Urgensi Pencegahan Stunting lewat Akses Air Bersih
HARI Anak Sedunia, yang jatuh pada tanggal 20 November 2021, memiliki tema A better future, for every child. Menurut UU No 23 Tahun 2002, anak memiliki hak dasar yang terdiri atas hak untuk mendapatkan perlindungan, hak kelangsungan hidup, hak untuk tumbuh dan berkembang, serta hak untuk berpartisipasi, termasuk di dalamnya hak dasar untuk mendapatkan air bersih dan sanitasi yang layak. Pemerintah Indonesia telah menargetkan pada 2023 semua masyarakat, termasuk kelompok rentan, yaitu anak, perempuan, masyarakat sangat miskin, dan penyandang disabilitas, mendapatkan akses air bersih dan sanitasi yang layak. Itu merupakan target yang sejalan dengan sustainable development goals (SDGs). Namun, pada kenyataannya, berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional 2019, 27,59% keluarga tidak memiliki akses air minum yang layak dan 49,28% keluarga yang memiliki sanitasi yang buruk. Padahal, hasil systematic review dari 21 studi menyimpulkan bahwa faktor air (sumber air minum dan pengolahan air yang tidak layak) dan sanitasi (tidak memiliki jamban atau buang air besar sembarangan) berhubungan dengan peningkatan stunting pada balita di Indonesia (Olo, Mediani, & Rakhmawati, 2020). Hal itu,l mengakibatkan satu dari tiga anak di bawah lima tahun di Indonesia mengidap stunting atau masalah gagal tumbuh anak. Artinya, masih besar pekerjaan rumah yang harus dilakukan pemerintah bersama dengan masyarakat untuk memastikan hak anak atas akses air bersih dan sanitasi layak terpenuhi, juga dalam pencegahan stunting.
Upaya lintas sektor Pemerintah Indonesia sadar bahwa upaya lintas sektor yang melibatkan seluruh pengampu kepentingan secara terintegrasi dari pusat, daerah, hingga ke desa untuk menurunkan stunting di Indonesia diperlukan. Pendekatan multisektor ini tidak terbatas pada sektor kesehatan dan gizi, tetapi juga air minum dan sanitasi, pengasuhan dan pendidikan Anak usia dini (PAUD), perlindungan sosial, serta ketahanan pangan (Ali, 2020). Dengan seiringnya target pembangunan berkelanjutan atau sustainable development goals (SDGs) sebagai target pemerintah, akses air minum bersih dan sanitasi layak (SDG 6) serta penurunan stunting (indikator SDG 2.2) dapat mendorong aksi nyata dan implementasi yang tepat sasaran. Pada 2018, pemerintah menentukan 100 kabupaten/kota prioritas hingga 2024 diharapkan telah mencakup seluruh kabupaten/kota. Pemerintah juga menyiapkan dana alokasi khusus (DAK) stunting (fisik dan nonfisik) dan dana desa untuk mendukung hal ini. Pada tahun ini, dana DAK berjumlah sekitar 4,3 triliun (Ali, 2020).
