AMBON, Siwalimanews – Warga Gereja Protestan Maluku (GPM) berharap Sidang Sinode ke-38 yang akan ber­langsung 7-14 Feb­ruari mendatang ge­larannya harus  sesuai aturan orga­nik yang berlaku di GPM.

Salah satu warga gereja senior, Pendeta Emeritus Piet Leiwaka­bessy mengatakan, aturan gereja tidak boleh ditabrak sesuka hati dalam persidangan Sinode GPM, karena sidang sinode merupakan proses dimana roh kudus bekerja untuk mencari pemimpin GPM yang berdedikasi tinggi dan bukan pemimpin yang asal memimpin dengan berbagai kepentingan.

“Gereja tetap gereja yang harus menjaga kekudusan. Sidang Sinode ini aturan gereja tak boleh ditabrak. Tidak boleh ada istilah aklamasi, ka­rena gereja adalah proses roh yang bekerja. Kalau aklamasi namanya absolut otoriter yang hanya bisa kita dapat di zaman purbakala. Saat ini kita ada dalam era mileneal. Kepada peserta yang nanti bersidang harus membuka ruang kepada warga gereja yang dinilai berpotensi dan berdedi­kasi kepada lembaga GPM,” kata Leiwakabessy kepada Siwalima di Ambon, Sabtu (23/1).

Menurutnya, pemimpin GPM lima tahun mendatang harus betul-betul punya pandangan dan visi memba­ngun GPM yang lebih baik lagi. Tidak boleh menggunakan sistem kroni-kroni, sistem kabinet berdasar­kan like and dislike. Jika ini terjadi di tubuh GPM, niscaya GPM akan terkikis akibat egoisme pemimpin.

“Siapapun boleh maju tetapi harus dikonfrontir peraturan pokok GPM, didalamnya ada peraturan organik misalnya MPL diteliti batas usianya. Membahas batas usia 40-65 tahun. 65 tahun untuk dosen ka­rena secara fungsional dia menja­lan­kan tugas, tetapi peraturan organik gereja jelas. 56 tahun pensiun bagi pendeta dan non pendeta pensiun 58 tahun. pendeta pensiun memang tidak dibicarakan SK-nya tetapi dibicarakan masa pensiun,” tandas Leiwakabessy.

Baca Juga: Kantor Satpol SBT Masih Dipalang, Kasat Menghindar

Ia mengingatkan anggota sidang jangan merekayasa aturan untuk kepentingan meloloskan kriteria seseorang dan mengorbankan yang lain. “Sebagai warga gereja, saya mau mengingatkan bahwa ada pendeta yang sudah pensiun 2019-2020. Kalau saja nanti ada calon dari pendeta yang sudah pensiun dita­hun 2019-2020, ini sangat bertenta­ngan dengan aturan yang berlaku di organik GPM. Ini soal asas ke­adilan, asas kebenaran dan asas kema­nusiaan. Para pendeta yang sudah pensiun bisa menuntut dikem­balikan hak mereka. Kenapa? aturan yang berlaku bukan berbicara orang perorang. Aturan ini secara kolektivitas membicarakan kepenti­ngan organisasi didalam nya ada orangnya,” beber Leiwakabessy.

Dalam bersidang nantinya, Leiwa­kabessy berharap tidak ada calon tunggal. GPM tambahnya memiliki figur-figur berpotensi dan mum­puni. GPM lanjut Leiwakabessy saat ini menampung generasi de­ngan sumber daya manusia yang berkualitas.

“280 peserta dari 44 Klasis di Ma­luku dan Malut sistemnya one man one vote atau satu orang satu suara dan bukan one delegate one vote atau satu delegasi satu suara. Si­dang ini presbiter. Sidang presbiter itu penatua juga punya tanggung jawab sebab disitu yang namanya pelayan khusus GPM tidak bilang satu pen­deta. Pendeta, penginjil, penatua, diaken. Jadi mari selaku warga GPM kita berikan pencerahan yang baik. Gereja ini sudah tua, sudah 86 tahun. Jangan kita berfikir kekanak-kana­kan, sehingga kita tidak dewasa dalam bergereja dan berorganisasi,” pinta Leiwakabessy.

Ia juga menyinggung para pihak yang bersidang untuk melihat dan menyikapi masalah-masalah internal gereja seperti masalah keuangan dan lain sebagainya. Hal ini agar  tidak meninggalkan bara api untuk kepemimpinan berikutnya.

“Contoh masalah keungan karena keungan merupakan masalah krusial yang tidak terpecahkan. Kemungki­nan ada sindikat didalamnya dan sin­dikat harus dikikis habis oleh sidang ini. Supaya dibuka secara transpa­ransi, sehingga warga gereja bisa tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan keuangan gereja. Di sisi lain supaya pemimpin gereja kedepan tidak lagi memikul beban yang sama dan terjadi penipuan. Ini gereja Ka’bah Allah yang kudus yang kita harus jaga ke­suciannya. Orang-orang kerja juga didalamnya harus orang yang suci  dan bersih,” tegas Leiwakabessy.

