai Siwalima, Minggu (19/12).
Kata dia, pihak kejari harus bersikap tegas, arif dan bijaksana agar independensi dalam menyelidiki kasus ini bisa dilakukan tanpa ada intervensi dari siapapun.
Jemy Matulessy, salah satu tukang ojek meminta jaksa tidak hanya mengejar masyarakat kecil dimana masyarakat kecil yang menjadi korban sementara pejabat publik lolos dari kasus dugaan korupsi.
“Sangat disesali mereka seharus yang menjadi pejabat publik jadi panutan namun mereka melakukan hal-hal yang tidak pantas di contoh,” ucapnya.
Meskipun nantinya pengembalian uang hasil korupsi tetapi itu tidak bisa menghapus pidana yang sudah dilakukan apalagi bukti temuan BPK.
“Sepanjang unsur-unsur tindak pidana korupsi telah terpenuhi maka pelakunya harus ditindak secara hukum. dan penegakan hukum terhadap pelaku Tipikor harus dilakuan sesuai UU tersebut. Jangan tebang pilih dalam menjalankan aturan hukum,” cetusnya.
Senada dengan itu, Jonathan Patty yang berprofesi sebagai tukang becak mengungkapakan proses hukum harus tetap berjalan.
“Kalau kasusnya dihentikan itu berarti ada baku kongkalilong,” katanya dengan dialeg Ambon.
Pada prinsip masyarakat kecil meminta pihak kejaksaan dalam mengusut kasus ini harus bekerja dengan jujur dan adil.
Ia berharap kasus ini tetap berjalan dan para pelaku korupsi dan merasakan akibat dari kejahatan mereka.
Sementara itu, Kasie Intel Kejari Ambon, Djino Talakua yang dikonfirmasi Siwalima mengakui, belum ada pengembalian uang dari pimpinan dan anggota DPRD Kota Ambon.
“Meskipun pemeriksaan sudah dilakukan terhadap mantan Sekretariat DPRD, mantan Sekretaris Kota Ambon dan berbagai pihak lainnya termasuk pimpinan DPRD Kota Ambon namun belum adanya pengembalian uang,” ungkap Talakua kepada Siwalima melalui pesan Whatsapp, Jumat (17/12).
Ditanya jika kerugian negara sudah dikembalikan, apakah kasus ini akan tetap diproses atau dihentikan, Talakua tak mau berkomentar.
Temuan BPK
Dari hasil pemeriksaan BPK, diketahui ada tujuh item temuan yang terindikasi fiktif. Adapun nilai keseluruhan temuan itu kalau ditotal berjumlah Rp5.293.744.800, dengan rincian sebagai berikut, belanja alat listrik dan elektronik (lampu pijar, bateri kering) terindikasi fiktif sebesar Rp425.000.0001,
Temuan tidak saja untuk biaya lampu pijar dan alat listrik, namun biaya rumah tangga pimpinan dewan tak sesuai ketentuan dan ditemukan selisih sebesar Rp690.000.000
BPK dalam temuan menyebutkan, secara uji petik tim pemeriksaan melakukan pemeriksaan atas 4 SP2D, dimana hasil diketahui bahwa realiasai belanja biaya rumah tangga dipertanggungjawabkan dengan melampirkan nota toko dari dua penyedia dimana nota dan kuitansi pembayaran yang dilampirkan melebihi nilai SP2D yang dicairkan.
Selain itu, terdapat banyak ketidaksesuaian nilai antara kuitansi dan nota yang dilampirkan, sehingga secara keseluruhan, terdapat kelebihan nilai nota yang dilampirkan dibandingkan degan total pencairan keempat SP2D sebesar Rp122. 521.000.
Dan ketika BPK melakukan konfirmasi kepada PPK kegiatan pengelolaan rumah tangga pimpinan DPRD, diketahui bahwa realisasi belanja biaya rumah tangga di sekretariat DPRD tidak dilaksanakan seperti yang dibuktikan pada dokumen pertanggungjawaban belanja realisai riil, namun yang dilakukan adalah uang hasil pencairan SP2D untuk belanja biaya RT sepenuhnya dibayarkan kepada masing-masing pimpinan DPRD setuap bulannya.
Dengan kata lain, PPK sama sekali tidak mengetahui rincian pembagian dan besaran yang dibagikan.
Selain itu, belanja biaya rumah tangga sebenarnya direalisasikan secara tunai kepada 3 orang pimpinan DPRD Kota Ambon dengan besaran bulan yang berbeda, untuk Ketua DPRD diserahkan sebesar Rp22.500.000/bulan,Wakil Ketua I dan II sebesar 17.500.000/bulan.
Untuk Wakil Ketua I dan Wakil Ketua II total alokasi dan dalam setahun sebesar Rp690.000.000 (Rp 22.500.000.000 + (2x Rp 17.500. 000.000) x 12 bulan. berdasarkan data tersebut, maka disimpulkan realisasi biaya rumah tangga terindikasi fiktif dan melampirkan bukti pertanggungjawaban yang tidak dapat diakui sebesar Rp690.000.000.
Selain itu, pembayaran biaya RT kepada pimpinan DPRD tidak sesuai ketentuan sebesar Rp420.000.000, dimana hak keuangan dan administrasi pimpinan dan anggota DPRD diatur dalam PP nomor 18 Tahun 2017, termasuk didalamnya mengenai biaya rumah tangga pimpinan.
Dalam PP nomor 18 tahun 2017 disebutkan bahwa, biaya RT masuk ke dalam tunjangan kesejahteraan bagi pimpinan DPRD, namun dijelaskan pula bahwa belanja RT pimpinan hanya boleh diberikan bagi pimpinan yang menggunakan rumah dinas jabatan dan perlengkapannya.
Berdasarkan konfirmasi BPK, dan pemeriksaan atas aset tetap milik sekretariat DPRD, diketahui bahwa pimpian yang berhak hanya ketua DPRD Kota Ambon, sedangkan Wakil Ketua I dan 2 tidak berhak mendapatkan belanja RT, dan karenanya pembayaran atas belanja biaya RT yang dialokasikan kepada Wakil Ketua DPRD tidak sesuai ketentuan sebesar Rp420.000.000 (2xRp17.500.000)x12 bulan. (S-50/S-51)
Tinggalkan Balasan