AMBON, Siwalimanews – Rencana Pemprov Maluku untuk mengosong ruko di Pasar Mardika, Selasa (9/1) dihadang ratusan pedagang.

Sejak pukul 08.30 WIT pedagang melakukan demonstrasi di Pasar Mardika, untuk mengagalkan upaya paksa Pemprov Maluku mengosong­kan ruko yang mereka tempati.

Pantauan Siwalima di Pasar Mardika, aksi penghalangan yang dilakukan pemilik ruko sejak pukul 08.30 WIT dan dikawal ketat ratusan personel kepo­lisian, Satpol PP dan TNI.

Koordinator aksi Forum Komunikasi Pengusaha Mardika Ambon, Mustari dalam orasinya mengatakan, pengha­dangan terhadap upaya pengosongan ruko sebagai bentuk protes terhadap Pemerintah Provinsi Maluku yang terkesan tidak berpihak kepada rakyat khususnya pemilik ruko.

Dijelaskan, awal mula persoalan Pasar Mardika dimulai ketika Pemprov menunjuk PT Bumi Perkasa Timur untuk melakukan penagihan sewa ruko.

Baca Juga: RS Haulussy Dirudung Masalah, Pemprov Tutup Mata, Waris Segel Lagi

Akibatnya besaran tarif yang tentukan BPT mencapai ratusan juta rupiah dari setiap pemilik ruko, sementara Pemerintah Provinsi sejak awal hanya menetapkan tarif sebesar 22 juta untuk setiap ruko.

“Karena kami merasa dirugikan akibat adanya perjanjian tersebut, maka para pemilik ruko melakukan gugatan terhadap perjanjian kerja sama di PTUN Ambon dengan nomor gugatan: 10/G/2023/PTUN. ABN yang mana kemudian putusan hakim PTUN adalah NO atau niet ontvankelijke Verklaard,” ungkap Mustari.

Terhadap putusan tersebut, para pemilik ruko melakukan upaya banding, tetapi secara sepihak Pemprov mengeluarkan surat perintah untuk membayar atau melakukan pengo­songan ruko mandiri.

Surat yang ditandatangani lang­sung Gubernur Maluku Murad Ismail menurut Mustari sangat tidak adil dan merugikan pedagang sebab tanpa menunggu adanya keputusan pengadilan banding justru perintah pengosongan dilakukan.

Apalagi, DPRD Provinsi Maluku telah menyurati Gubernur untuk me­nghentikan proses eksekusi tersebut.

Mustari menegaskan akibat tin­dakan Pemprov tersebut menimbul­kan kerugian sosial ekonomi terha­dap para pemilik ruko, dimana ada pemilik ruko yang membeli secara kredit, dan proses kredit masih berjalan, sehingga merasa keberatan jika ruko mereka dieksekusi tanpa melalui proses pengadilan.

Selain itu, gubernur tidak memiliki kewenangan untuk melakukan ekse­kusi sebab secara hukum eksekusi hanya dapat dilakukan oleh penga­dilan.

“Gubernur tidak boleh melampaui kewenangannya, sebab ada juru sita kalau memang mau eksekusi tetapi harus sesuai putusan pengadilan. Ini bukan masalah perda, tapi ma­salah keperdataan,” tegas Mustari.

Lanjutnya, jika ada kelalaian ter­hadap perjanjian mestinya Pemprov Maluku menggugat para pemilik ruko bukan melakukan tindakan secara sepihak.

“Gubernur ini dipilih rakyat maka harus bekerja untuk rakyat. Jangan memaksana kehendak sebab ini bukan negara kekuasaan, kalau memaksakan kehendak itu namanya diktator dan harus dilawan,” cetusnya.

Akibatnya adanya aksi penolakan tersebut, Pemprov Maluku akhirnya menunda proses pengosongan ruko dan dilakukan negosiasi dengan per­wakilan Forum Komunikasi Pe­ngusaha Mardika.

Kapolresta Turun 

Kapolresta Pulau Ambon dan Pp Lease, Kombes Driyano Andri Ibrahim turun langsung melakukan pengamanan penertiban pedagang pasar Mardika, Selasa (9/1).

