AMBON, Siwalimanews – Penyelidik Kejaksaan Tinggi Maluku terus menggali bukti mangkraknya proyek pembangunan rumah khu­sus milik Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan (BP2P) Maluku.

Proyek pembangunan rumah khusus ini disiapkan untuk aparat TNI dan Polri, di daerah rawan konflik, yang tak tuntas dikerjakan sejak tahun 2016 di Kabupaten Maluku Tengah dan Kabupaten Seram Bagian Barat sebesar Rp6,3 miliar.

Untuk membuktikan hal itu, tim penyelidik memeriksa lima saksi masing-masing AP selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) DS sebagai Direktur CV. Karya Utama selaku penyedia, JN, Direktur CV. Prima Konsultan selaku konsultan pengawas, IM selaku Bendahara BP2P dan NMH selaku anggota panitia penerima hasil pekerjaan.

Pemeriksaan dilakukan Senin (22/1) oleh tim jaksa penyelidik Bidang Pidsus Kejati Maluku.

Demikian diungkap Plt Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Aizit P Latuconsina dalam rilisnya kepada Siwalima.

Baca Juga: Komisioner Ditahan, KPU Minta Petunjuk KPU RI

Menurutnya, tim jaksa penyelidik masih terus melakukan pendalaman untuk mengungkap dugaan tindak pidana korupsi dalam pekerjaan pembangunan rumah khusus BP2P Maluku tahun 2016.

“Perkembangan mengenai pena­nganan perkara ini akan diiinforma­sikan selanjutnya,” ujar singkat Aizit.

Korupsi Nyata

Terpisah praktisi hukum Ronny Samloy mengapresiasi langkah kejaksaan yang sudah mulai menggali bukti terkait proyek mangkar pembangunan rumah khusus bagi aparat TNI dan Polri pada daerah konflik.

Menurutnya, mangkraknya proyek ini indikasi korupsi sudah nyata sehingga baik kuasa peng­guna anggaran, pejabat pembuat komitmen maupun kontraktor pelaksana harus diperiksa, karena mereka dinilai bertanggung jawab.

Dia menyayangkan proyek pembangunan rumah khusus bagi aparat TNI dan Polri itu tidak selesai, padahal proyek itu sangat vital. Karena aparat yang bertugas ber­fungsi menjaga kondisi keamanan dan ketertiban pada wilayah rawan konflik.

Dia memberikan dukungan bagi tim penyelidik Kejati Maluku agar kasus ini bisa tuntas dan siapapun yang diduga terlibat harus bertang­gungjawab secara hukum.

“Saya sebagai praktisi hukum memberikan dukungan bagi kejak­saan dan ini indikasi korupsinya nyata proyek 6,3 miliar mangkrak, KPA, PPK, kontraktor harus ber­tang­gung jawab,” tegasnya saat diwawancarai Siwalima melalui sambungan selulernya, Senin (22/1) malam.

Dia berharap kasus ini menjadi skala prioritas dari Kejati Maluku agar bisa dituntaskan sampai ke pengadilan.

“Saya berharap kasus ini bisa menjadi skala prioritas Kejati Maluku, apalagi sejumlah saksi sudah diperiksa dalam proses penyelidikan ini, dan jika indikasinya kuat maka segera ditingkatkan ke penyidikan,” tandasnya.

Ditambahkan, Maluku menjadi salah satu provinsi yang rentan terkena konflik batas tanah dan lain sebagainya, perumahan khusus bagi TNI Polri sangat penting sehingga Kejati Maluku mesti menjadikan kasus ini salah satu prioritas.

“Kita tahu di Maluku kerap terjadi konflik antar desa soal batas tanah. Mengingat begitu rawan, sehingga pemerintah menyiapkan anggaran itu kepada aparat TNI/Polri guna mengantisipasi konflik, namun sangat disayangkan anggaran tersebut disalahgunakan,” kritiknya lagi.

Dia meminta Kejati bergerak cepat menuntaskan kasus ini dan menjerat pihak-pihak yang diduga terlibat, supaya ada efek jerah.

