PEMERINTAH Provinsi Maluku kembali menganggarkan 136 miliar rupiah guna melakukan pembayaran cicilan pokok tahun kedua pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional dari PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI).

Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Pemerintah Provinsi Maluku, Zulkifli Anwar menjelaskan pemerintah Provinsi Maluku memiliki kewajiban untuk membayar cicilan pokok kepada PT SMI hingga tahun 2027.

Berdasarkan kesepakatan antara Pemerintah Provinsi Maluku dan PT SMI maka pembayaran kewajiban cicilan pokok kepada PT SMI masing-masing untuk tahun 2022 dibayarkan sebesar 22 miliar, tahun 2023 hingga 2026 sebesar 136 miliar sedangkan sisanya 106 akan dibayar ditahun 2027.

Kendati harus membayar hutang kepada PT SMI dan juga kewajiban untuk mengakomodir gaji pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja namun Pemerintah Provinsi tetap memperhatikan amanat peraturan perundang-undangan tentang penganggaran dan belanja daerah.

Padahal diketahui, sejak Pemprov Maluku mendapatkan pinjaman dana SMI seperti yang diklaim Pemprov Maluku hanya 683 miliar itu, banyak proyek yang bermasalah.

Baca Juga: Mandeknya Penanganan Korupsi Jalan Rambatu

Sebut saja  proyek air bersih di Pulau Haruku yang menghabiskan dana 13 miliar tetapi tidak tuntas pekerjaannya.

Belum lagi proyek pembangunan talud di Pulau Buru senilai 20 miliar, proyek pengendali banjir di Pulau Buru juga bermasalah. Ada juga proyek pembangunan jalan Waisala-Seri-Kambelu di Kecamatan Huamual Belakang, Kabupaten SBB yang menghabiskan dana dari pinjaman SMI sebesar Rp11 miliar lebih hingga saat ini tak kunjung selesai dikerjakan. Masih banyak proyek yang didanai SMI bermasalah tetapi kewajiban Pemprov Maluku untuk terus membayar hutang.

Proyek yang bermasalah tentunya merupakan tindakan korupsi dsn berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Jenis-jenis tindak pidana korupsi adalah secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara; menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara; memberikan hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut.

Kemudian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Ke­uangan Negara Pasal 3 ayat (1), menyebutkan bahwa Keuangan Ne­gara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

  1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, mengatur bahwa: Pasal 1 angka 22: Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai; Pasal 59 ayat (1): Setiap kerugian negara/daerah yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus segera diselesaikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku;

Pasal 59 ayat (2): Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang dibebankan kepadanya secara langsung merugikan keuangan negara, wajib mengganti kerugian tersebut. (*)