DAK stunting fisik bisa digunakan untuk dana kesehatan (termasuk biaya operasional Posyandu), air minum, dan sanitasi. Sementara itu, DAK nonfisik digunakan untuk bantuan operasional kesehatan, bantuan operasional KB, dan bantuan operasional penyelenggaraan pendidikan usia dini (BOP PAUD). DAK stunting ini akan ideal bila dikoordinasikan dengan dana desa sehingga bisa saling melengkapi pendanaan untuk pencegahan stunting di masyarakat. Akan tetapi, pada kenyataannya, peraturan tata cara penggunaan DAK stunting ini belum disosialisasikan dengan baik hingga ke tingkat desa. Karena itu, sering kali program masih tumpang-tindih dan tidak secara optimal dimanfaatkan. Apalagi, terkadang masih kurang efektif dan efisien karena program yang dilakukan masih sebatas fisik, tapi tidak menyasar perubahan perilaku. Sebagai contoh, pembangunan fasilitas cuci tangan pakai sabun (CTPS) dilakukan tanpa penjelasan tentang pentingnya CTPS untuk mencegah diare atau pembangunan WC umum yang dibangun tanpa sosialisasi terlebih dahulu agar masyarakat sadar bahwa kebiasaan buang air besar sembarangan itu berbahaya bagi kesehatan dirinya dan masyarakat sekitarnya. Kebiasaan itu bisa menyebabkan diare yang tentu saja berbahaya. Terutama, bagi balita karena balita yang diare terus-menerus, tidak akan bisa menyerap nutrisi dengan baik sehingga bisa berujung pada kondisi stunting. Selama 20 tahun terakhir, Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) sebagai salah satu mitra pemerintah Indonesia telah bekerja di isu tumbuh kembang anak, termasuk pencegahan stunting di provinsi NTT, NTB, Sulawesi Selatan, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Pendekatan Plan Indonesia berbeda karena mengintegrasikan pengasuhan & PAUD dengan air & sanitasi.
Program air & sanitasi yang diinisiasi Plan Indonesia telah berkesetaraan gender dan inklusi sosial untuk memenuhi hak dasar atas air bersih dan sanitasi. Hingga kini, jutaan masyarakat telah merasakan manfaat program yang terintegrasi ini. Di isu pengasuhan, bersama BKKBN, Plan Indonesia mengembangkan modul Bina Keluarga Balita Holistik & Integratif (BKB HI) untuk mendukung pengasuhan yang lebih baik. Sejalan dengan upaya pemerintah, pada 2018, Plan Indonesia juga mengembangkan BKB EMAS (eliminasi masalah anak stunting) dengan BKKBN. Modul BKB EMAS telah diujicobakan di NTT dan NTB, serta direplikasikan ke provinsi lainnya. Modul itu juga digunakan dalam penerapan program desa model keluarga berencana. Sementara itu, di isu air & sanitasi, Plan Indonesia menginisiasi revisi Peraturan Pemerintah tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang berkesetaraan gender dan inklusi sosial. Plan Indonesia juga bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kementerian Agama dalam melaksanakan STBM dan Manajemen Kebersihan Menstruasi (MKM) di SD dan SMP.
Berbagai intervensi sumber air yang layak juga sudah dilakukan Plan Indonesia, contohnya dengan membangun sumur bor di desa sponsor untuk mendukung 40 ribu anak sponsor Plan Indonesia di NTT. Beberapa tahun terakhir ini, Plan Indonesia juga melaksanakan Jelajah Timur, suatu inisiatif pengadaan air bersih untuk pencegahan stunting dengan berlari. Tiap tahunnya, puluhan pelari mengikuti acara ini dan mendukung Plan Indonesia. Inisiatif ini tentu saja sangat mendukung pemenuhan hak dasar anak akan air bersih yang pada akhirnya mendukung masa depan lebih baik bagi mereka.
Baca Juga: Sastra sebagai Perisai Dampak Revolusi IndustriPraktik baik ini dapat menjadi acuan untuk mendorong semua pengampu kepentingan dari tingkat nasional hingga desa dalam upaya pemberian akses air bersih dan sanitasi. Karena itu, dapat menurunkan angka stunting anak. Ini bisa dimulai dengan membangun pemahaman baik tentang penggunaan DAK stunting hingga ke masyarakat sehingga bisa saling support dengan penggunaan dana desa. Demikian juga agar DAK stunting tidak hanya fokus ke fisik dan bantuan, tapi juga kegiatan yang mengubah perilaku hidup bersih dan sehat, misalnya, dengan memicu masyarakat untuk memiliki jamban, akses ke air bersih, dan cuci tangan pakai sabun di waktu penting (sebelum makan, setelah dari WC, dan sebelum menyusui bayi). Pada akhirnya, hal itu akan berkontribusi pada penurunan angka stunting di Indonesia yang tentu saja menjadi cita-cita kita bersama.( Silvia Devina , WASH & ECD Advisor Yayasan Plan International Indonesia, )
Tinggalkan Balasan