KOMISI Pemilihan Umum menetapkan batas waktu  Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) bagi calon anggota DPRD Provinsi Maluku terpilih pada 27 Agustus mendatang.

Ketua KPU Provinsi Maluku, M. Shaddek Fuad  menjelaskan, calon anggota DPRD Provinsi Maluku terpilih hasil pemilu serentak wajib segera melaporkan LHKPN kepada KPK.

Hal ini sesuai dengan Surat Edaran KPU RI Nomor: 1262/PL.01.9-SDFD/05/2024 Tentang pelaporan LHKPN dalam rangka persiapan penyampaian salinan keputusan calon terpilih untuk pengucapan sumpah janji.

Caleg terpilih yang telah melaporkan harta kekayaan akan mendapatkan tanda terima dari KPK dan selanjutnya diserahkan kepada KPU di masing-masing jajaran paling lambat 21 hari sebelum pelantikan.

Untuk DPRD Provinsi Maluku itu batas waktu sampai 27 Agustus artinya 21 hari sebelum pelantikan maka kita minta segera melaporkan LHKPN kepada KPK.

Baca Juga: Pasar Inflasi Solusi Turunkan Inflasi

Apabila caleg terpilih terpilih tidak menyampaikan tanda terima pelaporan harta kekayaan, maka KPU tidak mencantumkan nama yang bersangkutan dalam penyampaian calon terpilih.

Aturan jelas bagi caleg terpilih yang tidak melaporkan LHKPN maka KPU Maluku tidak akan mengusulkan nama yang bersangkutan ke Kemendagri.

Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara menjadi bagian penting upaya mencegah tindak korupsi. Asas transparansi, akuntabilitas, dan kejujuran para penyelenggara negara menjadi kunci agar mereka terhidar dari menikmati harta yang tidak sah saat menjadi pejabat negara. Tentu, memahami siapa saja pejabat negara yang wajib lapor, prosedur pelaporan, dan manfaat dari LHKPN membuat peserta pelatihan akan memiliki pengetahuan yang utuh.

LHKPN mulai diberlakukan di Indonesia setelah diundangkannya Undang-undang No. 28 tahun 1999. Pelaporan harta kekayaan di Indonesia bukanlah hal yang baru. Sebelum lahir KPK, dan bahkan sebelum Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) berdiri di Indonesia sudah ada kewajiban untuk melaporkan kekayaan bagi pejabat publik. Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, pejabat negara di level tertentu diwajibkan untuk menyampaikan Daftar Kekayaan Pejabat (DKP) kepada atasan masing-masing.

Sementara itu, di era Presiden Soekarno, terdapat Badan Koordinasi Penilik Harta Benda, yang mempunyai hak mengadakan penilikan/pemeriksaan harta benda setiap orang dan setiap badan.

Menurut Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), laporan harta kekayaan setidaknya memuat informasi mengenai aset yang dimiliki pejabat publik, penerimaan dan pengeluaran pejabat publik, penerimaan yang diterima pejabat publik, jabatan baik yang menghasilkan manfaat keuangan atau tidak dan identitas mengenai istri, saudara dan orang-orang yang memiliki hubungan dengan pejabat publik. LHKPN telah berkembang pesat menjadi isu etik dan antikorupsi global.

Pemalsuan yang mungkin dilakukan dalam pelaporan kekayaan bisa berupa menyembunyikan kekayaan tertentu, mengubah asal-usul kekayaan dari yang sebenarnya, dan mengurangi nominal kekayaan tertentu secara sepihak. Karena pelaporan kekayaan dilakukan melalui suatu formulir resmi yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang, maka pemalsuan terhadap laporan kekayaan masuk dalam kategori pemalsuan surat. Tindak pidana pemalsuan surat sesungguhnya telah diatur dalam KUHP Pasal 263 ayat 1 KUHP.

Kewajiban lapor kekayaan diyakini penting oleh banyak negara sebagai media meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pejabat dan lembaga publik, serta untuk mendukung tercapainya tujuan pemberantasan korupsi yang efektif. Mekanisme pelaporan kekayaan adalah media yang memungkinkan pengawasan kejujuran, integritas, dan deteksi kemungkinan adanya tindakan memperkaya diri secara ilegal oleh pejabat publik. (*)