AMBON, Siwalimanews – Guna mengusut tuntas pe­ngerjaan proyek Bron­jong di Kabupaten Maluku Barat Daya, penjabat Dinas Kehutanan Maluku diminta kooperatif.

Praktisi Hukum, Hendry Lusikooy menjelaskan, se­tiap pejabat pemerintah yang diundang atau dipa­nggil aparat penegak hu­kum terkait dengan peng­usutan kasus dugaan korupsi, maka wajib koo­peratif dengan memenuhi panggilan penyidik.

“Dari aspek pemerin­tahan mestinya Plt Kepala Dinas Kehutanan dan yang lain kalau dipanggil harus hadir sebagai bentuk me­ng­hormati hukum artinya, harus kooperatif dalam mengungkapkan kasus yang sedang diusut,” ung­kap Lusikooy saat diwa­wancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Selasa (12/12).

Menurutnya, jika dipanggil secara patut tetapi tidak hadir dan menghindar maka tentu akan menjadi pertanyaan publik ada apa dibalik ditindak hadiran memenuhi panggilan penyidik.

Kehadiran para pejabat Dinas Kehutanan sangat dibutuhkan oleh penyidik guna dilakukan kla­rifikasi terhadap laporan dugaan korupsi proyek bronjong, sebab sebagai pemilik proyek maka Dinas Kehutanan dianggap menge­tahui.

Baca Juga: Pansus DPRD Mulai Jaring Aspirasi

Lanjutnya, jika proses peng­usutan telah masuk dalam tahapan penyidikan maka penyidik harus mengambil tindakan tegas dengan memanggil paksa para saksi agar proses hukum tetap berjalan.

“Kita meminta Direskrimsus Polda Maluku dapat bertindak tegas memanggil pihak yang berkepentingan untuk memberikan keterangan, agar jelas apa yang terjadi dapat terungkap,” jelasnya.

Selain itu, Ditreskrimsus Polda Maluku lanjut Lusikooy, juga harus tranparan dengan kasus yang sedang tangani sebab menyang­kut uang masyarakat.

Terpisah, Praktisi Hukum Alfaris Laturake juga meminta para peja­bat Dinas Kehutanan yang dipa­nggil penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku agar kooperatif.

Dijelaskan, pemanggilan yang dilakukan penyidik bertujuan agar membuat terang perkara yang sedang diusut sehingga dapat ditemukan pelakunya.

“Kalau memang dipanggil maka siapapun dia harus kooperatif dan membantu penyidikan, agar kasus ini ada kepastian dan tersangka dapat ditemukan,” tegasnya.

Laturake menegaskan jika dipa­nggil secara patut tidak hadir maka sesuai SOP dapat dilakukan panggil paksa sepanjang proses hukum tersebut telah masuk dalam tahapan penyidikan.

Polisi Panggil Ulang

Penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku akan memanggil ulang Kepala Dinas Kehutanan Maluku Haikal Baadila yang mangkir diperiksa pekan kemarin.

Polisi menduga pembangunan gully plug (bronjong) milik Dinas Kehutanan Maluku yang tersebar di empat desa di Pulau Moa, tak tepat sasaran lantaran dibangun di kali mati.

Pembangunan bronjong yang dibangun menggunakan APBD Maluku tahun 2022 senilai Rp3,5 miliar, berada di kali mati yang bu­kan merupakan lokasi banjir dan longsor.

Penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku kembali akan memanggil Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Maluku Haikal Baadila dan Mansur Umar selaku penyedia atau pihak ketiga yang mengerjakan proyek tersebut.

Kepala Dinas Kehutanan, Haikal Baadila dan Mansur Umar selaku diketahui tidak hadir memenuhi panggil penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku pada Rabu (6/12) untuk dimintai keterangan terkait proyek bronjong tersebut.

“Akan panggil ulang,” jawab Direskrimsus Polda Maluku, Kom­bes Harold Huwae kepada Siwa­lima, Jumat (8/12).

Huwae enggan berkomentar lebih jauh soal proyek tersebut karena masih dalam proses penyelidikan.

Tak Tepat Sasaran

Sementara itu, sejumlah sum­ber yang berhasil ditemui Siwalima pada beberapa desa di Pulau Moa mengaku bronjong tersebut diba­ngun di kali mati dan diduga tidak tepat sasaran, serta tidak sesuai dengan harapan masyarakat.

