Kejaksaan Tinggi Maluku kini telah mengantongi laporan dugaan kasus korupsi yang melibatkan Eva Elia, isteri Bupati Malra Taher Hanubun.

Laporan kasus dugaan korupsi itu diterima pihak Kejati Maluku diketahui saat sejumlah elemen pemuda asal Malra dibawa pimpinan Jumri Rahantoknam, berunjuk rasa di Kejaksaan Tinggi Maluku Kamis (11/2) lalu.

Salah satu proyek yang dibeberkan elemen pemuda ini adalah proyek jalan lintas Trans Kei Besar, yang sekarang terbengkalai. Konon proyek miliaran rupiah ini dianggarakan dalam APBD Malra tahun 2020 lalu. Bahkan para pemuda ini menuding Eva bisa mengerjakan proyek tersebut, lantaran diberi angin oleh bupati yang tidak lain adalah suaminya.

Jumri pimpinan elemen pemuda saat itu mengaku, proyek jalan Trans Kei dikerjakan oleh istrinya bupati Eva Elia, menggunakan perusahaan orang lain. Namun semua tahu perusahaan itu milik istri bupati.

Selain proyek itu, juga dipertanyakan penggunaan dana Covid-19 sebesar Rp 59 miliar yang dialokasikan Pemkab Malra. Namun dana itu belum cukup, dan harus memotong lagi Rp 30 juta dari ADD setiap desa.

Baca Juga: Ekspor Perikanan Maluku Mulai Menjanjikan

Forum Penyambung Lidah Rakyat Maluku (FPLRM) juga menduga, isteri bupati serta beberapa oknum lainya terlibat dalam dugaan korupsi dana Covid-19.

Bagaimana tidak Pemkab Malra sudah mengalokasikan Rp 51 miliar untuk penanganan Covid-19, namun belakangan malah memotong lagi dana desa. Namun bupati masih saja potoang dari ADD setiap desa Rp 30 juta.

Padahal sesuai penjelasan Kepala Dinas Kesehatan Malra dalam rapat dengar pendapat dengan DPRD Malra, yang tercatat dalam notulensi rapat bahwa, dari hasil refocusing dan realokasi APBD 2020 Pemda Malra telah mebeli masker sebanyak 350.000 buah yang terdiri dari masker seharga @ Rp. 10.000/bh sebanyak 50.000 buah. Dengan demikian 7000×Rp. 300.000 = Rp. 2.100.000.000 ditambah 10.000×50.000 = 500.000 maka 2.100.000.000 + 500.000.000 =  2.600.000.000. Penduduk Malra saat ini berjumlah kurang lebih 128.000 jiwa berdasarkan data Dukcapil. Kalau masker 350.000 buah, maka paling sedikit setiap penduduk Malra miliki paling minim 1 org = 2 buah masker itu pun stok yang tersisa 94.000 buah masker.

Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Maluku, juga meminta Kejati Maluku mengusut dugaan korupsi proyek istri Bupati Malra. Pasca demo yang dilakukan komponen pemuda Malra pekan lalu, harusnya Kejati Maluku memberikan respon.

Ini dugaan yang patut diselidiki untuk menjadi perhatian bagi Kejati Maluku. Apakah laporan yang disampaikan masyarakat benar ataupun tidak benar, pihak kejaksaan harus lakukan penyelidikan.

Jika perbuatan yang dilakukan Bupati Malra bersama Istri mengarah pada perbuatan melanggar hukum pidana, maka harus dilakukan sesuai dengan proses hukum yang berlaku.

Jangan kejaksaan tinggal diam, dari laporan FPLRM, harus diusut, jangan sampai masyarakat juga tidak percaya terhadap kinerja dari Kejaksaan Tinggi dalam hal pendampingan hukum.

Praktisi Hukum, juga menyesalkan dugaan keterlibatan istri Bupati Malra, dalam menangani sejumlah proyek di kabupaten itu.

Padahal sebagai pejabat, tentunya memiliki fasilitas yang didapat dari pemerintah. Tapi kalau sampai mengerjakan proyek, itu sudah KKN dan seharusnya tidak boleh terjadi.

Kesie Penkum dan Humas Kejati Maluku Sammy Sapulette memastikan laporan dugaan korupsi istri Bupati Malra telah direspon. Langkah yang diambil berupa proses telaah yang saat ini sementara dilakukan pihak Pidsus.

“Kalau soal desakan untuk mengusut dugaan korupsi di Malra, laporannya sudah diterima dan sudah masuk ke Pidsus, infonya di pidsus sementara ditelaah,” ucap Kasipenkum.

Usai ditelaah penyidik akan melihat lagi apakan ada unsur korupsi seperti yang dilaporkan ataukah tidak, untuk kepentingan proses penyelidikan lebih lanjut.

Publik menunggu komitmen dari Kajati Maluku agar kasus dugaan korupsi yang melibatkan istri Bupati Malra yang kini laporannya sementara ditelaah ada titik terangnya. Semoga. (*)