Warga Demo Desak Gubernur Cabut Izin GMI
AMBON, Siwalimanews – Gubernur Maluku, Murad Ismail kembali didemo. Kali ini puluhan warga yang tergabung dalam Aliansi Taniwel Raya (Antara) mendatangi kantor gubernur, Senin (28/9) mendesak wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) PT Gunung Makmur dicabut.
Dalam orasi mereka menegaskan, eksplorasi tambang batu marmer yang dilakukan PT. Gunung Makmur Indah (GMI) di wilayah Kecamatan Taniwel, Kabupaten Seram Bagian Barat telah merusak hutan adat masyarakat setempat dan membawa dampak buruk bagi warga Negeri Taniwel, Kasie, Nuhukai, Pasinalo dan sejumlah negeri lainnya.
Massa dibawah pimpinan Koordinator Lapangan, Reimond Nauwe dan Matayone Harun itu, tiba di pintu pagar samping kantor gubernur, Jalan Raya Pattimura sekitar pukul 13.35 WIT.
Mereka datang membawa sejumlah spanduk yang bertuliskan, jangan hancurkan tempat-tempat sakral kami kehadapan PT GMI, mahasiswa Taniwel Raya menolak PT GMI mencuri hasil tambang masyarakat Taniwel, jual tanah hilang nyawa, gubernur cinta investasi masyarakat adat hilang harga diri, tolak tambang di Taniwel, save Taniwel.
“Jadi kedatangan kami kesini hanya untuk mendesak gubernur agar segera menginstruksikan kepada Bupati SBB untuk menindaklanjuti surat-surat pembatalan rekomendasi yang diberikan kepada PT. GMI serta wilayah izin usaha pertambangan di wilayah Kecamatan Taniwel,” teriak Harun Matayane dalam orasinya.
Baca Juga: Jadi Penjabat di MBD, Lohy Disambut Upacara AdatKata dia, PT GMI belum memiliki izin pertambangan, tetapi mereka sudah beroperasi. “Kita dengan tegas menolak keberadaan PT GMI,” tegas Matayane.
Harun mengatakan, masyarakat Taniwel tidak anti investasi. Investasi di suatu daerah itu penting, namun mengapa harus masyarakat yang dikorbankan.
“Kenapa tambang yang diinvestasi, kenapa pemerintah daerah tidak bisa berusaha untuk menaikan harga cengkeh dan pala untuk mensejahterakan masyarakat, kenapa harus tambang, ada apa,” ujarnya kesal.
Kurang lebih satu jam berorasi, barulah Kepala Dinas ESDM Provinsi Maluku, Fauzan Khatib, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Maluku, Roy Siauta dan Kepala Kesbangpol Maluku, Habiba Saimima mengizinkan para pendemo masuk bertemu mereka di pintu masuk lobi kantor gubernur.
Koordinator Lapangan, Reimond Nauwe kemudian membacakan tuntutan mereka yakni, pertama meminta Pemprov Maluku menghargai kedaulatan atas hak-hak masyarakat adat Kecamatan Taniwel.
Kedua, menolak dengan tegas berbagai upaya eksploitasi di ulayat masyarakat adat di Kecamatan Taniwel. Ketiga, mendesak Gubernur Maluku segera mencabut dan atau menerbitkan surat pembatalan rekomendeasi yang diberikan kepada PTGMI tentang WIUP.
Keempat, mendesak gubernur Maluku agar segera menginstruksikan kepada bupati SBB untuk menindaklanjuti surat-surat pembatalan rekomendasi yang diberikan kepada PT GMI tentang WIUP.
Kelima, mendesak DPRD Maluku untuk segera mendesak Bupati SBB menghentikan segala bentuk izin usaha pertambangan yang ada di wilayah Kecamatan Taniwel. Keenam, meminta DPRD mengawal seluruh aspirasi masyarakat Taniwel yang telah disampaikan.
Setelah tuntutan pendemo, Fauzan Khatib menjelaskan, PT GMI telah mengusulkan WIUP ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PM-PTSP) untuk usaha batu marmer.