Pembangunan bronjong itu dibiayai APBD Maluku tahun 2022, milik Dinas Kehutanan, meliputi empat desa, yaitu Desa Pati, Toun Wawan, Kaiwatu dan Desa Klis, di Kecamatan Moa, dengan satu mata anggaran saja.

Sumber Siwalima di Desa Kai­watu membenarkan ada pekerjaan bronjong di Desa Kaiwatu tahun 2022 lalu.

Menurut dia, proyek bronjong dibangun di kali mati, bukan di wilayah pemukiman warga

“Lokasi bronjong itu di kali mati. Memang pada saat hujan kali itu hener, tapi tidak meluap dan membahayakan. Kenapa tidak dibangun di sekitar permukiman saja. Bangun ini kan jauh dari permukiman, sama saja dengan kerja ngaur saja itu,” ujar sumber itu Sabtu (9/12) siang, sembari meminta namanya tidak ditulis.

Selain itu tambahnya, proyek tersebut juga tak terlalu menyolok, lantaran kesibukan pekerja tak terlalu menyolok, disamping tidak ada papan proyeknya.

“Mereka kerja sebentar saja. Kita juga tidak pernah melihat adanya papan proyek yang dipasang di depan jalan,” ujar sumber tadi.

Polisi Garap Dishut

Seperti diberitakan sebelumnya, penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku, memeriksa Karel Lelepary, satu staf teknis di Dinas Kehu­tanan Maluku, terkait pemba­ngunan bronjong (gully plug) di Kecamatan Moa.

Lelepary diperiksa terkait kasus dugaan korupsi pembangunan bronjong di kali mati, pada empat desa di Kecamatan Moa, Kabu­paten Maluku Barat Daya.

Sedianya polisi juga memeriksa Kepala Dinas Kehutanan, Haikal Baadila dan Mansur Umar selaku penyedia atau pihak ketiga yang mengerjakan proyek tersebut, namun keduanya tak hadir dengan alasan sakit.

Pembangunan bronjong itu dibiayai APBD Maluku tahun 2022, milik Dinas Kehutanan, meliputi empat desa, yaitu Desa Pati, Toun Wawan, Kaiwatu dan Desa Klis, di Kecamatan Moa, dengan satu mata anggaran saja.

Total anggaran yang dipakai untuk membangun bronjong di kali mati tersebut, cukup fantastis, yaitu senilai Rp3,5 miliar.

Ada dugaan pekerjaan tersebut tidak sesuai bestek dan tak sesuai dengan spesifikasi yang disepa­kati dalam lelang.

Proyek tersebut meliputi dua mata anggaran dan dikerjakan oleh dua perusahaan berbeda.

Perusahaan pertama adalah CV Putra Palindo Jaya, beralamat di BTN Manusela, RT 001/RW 21, Batu Merah, menggarap proyek senilai Rp2.810.000.000.

Perusahaan kedua adalah CV Putra Karya Perkasa, beralamat di Ba­tu Merah, RT 002/RW 011, yang me­­ngerjakan proyek Rp750.000. 000. Kuat dugaan dua perusahaan itu digunakan Mansyur Umar untuk menggarap proyek jumbo berma­salah.

Kadis Sakit

Informasi yang dihimpun Siwa­lima di markas Ditreskrimsus Polda Maluku, di kawasan Batu Meja, Kecamatan Sirimau Ambon, Rabu (6/12) menyebutkan, saksi Lelepary mendatangi penyidik sekitar pukul 09.00 WIT.

Saksi selanjutnya masuk ke ruangan Subdit III Tipikor, untuk diperiksa dan dimintai keterangan, yang dilakukan secara split atau terpisah dan baru berakhir sore hari.

Kepala Dinas Kehutanan, Haikal Baadila dan Mansur Umar yang mengerjakan proyek tersebut, tak menghadiri penggilan polisi dengan alasan sakit.

Penyidik akan kembali mema­nggil keduanya untuk dimintai keterangan dalam waktu dekat.

Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Roem Ohoirat yang di­konfirmasi Siwalima melalui sam­bungan selulernya, membenarkan pemeriksaan dimaksud. Namun dirinya enggan berkomentar lebih jauh lantaran proses pemeriksaan yang masih berlangsung dan kasusnya masih berstatus pe­nyelidikan.

“Iya benar terkait kasus ini saksi hari tang dimintai keterangan, lebih kedalamnya belum bisa disam­paikan karena proses masih berjalan,” jelasnya.

Ohoirat menyebutkan, tidak menutup kemungkinan akan ada pemeriksaan saksi lain, jika hasil pemeriksaan hari ini ditemukan petunjuk baru. (S-20)