Dalam aksi di terminal Angkutan Karpan, Kapolresta meminta massa agar dapat membubarkan diri dan melakukan aktivitas seperti semula dengan tertib.

“Saya mohon semua yang ada di sini tolong memahami bahwasannya sangat penting untuk kita menjaga situasi keamanan.  Kita tidak mau kejadian yang merugikan semua pihak, tolong satu sama lain saling menjaga agar tetap aman terkendali.

Terkait permasalahan ini perca­yakan kepada kami aparat kepolisian kita akan tetap menjaga situasi tetap aman terkendali,” pinta Kapolresta dihadapan massa aksi.

Untuk menampung aspirasi peda­gang  Kapolresta mengajak 10 per­wakilan massa untuk menyampaikan aspirasi di DPRD.

“Jika ada masih melakukan aksi ke Kantor DPRD dan Kantor Gubernur Maluku hanya dilakukan oleh 10 orang perwakilan tanpa wanita dan harus dilakukan dengan tertib,

untuk itu tolong sekarang juga, bapak ibu tolong bubar secara tertib tidak heboh dan tidak menimbulkan permasalahan baru,” pinta Kapol­resta.

Ikut dalam mediasi dan pengama­nan para pedagang, Dirintel Polda Maluku, Dirsabhara Polda Maluku, Dirlantas Polda Maluku, Kapolresta Pulau Ambon dan Pp Lease, Kabag Ops Polresta Ambon, Kasat Reskrim dan ratusan personil Polresta Ambon.

Pedagang Demo

Sebanyak 260 pedagang yang menempati ruko Mardika menolak kebijakan Pemprov Maluku untuk mengosongkan ruko Pasar Mardika dengan menggelar aksi demon­strasi, Senin (8/1).

Pasalnya, Pemprov telah mem­be­rikan surat penertiban pengoso­ngan ruko kepada 260 penghuni ruko Pasar Mardika pada Selasa (9/1).

Masa menolak rencana Pemprov Maluku lantaran dinilai tidak mem­pertimbangkan aspek kemanusiaan dan terkesan cuci tangan dari semua persoalan yang terjadi, akibatnya arus transportasi disekitar Pasar Mardika menjadi terganggu.

Salah satu penghuni ruko Mar­dika, Benny Adam kepada wartawan disela-sela aksi demontrasi, Senin (8/1) mengakui, kecewa dengan kebijakan Pemerintah Provinsi Maluku yang akan melakukan aksi pengosongan ruko.

Menurutnya, 260 penguni ruko diancam akan digusur secara paksa oleh Pemerintah Provinsi Maluku dengan alasan, tidak membayar sewa ruko kepada pemprov.

“Kita bukannya tidak mau bayar ke Pemda tapi kami mau bayar sesuai dengan nominal yang dikeluarkan oleh Pemprov bukan yang dite­tapkan oleh BPT,” kesal Benny.

Menurutnya, Pemerintah Provinsi Maluku dalam perjanjian kerja sama menetapkan besaran sewa ruko sebesar 22 juta setahun, namun oleh PT Bumi Perkasa Timur ditetapkan tarif yang fantastis dengan kisaran 100 juta lebih.

Masuknya pihak ketiga yakni PT BPT dalam penarikan sewa ruko telah bertindak seperti debt colector dengan mencari keuntungan yang lebih besar dari Pemerintah Daerah

“Aksi penolakan ini kami lakukan secara spontan. BPT ini masuk dalam tubuh pemprov untuk mencari keuntungan jadi kami tidak menerima itu, tapi sayangnya kami diancam untuk dikosongkan, jadi kami mem­bela kehidupan kami,” tegasnya.

Benny pun berharap ada per­hatian dari Pemprov Maluku agar sebelum aksi pengosongan ruko dilakukan dapat mempertimbangkan secara objektif, sehingga diselesai­kan secara baik-baik tanpa adanya paksakan.

Dalam kesempatan itu, Benny juga mempertanyakan peran Pen­jabat Walikota Ambon Bodewin Wattimena pasalnya selama ini para penghuni ruko juga membayar pajak kepada Pemkot Ambon. (S-20)