AMBON, Siwalimanews – Puluhan warga Kabupaten Ma­luku Barat Daya yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa La­kor (HML) dan Perkumpulan Mas­yarakat Kepulauan Babar (Pemas­kebar), Senin (21/9) menyerbu Kantor Gubernur Maluku.

Massa pendemo ini menolak analisa dampak lingkungan (Am­dal) Blok Masela yang dibuat oleh pemerintah pusat dan  PT. Inpex Masela Ltd. (Inpex)

Para pendemo meminta, keadi­lan dari Gubernur Maluku, Murad Ismail sebagai pembuat kebijakan karena merasa di anak tirikan Pemprov Maluku.

Puluhan masyarakat MBD di­pimpin oleh Koordinator Lapangan Benny Richard Jeremias dan Juan Ria Kawruna tiba dipintu pagar Kantor Gubernur Maluku pukul 10.00 WIT.

Mereka membawa sejumlah pamflet yang bertuliskan, “kalau mau makan minta permisi di Blok Masela, inpex posisi?, Lupa janji atau pura-pura lupa, Blok Masela milik pengusaha, kajian Inpex Blok Masela sebagai akta perceraian MBS-KKT, korban perselingkuhan Pemprov dan Inpex, bapak waras to?, Bangun perusahaan, katong tolak amdal, asik berjoget Blok Masela hilang perawan, Pemprov cari untung di Blok Masela.

Baca Juga: Rumah Dinas tak Ditempati, Ketua DPRD Kota Tuai Kritikan

Pendemo juga membawa pe­nge­ras suara yang diletakan diatas sebuah mobil pick-up ketika men­datangi Kantor Gubernur Maluku.

Dalam aksinya, mereka menun­tut  ada keadilan dari Pemprov Ma­luku dibawa pimpinan Murad Ismail dan Bernabas Orno.

Mereka menolak Amdal yang dila­kukan oleh PT. Inpex Masela Ltd. (Inpex) sebagai pemerkarsa, karena sangat mendiskriminasi Maluku Barat Daya dan mengadu domba masyarakat Kepulauan Tanimbar  dengan masyarakat MBD.

Mereka juga menuntut, agar Ka­bupaten MBD dimasukan sebagai daerah terdampak dalam proses eksploitasi Blok Masela, karena hasil kajian membuktikan bahwa MBD adalah daerah yang sangat terdam­pak ketika Blok Masela beroperasi.

“Kami menolak karena tidak dilibatkan dalam Amdal Blok Ma­sela, sehingga kami tuntut keadi­lan. Hari ini kami datang ke mene­mui gubernur,” teriak Dany Watloy salah satu orator.

Untuk itu, mereka menuntut agar Inpex juga merealisasikan janji mereka untuk membangun fasi­litas balai latihan kerja (BLK), dan fasilitas pendukung yang bertaraf Intenasional di MBD

Inpex harus memprioritaskan tenaga kerja lokal dari MBD dan Kepulauan Tanimbar pada saat Blok Masela beroperasi.

Karena terus berorasi, namun tidak mendapat tanggapan dari pemerintah, aksi para demonstran mulai memanas. Negosiasi antara para demonstran dan aparat kepolisian serta Satpol PP yang menjaga gerbang utama di Jalan Raya Pattimura tak mengijinkan para demonstran ini masuk.

Karena tak dijinkan masuk, para demonstrans mulai geram. Mereka kemudian menaiki pintu gerbang Kantor Gubernur sambil menggo­yangkan sebagai aksi protes. Bahkan aksi goyang pagar ini, sempat membuat beberapa jeruji besi pagar tersebut patah.

Alhasil anggota Satpol PP pun naik pitam sehingga terlibat adu mulut dengan para demonstran, bahkan aksi saling tunjuk menun­juk­pun tak terhindarkan. Namun aparat kepeolisian dari Poslek Siri­mau dan personel PRC Polresta Ambon dapat melerainya.

Karena tak dijinkan masuk, para demonstran kemudian melakukan orasi di luar pagar, mereka menun­tut pemprov untuk melakukan per­baikan terhadap analisis dampak lingkungan dalam pengelolaan blok Masela.

“Dampak yang terjadi ada di ke­pulauan Babar, karena air disana terkontaminasi minyak yang berdampak pada masyarakat,” ucap orator aksi Dany Watloy.

Selain dampak lingkungan, HML juga kecewa dengan kebijakan gubernur yang tidak melibatkan masyarakat MBD dalam melaku­kan kajian Amdal.

“Ini tindakan diskriminasi, kena­pa tidak dilibatkan masyarakat MBD dalam proses analisis, akhirnya dam­paknya seperti sekarang, untuk itu saat ini kita menolak Amdal yang dilakukan Inpex,” tandasnya.