Belum Ada Pengganti Werinussa

Sebelumnya, Ketua Klasis Kota Ambon Pendeta Nick Rutumalessy yang juga merupakan tuan rumah dari Sidang Sinode sesumbar sampai saat ini belum ada figur pengganti Pendeta Ates Werinussa.

“Memang pasti pada waktunya akan muncul sejumlah nama yang berkeinginan mencalonkan diri. Tapi sampai hari ini belum terpantau siapa-siapa yang menguat,” kata Rutumalessy kepada Siwalima di depan Gedung Gereja Maranatha Ambon, Rabu (6/1).

Para kandidat ungkap Rutuma­lessy akan bermunculan setelah sidang Sinode berlangsung. Untuk saat ini belum terlihat, nantinya saat awal-awal masa persiapan sidang.

“Iya, biasanya disaat hari “H” akan muncul calon,” tandasnya.

Rutumalessy menegaskan, meski ada calon yang sudah dipilih pun, panitia tetap tidak memiliki kewena­ngan untuk memberitahukan itu kepada media.

“Iya memang, biasanya titik kul­minasi dari persidangan sinode itu adalah soal pergantian kepemimpi­nan tapi sampai dengan hari ini sebagai panitia, kita tidak punya kewenangan untuk mempercayakan siapa figurnya artinya kita cuma diberi kewenangan untuk melakukan teknis persidangan,” tegasnya.

Dijelaskannya, proses persida­ngan nantinya akan dilaksanakan secara virtual mengingat sampai dengan saat ini, wabah Covid-19 masih belum usai di Kota Ambon, sehingga pelaksanaan protokol ke­sehatan harus terus dilakukan untuk menghindari munculnya klaster baru akibat dari kegiatan dimaksud.

Sebagaimana diketahui, Sidang Sinode ke 38 ini akan digelar di dua lokasi yakni Gereja Maranatha untuk peserta biasa dan peserta luar biasa di Baileo Oikumene. Seperti yang diberitakan sebelumnya, Kla­sis GPM Kota Ambon menjadi tuan rumah dan akan berlangsung de­ngan protokol kesehatan yang ketat.

“Panitia siap melakukan tanggung jawab penting tanggal 7-14 Februari mendatang,” kata Ketua Panitia Sidang Sinode GPM ke-38, Toni Pa­riela kepada wartawan saat membe­rikan keterangan pers, didampingi Ketua Klasis Kota Ambon, Pendeta N J Rutumalessy, Rabu (16/12).

Pariela menjelaskan, sidang si­node ke-38 merupakan perwujudan dari konsolidasi gereja dalam kaitan dengan berakhirnya masa tugas Majelis Pekerja Harian Sinode GPM periode tahun 2015-2020.

Peserta yang akan hadir pada sidang sinode sebanyak 457 orang. Terdiri atas peserta biasa berjumlah 280 orang yang berasal dari 34 klasis. Masing-masing klasis seba­nyak 8 orang, ditambah peserta luar biasa sebanyak 3 orang dari setiap klasis.

Selain itu, dari unsur Majelis Pe­kerja Harian Sinode GPM sebanyak 9 orang, ditambah dengan peserta luar biasa yang berasal dari badan pembantu dalam lingkungan sinode sebanyak 71 orang serta utusan GPM Jakarta dan unsur PGI.

“Sedangkan untuk urusan dari luar negeri kemungkinan besar tidak dapat hadir karena pandemi Covid-19,” ujar Pariela.

Untuk mencegah penyebaran Covid-19, kata Pariela, panitia telah menyusun SOP dalam mengimple­mentasi protokol kesehatan sejak peserta tiba di Kota Ambon, regi­strasi, penempatan di hotel maupun dalam aktivitas persidangan.

“Tentu bekerjasama dengan sa­tuan tugas penanganan Covid-19 Kota Ambon,” ujarnya lagi.

Pariela mengungkapkan, seba­nyak 280 peserta biasa akan melaku­kan persidangan di Gedung Gereja Maranatha. Sedangkan peserta luar biasa akan mengikuti secara virtual dari Gedung Baileo Oikumene.

Lanjutnya, untuk sidang komisi-komisi akan berlangsung secara ter­pisah, dan telah disiapkan 9 gedung gereja untuk meminimalisir keru­munan. Gedung gereja itu diantara­nya Maranatha, Gereja Silo, Gereja Bet­hania, Gereja Josep Kam, Gereja Imanuel Karang Panjang, Gereja Hok Im Tong, Gereja Nazaret dan dan Gedung Gereja Syalom. (S-32)