AMBON, Siwalimanews – Walikota Ambon, Richard Louhenapessy diteriaki jangan tidur dan pemalas oleh demonstran dari Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) dan para pedagang di Kota Ambon, Senin (29/6).

Aksi demo yang dilakukan HMI dan pedagang tidak mem­per­dulikan situasi pemberlakuan pembatasan sosial bersakala be­sar (PSBB). Mereka nekat mene­robos berikade petugas PSBB.

Bagi mereka, PSBB tidak beda dengan pembatasan sosial ber­skala regional (PSBR) atau pem­batasan kegiatan masyarakat (PKM). Toh, selama pandemi Covid-19, kebijakan Walikota jauh dari harapan dan tidak pernah menjamin pemenuhan kebutuhan masyarakat khusus­nya pedagang dan masyarakat kecil.

Pantauan Siwalima, pendemo berupaya untuk masuk ke dalam Balai Kota menemui walikota. Na­mun sayangnya dihadang pu­luhan aparat kepolisian dan Satpol PP. Alhasil, mereka berteriak walikota jangan tidur, walikota pemalas.

“Katong tahu pak Walikota, Richard Louhenapessy pamalas, bangun tidor saja sudah telat, bahkan mas­yarakat su setengah mati. Jadi biar seng ada walikota izinkan kita masuk baik-baik untuk sampaikan orasi kita,” teriak orator Muammad Akbar Kelian dalam orasinya.

Baca Juga: Brimob Maluku Kembali Berbagi dengan Masyarakat

Di kesempatan itu pendemo me­ngancam, jika walikota tidak menemui mereka, aksi yang sama akan berlanjut dengan massa yang lebih banyak. Bahkan pihak HMI berjanji akan melakukan aksi pe­malangan terhadap Balai Kota Ambon agar tak ada lagi aktivitas di kantor tersebut.

“Kita pasti balik ke sini dan palang ini kantor walikota kalau dong seng izinkan kita masuk. Dong seng per­caya catat besok beta sandiri bawa kayu rep paku dengan martelu (mar­til) lalu paku ini kantor,” tandas Kelian.

Ancaman ini disampaikan pihak mahasiswa bukan tanpa alasan, sebab berkali-kali mereka melakukan negoisasi dengan aparat kepolisian serta Satpol PP untuk meminta ma­suk ke halaman Balai Kota guna menyampaikan aspirasi, tapi tak juga diizinkan masuk.

Sebelumnya, terjadi aksi saling tarik menarik pintu gerbang utama Balai Kota antara mahasiswa dan para petugas kepolisian serta satpol PP, namun karena pihak polisi dan satpol tetap mengamankan demo de­ngan cara yang humanis dan tak mau terlibat bentrok, pintu pagar berhasil dibuka oleh  mahasiswa. Namun lagi-lagi mereka gagal masuk, sebab disaat pintu pagar terbuka aparat gabungan yakni kepolisian dan Sat­pol sudah berdiri menghadang pendemo.

Suasana sempat memanas antara pihak kepolisian dan Satpol PP yang berjaga dengan para pendemo, lantaran mereka berusaha untuk masuk menerobos pagar hidup yang dibuat aparat keamanan.

Melihat kondisi yang tak terken­dali­kan, akhirnya aparat kepolisian membuat pagar hidup yang terdiri dari barisan polwan. Keberadaan pu­luhan polwan berhijab yang ber­ganti menjadi pagar hidup, pendemo akhirnya tak lagi mencoba mene­robos masuk, namun kemudian kem­bali melakukan negoisasi dengan pihak kepolisian.

“Izinkan kita masuk baik-baik, jangan buat kita baku dorong de­ngan ibu-ibu polwan cantik dong nanti seng enak. Pak polisi izinkan kita masuk di dalam sampaikan aspirasi kami,” teriak para pendemo.

Pendemo mengaku, jika walikota tak mau menemui mereka tak masalah, namun izinkan mereka untuk masuk sampaikan tuntutan mereka kepada pejabat siapapun yang ada.

Lantaran tak juga diizinkan, akhir­nya Ketua Umum HMI Burhanudin Rumbou membacakan 8 tuntutan mereka di depan gerbang Balai Kota Ambon. Delapan tuntutan itu yak­ni, pertama, meminta transparansi efektivitas dana  Rp 20 miliar lebih yang sudah dikeluarkan oleh pemkot dalam penanganan Covid-19.

Kedua, meminta pertanggung­jawaban pelaksanaan PSBB dan jaminan kebijakan pemkot untuk menjamin kebutuhan masyarakat terkhusus para pedagang dan mas­yarakat kecil di Kota Ambon.

Ketiga, meminta rekapitulasi dan transparansi data dari Tim Gugus Covid-19 terkait jumlah pasien yang terkonfirmasi Covid-19 sampai hari ini.

Empat, meminta pertanggungja­wa­ban penanganan pasien covid Hayan Keiya (HK) yang divonis meninggal karena Covid-19 secara terperinci. Lima, meminta pertang­gung­jawaban pihak kepolisian de­ngan adanya penagkapan dan pene­tapan tersangka keluarga korban yang divonis Covid 19 pada kasus perebutan jenazah.

Enam, meminta Walikota Ambon menindak Kadisperindag tentang pungutan uang dan pajak dari pedagang yang masih terus ditagih di pasar. Apabila tidak ditindak lanjuit, maka kami akan usut tuntas hingga berikan sanksi tegas peme­catan terhadap para pelaku pemu­ngutan uang dari pedagang.

Tujuh, demonstran mendesak Wali­kota Ambon menindaklanjuti Kadis Perhubungan tentang tata kelola transportasi umum dan pemu­ngutan pajak transportasi umum.  Delapan, apabila tidak bisa ditindak lanjuti maka kami akan mengusut tuntas hingga pencopotan dari jabatannya.

Usai membacakan tututan terse­but, para pendemo kemudian ber­pindah ke depan kantor Gubernur Maluku, untuk melanjutkan aksi mereka. (Mg-5/S-39/S-45)