Watloy juga mengancam akan turun dengan massa yang lebih besar, jika gubernur tidak menemui mereka. “Hari ini peringatan perta­ma kalau gubernur tidak menemui kita. Kita akan turun dengan selu­ruh masyarakat MBD,” ancamnya.

Sekitar pukul 13.30 WIT, guber­nur belum juga menemui para demonstran. Alhasil, massa HML ini menggelar makan siang di de­pan gerbang Kantor Gubernur.

Usai makan siang, massa kem­bali melakukan orasi kembali me­nuntut agar bisa menemui Guber­nur Maluku Murad Ismail untuk berdialog.

“Kalau sampai tuntutan kami tidak di respon kami akan mensasi kantor ini termasuk lapangan merdeka, teriak salah satu orator.

Pemerintah provinsi mencoba untuk melakukan negosiasi dengan para pendemo untuk ditemui sekda maupun kepala dinas lingkungan hidup namun tetap ditolak.

Kedatangan kami ini hanya ingin berdialog dengan gubernur dan meminta kebijakan pembangunan, kami mereka anak tiri, dan kalau gubernur sayang katong, kami tidak berobat di Los Palos (kota di negara timor leste),” teriak mereka.

Mereka juga meminta agar pem­prov untuk melakukan perbaikan ter­hadap analisis dampak lingku­ngan dalam pengelolaan Blok Masela.

“Dampak yang terjadi ada di ke­pulauan Babar, karena air disana terkontaminasi minyak yang ber­dampak pada masyarakat,” ucap orator aksi Dany Watloy ketika melakukan aksi kembali.

Selain dampak lingkungan, HML juga kecewa dengan kebijakan gubernur yang tidak melibatkan masyarakat MBD dalam melaku­kan kajian Amdal.

“Ini tindakan diskriminasi, kena­pa tidak dilibatkan masyarakat MBD dalam proses analisis, akhirnya dam­paknya seperti sekarang, untuk itu saat ini kita menolak Amdal yang dilakukan Inpex,” tandasnya.

Watloy juga mengancam akan turun dengan masa yang lebih besar jika Gubernur tidak menemui mereka. “Hari ini peringatan pertama kalau gubernur tidak menemui kita, kita akan turun dengan seluruh masyarakat MBD,” ancamnya.

Barulah sekitar pukul 14.20 WIT 5 orang perwakilan massa aksi dite­rima masuk ke kantor gubernur dan menemui Sekda Maluku Kasrul Se­lang yang di dampingi oleh Kadis Li­ngkungan Hidup Maluku Roy Siauta.

“Hasil koordinasi tadi hasilnya, Jumat besok kita akan tatap muka langsung dengan pak Sekda sekaligus kita minta beliau untuk koordinasi dengan pempus agar membatalkan hasil kajian amdal yang tidak mengakomodir MBD sebagai daerah terdampak,” jelas pengurus Permaskebar Abraham Mariwiy usia pertemuan kepada war­tawan usai melakukan pertemuan.

Mariwiy yang juga akademisi Unpatti, mempertanyakan dasar kajian inpex yang yang tidak me­masukan MBD sebagai daerah terdampak pengelolaan Blok Masela.

Menurutnya, kebijakan tersebut seakan mengadu domba pemerin­tah MBD dan KKT, melihat dari ka­jian Inpex, hanya KKT yang masuk daerah terdampak sedangkan MBD tidak.

“Inpex terkesan mengadu dom­ba MBD dan KKT, mereka tidak memasukan MBD sebagai wilayah terdampak  tapi KKT masuk, ada apa? Padahal kalau kita lihat dari pola arus, hasil limbah dari penge­lolaan Blok Masela, akan sampai ke kawasan MBD dan yang pasti akan merugikan masyarakat disa­na,” ucapnya.

Dari pertemuan nanti ia berha­rap, pemprov dapat menyampaikan aspirasi dari aksi tersebut agar Inpex dapat melakukan kajian ulang dan memasukan MBD seba­gai daerah terdampak.

Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Maluku, Roy Siauta, kepada wartawan menjelaskan, urusan amdal di blok Masela merupakan kewenangan pemerintah pusat, sehingga pemprov tidak dapat menjawab aspirasi dari aksi demo tadi.

“Amdal di Blok Masela kewe­na­ngan pempus kita tidak akan me­respon tuntutan, karena bukan ke­wenangan pemprov untuk menja­wab aspirasi ini. Tadi kami hanya fasilitasi pertemuan lanjutan dengan sekda Jumat nanti,” ujar Siauta.

Hasil pertemuan nanti, kata Sia­uta, akan jadi masukan untuk disam­paikan ke komisi amdal pusat. Se­kitar pukul 15.15 WIT masa aksi ke­mudian membubarkan diri dengan tertip dikawal oleh aparat keamanan dan satpol PP Maluku. (S-39)