Tujuh Tahun Mangkrak

Diberitakan sebelumnya, Kejak­saan Tinggi Maluku membidik proyek pembangunan rumah khusus bagi aparat TNI dan Polri di daerah rawan konflik, yang tak tuntas dikerjakan sejak tahun 2016.

Padahal, proyek milik Balai Pelaksana Penyedia Perumahan (BP2P) Maluku di Kabupaten Maluku Te­ngah dan Seram Bagian Barat tersebut, sudah menghabis­kan anggaran Rp6,3 miliar.

Meski menelan biaya yang sangat fantastis, ternyata pembangunan rumah khusus TNI dan Polri tersebut hingga kini tak mampu diselesaikan alias terbengkalai.

Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Wahyudi Karabe yang dikonfirmasi Siwalima membenarkan pihaknya membidik kasus tersebut.

Kata Wahyudi, tim penyidik Kejati Maluku telah selesai melakukan telaah pembangunan rumah khusus bagi aparat TNI dan Polri di daerah rawan konflik Kabupaten SBB dan Malteng.

Menurutnya, pihak intel Kejati Maluku telah melimpahkan pena­nganan proyek pembangunan rumah khusus milik yang dulunya dikerjakan Satuan Kerja Satuan Kerja Non Vertikal Maluku, yang kemu­dian berganti nama menjadi BP2P Maluku ini ke pidana khusus.

Kareba menegaskan, Kejati dalam penyelidikan kasus ini menemukan adanya bukti-bukti sehingga telah dilimpahkan penanganannya dari intelijen ke pidana khusus.

“Dugaan tipikor pembangunan rumah khusus Kabupaten SBB dan Malteng tahun anggaran 2016 pada dinas SKNV yakni Penyediaan Perumahan Provinsi Maluku atau sekarang yang disebut namanya BP2P Provinsi Maluku tahun anggaran 2016,  dari nilai proyek sebesar Rp6,3 Miliar.

Pembangunan perumahan itu dibangun untuk aparat Keamanan TNI Polri di lokasi-lokasi daerah rawan konflik antar di kabupaten Malteng dan SBB,” ujarnya kepada Siwalima pekan kemarin.

Proyek pembangunan rumah khusus di Kabupaten SBB, lanjut Kareba berada di Desa Iha, Luhu, Siaputih, Tanah Goyang, Desa Lisabata kolo, Elpaputih, Samasuru, dan Desa Loki.

Sementara di Kabupaten Maluku Tengah, proyek pembangunan rumah khusus bagi TNI dan Polri itu berada di Desa Mamala dan Morela.

Mirisnya, kata Kareba, pihaknya menemukan proyek pembangunan rumah khusus ini pada beberapa desa di Kabupaten SBB maupun Malteng hanya dibangun pondasi saja dan ada juga yang tidak sama sekali, padahal anggarannya telah cair 100 persen.

“Nah dari pembangunan rumah di lokasi-lokasi tersebut, sekian rumah tidak selesai dikerjakan bahkan ada di beberapa lokasi tidak dibangun sama sekali, dan juga ada di lokasi yang hanya di desa tertentu yang hanya pondasi saja. Sementara untuk pembangunan proyek tersebut sudah pencairan 100%,” ungkap Kareba.

Kareba kembali menegaskan, penanganan penyelidikan dari Intel ke Pidsus sudah pasti ada bukti dan fakta yang cukup, sehingga kasus ini dilanjutkan ke tahapan beri­kutnya.

Menurutnya, pihak Kejati Maluku telah memeriksa sejumlah pihak dalam tahap diantaranya sekarang kepala Balai BP2P inisial JLP serta pihak-pihak terkait lainnya yaitu PPK yang dimintai klarifikasi, rekanan, kuasa direktur, konsultan pengawas dan staf BP2P.

“Pada dasarnya penyidik ketika melimpahkan karena ada cukup alat bukti, nah dalam kasus ini pihak-pihak terkait yang dipanggil saat penye­lidikan di tingkat bidang intel untuk dimintai klarifikasi yaitu kepala Satker SNPT Atau sekarang kepala Balai BP2P inisial JLP, serta pihak-pihak terkait lainnya yaitu PPK yang dimintai klarifikasi, rekanan, kuasa direktur, konsultan pengawas dan staf BP2P,” sebutnya. (S-05)