“Mereka sudah mengantongi rekomendasi izin usaha pertambangan dari bupati SBB dan untuk WIUP sementara diproses selanjutnya pemerintah provinsi akan mengeluarkan izin eksplorasi pertambangan,” jelas Khatib.
Sementara Kadis Lingkungan Hidup Provinsi Maluku, Roy Siauta mengatakan pembatalan izin Amdal perusahan tersebut tidak bisa serta merta dilakukan.
Olehnya itu, dia meminta agar pendemo bisa menyampaikan data kepada pemerintah sebagai masukan untuk dibahas.
“Nanti kita akan melakukan rapat dengan pihak perusahaan, saya janji kita akan mencari waktu agar dalam pertemuan itu teman-teman dari masyarakat Taniwel harus ada. Kalau kalian bilang batalkan maka itu bisa jadi masukan dalam sidang amdal agar prosesnya kita batalkan,” ujar Siauta.
Selain itu, kata Siauta, kalau seluruh masyarakat Taniwel menolak beroperasinya tambang marmer juga akan disampaikan ke gubernur untuk ditindaklanjuti.
“Semua masukan yang disampaikan akan kita sampaikan ke pak gubernur, dan tetap akan kita tindaklanjuti,” tandasnya.
Pendemo mengancam akan kembali melakukan aksi yang lebih besar, kalau tuntutan mereka tidak ditindaklanjuti.
Aksi di DPRD
Sebelum mendatangi kantor gubernur, mereka lebih dulu melakukan aksi demo di Kantor DPRD Maluku.
Tuntutan yang disampaikan sama. Mereka menolak aktivitas penambangan PT GMI di Kecamatan Taniwel.
“Masyarakat adat di Kecamatan Taniwel mulai dari Desa Taniwel, Kasieh hingga Nukuhai dan wilayah sekitarnya menolak aktivitas kegiatan di hutan yang merupakan hutan adat dan hak ulayat masyarakat adat setempat. Ingat sesuai dengan keputusan MK Nomor 35/UUP-X/2012 tentang Hutan Adat bukan hutan negara,” tegas koordinator aksi Remon Nauwe, saat berorasi di depan Kantor DPRD Maluku.
Nauwe meminta DPRD segera mendesak Bupati SBB menghentikan segala bentuk izin usaha pertambangan yang ada di wilayah Kecamatan Taniwel.
“DPRD harus mengawal seluruh aspirasi masyarakat Taniwel dengan mendesak Bupati SBB stop berikan izin usaha, karena wilayah itu hak ulayat masyarakat adat, bukan pemerintah,” tandasnya.
Setelah berorasi beberapa menit, para demonstran ditemui Wakil Ketua DPRD Maluku, Melkias Sairdekut didampingi Ketua Komisi III Saudah Tethol dan Hengky Pelata.
Di hadapan mereka, Remon Nauwe membacakan dua point tuntutan mereka, yakni pertama, meminta Pemprov Maluku mencabut WIUP yang diberikan kepada PT GMI.
Kedua, meminta DPRD Provinsi Maluku mendesak Bupati SBB menghentikan segala bentuk perizinan usaha pertambangan yang ada di wilayah Kecamatan Taniwel.
Usai membacakan, Nauwe kemudian menyerahkan tuntutan mereka kepada Wakil Sairdekut.
Sairdekut berjanji akan memanggil Dinas ESDM dan Dinas Kehutanan untuk pertanyakan masalah ini.
“Prinsipnya aspirasi dari aksi ini kita terima dan kita tindak lanjuti lewat rapat dengan seluruh pimpinan DPRD, selanjutnya kita akan agendakan untuk panggil dinas terkait dalam hal ini Dinas ESDM dan Dinas Kehutanan untuk tanya persoalan ini,” janji Sairdekut.
Usia mendengar pernyataan Wakil Ketua DPRD, mereka membubarkan diri menuju kantor gubernur. (S-39/S-45)
Tinggalkan Balasan