PUASA Ramadan dan perayaan Lebaran telah usai. Pemerintah sukses menyelenggarakan baik arus mudik maupun arus balik dengan relatif lancar dan terkendali. Kini pemudik telah balik ke Ibu Kota, diikuti pendatang baru dari sanak keluarga, tetangga sekitar, hingga teman sekampung. Arus urbanisasi tampaknya akan membanjiri kembali Jakarta dan sekitar, tempat konsentrasi penduduk dan ekonomi masih terpusat. Urbanisasi belum maksimal dalam menyejahterakan warga, setiap peningkatan 1% urbanisasi hanya membangkitkan 1,4% produk domestik bruto per kapita, relatif rendah jika dibandingkan dengan Tiongkok 2,7% dan rata-rata Asia Pasifik 3% (Bappenas, 2020).

Untuk mengatasi urbanisasi, diperlukan strategi efisiensi penggunaan sumber daya. Terutama lahan, pangan, energi, dan air untuk mendukung keberlanjutan bagi generasi yang akan datang (urbanisasi berkelanjutan). Lalu, langkah apa yang harus dilakukan? Pertama, urbanisasi ditandai dengan perpindahan masyarakat dari desa ke kota, dari kota kecil ke kota besar/metropolitan, tetapi juga perubahan karakter perdesaan ke perkotaan. Desa mulai memadat oleh hunian, dan perubahan peruntukan lahan persawahan menjadi perumahan seiring peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah perlu segera menyusun kebijakan perkotaan nasional, sebagai acuan dan pedoman yang strategis serta antisipatif, digunakan bagi seluruh pemangku kepentingan dalam melaksana­kan pembangunan perkotaan berkelanjutan, serta untuk mengoptimalkan potensi urbanisasi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kedua, urbanisasi harus dikelola secara produktif dan berkelanjutan.

Setiap kota harus mampu memanfaatkan peluang positif urbanisasi sebagai mesin pertumbuhan ekonomi kota, mengurangi kesenjangan sosial, dan meningkatkan tanggung jawab sosial, serta mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Peme­rintah fokus pada upaya mengurangi kemiskinan, meningkatkan kesehatan dan pendidikan masyarakat, menjamin kebutuhan dasar yang merata, menyediakan hunian layak dan terjangkau, membangun infrastruktur kota, meremajakan permukiman padat dan kumuh, serta melestarikan alam dan membangun ketahanan iklim. Ketiga, pemerintah daerah tujuan pemudik telah sukses membenahi infrastruktur jalan dan kawasan wisata lokal selama libur Lebaran. Pemerintah desa juga tak kalah menyambut pemudik dengan berbagai acara perayaan di kampung halaman. Keberhasilan ini harus terus dikelola pemerintah daerah sebagai peluang membuka lapangan kerja baru bagi pemudik dan warga lokal sehingga mampu meredam/mengurungkan niat pemudik dan warga lokal untuk (kembali) ke kota.

Pemerintah provinsi dapat mendorong untuk memperkuat kolaborasi dan sinergi antardesa, kota-desa, dan antarkota menggerakkan sektor strategis ekonomi domestik (pertanian, peternakan, perkebunan, kehutanan, kelautan, dan pariwisata), serta mengembangkan ekonomi digital dan industri kreatif. Pertumbuhan ekonomi dirancang seimbang, agar aliran finansial dan perdagangan tersebar merata dan saling mendukung. Keempat, urbanisasi berkelanjutan mewujudkan kota berkelanjutan, dan berdaya saing yang merata pembangunannya. Hal itu, melalui sistem perkotaan yang seimbang, menyejahterakan, dan berkeadilan, layak huni, inklusif, dan berbudaya, juga maju dan sejahtera, hijau dan tangguh, tata kelola perkotaan transparan, akuntabel, cerdas, dan terpadu. Urbanisasi yang dikelola dengan baik, dapat membuat kota maju dan menyejahterakan berupa peningkatan produktivitas ekonomi, lapangan kerja layak, dan peluang penghidupan di perkotaan, penciptaan kondisi dan ruang kota yang kondusif bagi tumbuhnya usaha dan investasi, serta pemberdayaan sektor ekonomi informal di perkotaan.

Tata kelola perkotaan didukung pengembangan kerangka regulasi yang terpadu, kerangka pendanaan inovatif dan berkelanjutan, peningkatan kapasitas kelembagaan perkotaan di nasional dan daerah, serta pemanfaatan pengembangan pengetahuan dan teknologi secara cerdas. Kelima, pemerintah perlu melakukan penguatan kota metropolitan berdaya saing global, pengembangan kota besar, sedang, kecil dan metropolitan di luar jawa yang terkoneksi baik, pengembangan pusat pemerintahan nasional baru, pengembangan keterkaitan desa-kota yang tidak eksploitatif, dan saling menguntungkan, juga penerapan sempadan pertumbuhan perkotaan secara tegas.

Baca Juga: Solusi Honorer Pemerintahan

Pengembangan pusat pertumbuhan kawasan perkotaan meliputi Jabodetabekpunjur (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur), kawasan Cekungan Bandung (Bandung, Bandung Barat, Sumedang, Cimahi), Kedungsepur (Kendal, Demak, Ungaran, Salatiga, Semarang, Purwodadi). Selanjutnya, Gerbangkertosusila (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan), Mebidangro (Medan, Binjai, Deli Serdang, Karo), Patungraya Agung (Palembang, Banyuasin/Betung, Ogan Ilir/Indralaya, Ogan Komering Ilir/Kayuagung), Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan), juga Banjarbakula (Banjarmasin, Banjarbaru, Banjar, Barito Kuala, Tanah Laut), Mamminasata (Makassar, Maros, Sungguminasa, Takalar), dan Bimindo (Bitung, Minahasa, Minahasa Utara, Manado, Tomohon), Oleh: Nirwono Joga Pusat Studi Perkotaan.