Tokoh Buru Minta KPK Ambil Alih Kasus PLTMG
AMBON, Siwalimanews – Kepala Persekutuan Adat Lilialy beserta tokoh-tokoh masyarakat nekat menuju Jakarta menemui Presiden melaporkan terbengkalainya penanganan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) 10 megawatt di Namlea akibat masalah hukum yang penuh rekayasa.
Akibatnya, proyek yang seharusnya sudah dinikmati masyarakat di dua kabupaten yakni Buru dan Bursel sesuai rencana tahun 2018 selesai menjadi mangkrak.
Dalam hal ganti rugi lahan untuk pembangunan PLTMG, pihak PLN dan BPN dibantu perangkat pemerintah setempat telah melakukan sesuai UU No 2 tahun 2012 dan aturan internal PLN.
Sebelum dilakukan transaksi, pihak PLN telah melaksanakan 14 tahapan mulai dari identifikasi pemilik lahan sampai tahapan lanjutan sebelum dilakukan pembayaran.
PLN adalah perusahaan BUMN yang besar sehingga semua pelaksanaan mengacu pada aturan hukum yang berlaku.
Baca Juga: Terbukti Narkoba, Wellem Hanya Divonis RehabilitasiHarga yang dipakai berdasarkan nilai pengganti wajar (NPW) yang ditetapkan oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) yaitu Rp 125 ribu/m2 untuk semua pemilik lahan yang diperlukan PLN dalam membangun proyek tersebut.
Kepada Siwalima, Senin (10/5), Raja Lilialy, Sudirman Bessy mengatakan, dalam pengerjaan proyek PLTMG 10 MW, pembebasan tahap pertama untuk kepentingan mesin induk seluas 4.8 ha dilokasi kebun kelapa milik pengusaha Fery Tanaya (FT) dengan harga Rp 125 ribu termasuk tanaman.
Proses berjalan lancar dan setelah terjadi pembebasan lahan pihak PLN telah menerima lahan yang dibebaskan dengan aman sejak tahun 2016 .
PLN langsung melakukan pembangunan saat itu juga mengejar target waktu. “Untuk pembebasan lahan keperluan gardu induk seluas 2 Ha, terjadi hambatan karena masyarakat meminta harga lebih dari harga diterima FT. Disini PLN dibantu oleh utusan Kejati Maluku melakukan sosialisasi kepada pemilik lahan di Balai Desa agar bisa menerima harga yang ditetapkan Apraisal yaitu Rp 125 ribu. Penjelasan Kejati diketuai Jaksa Agus Sirait sangat jelas bahwa harga Rp 125 ribu / m2 adalah harga apraisal dan pemilik lahan tidak boleh meminta lebih dari harga itu,” kata Bessy.
Ditegaskan, proyek untuk kepentingan umum diawali dengan sosialisasi, ferivikasi sampai pembayaran semua dikawal Kejati Maluku.
Akhir kesepakatan masyarakat menerima harga Rp 125 ribu/m2 tapi tanaman dibayar tersendiri. Proses berjalan lancar dan PLN telah menguasai bidang tanah untuk kepentingan gardu induk seluas 2 Ha .
Pembebasan untuk ratusan kapling kecil gardu mini juga dihargai sama yaitu Rp 125 ribu .
“Sebagai manusia beriman, beraklak dan memiliki moral kejujuran dan memiliki rasa takut akan Tuhan, maka sudah tentu harga ganti rugi sudah clear. Semua proses ganti rugi telah selesai dan proyek langsung dikerjakan dengan target 2018 sudah beroperasi,” ungkap Bessy
Dikatakan, masyarakat sangat atusias dan gembira atas dibangunnya proyek Presiden dalam rangka menanggulangi kekurangan listrik yang selama ini menjadi kesulitan di Kabupaten Buru dan Bursel.
Tapi karena salah satu penerima ganti rugi untuk mesin induk adalah seorang pengusaha ternama di Namlea, maka Kejati Maluku memulai aksi kriminalisasi.
Skenario Kejati Maluku sejak 2017 dengan membuat pemberitaan yang menuduh PLN dan pengusaha FT melakukan kongkalikong dalam menetapkan harga dengan alasan harga diatas NJOP.
Informasi dugaan mark up ini dihembuskan begitu kencang di media. Karena merasa memiliki hak atas lahan itu sejak dibeli tahun 1985 dan dikuasai selama lebih dari 30 tahun dan tidak ada mark up, maka FT menolak permintaan Kejati Maluku untuk pengembalian uang ganti rugi.
Akhirnya FT ditahan oleh Kejati Maluku di rutan sejak pertama kali diperiksa sebagai tersangka. Begitu FT ditahan semua media memberitakan penjelasan Kejati Maluku bahwa pengusaha FT diduga melakukan pengelembungan harga. Yang sangat miris dan memalukan bagi kita rakyat jelata.
Kajati Maluku Rorogo Zega langsung turun gelanggang membuat keterangan kepada media di kantor gubenur bahwa pengusaha FT ditahan karena menggelembungkan harga ganti rugi.
Katanya, kalau harga tidak semahal ini dan menantang tersangka FT buka-bukaan berapa uang yang dikembalikan kepada PLN.
Anehnya, PLN beli lahan tidak hanya milik FT tapi lahan-lahan lain yag berbatasan dengan FT juga ikut dibeli dengan harga yang sama.
“Pertanyaannya, kenapa hanya FT yang dijadikan tersangka. Sementara pemilik lahan yang lain tidak dijadikan tersangka,” ungkapnya.
Disebutkan, justru pemilik lahan yang lain pembayarannya lebih mahal karena tanaman dibayar lagi dan pembayaran disaksikan jaksa.
“Kalau tuduhan itu bekas erpack, kenapa pemilik lahan lain tidak dijadikan tersangka. Aneh bin ajaib,” ujar Bessy.
Aksi menerkam pengusaha gaya Kejati Maluku membuat ketidak pastian atas status pembebasan lahan untuk mesin induk yang dibebaskan FT, karena proses sertifikat yang sudah mau diterbitkan BPN atas nama PLN semua disita untuk proses peyidikan kasus korupsi mark up ini .
Akibat dari aksi menerkam tersebut menyebabkan mangkraknya proyek dan mengakibatkan penderitaan puluhan ribu rakyat di dua kabupaten, terutama di desa-desa.
Setelah FT melakukan Praperadilan dan semua fakta terungkap, maka pengadilan meminta Kejati melepaskan dan membebaskan pengusaha FT.
Kajati menuruti perintah pengadilan, tapi besoknya Kajati Rorogo Zega membuat sprindik baru lagi untuk peyidikan kasus yang sama. Hanya mengganti tuduhan mark up menjadi menjual tanah milik atau aset negara.
Fakta membuktikan FT sudah diterkam kedua kalinya oleh Kajati Maluku dan sementara menjalani proses sidang dengan menjual tanah milik negara .
“Saya bukan seorang yang berlatar belakang hukum seperti Kajati dan 7 orang peyidik Kejati Maluku yang menangani masalah ini. Tapi sebagai orang awam hukum akan bertanya apakah FT seorang diri yg berstatus pengusaha mampu menjual tanah milik atau aset negara. PLN dan BPN termasuk camat yang berperan dalam melakukan verifikasi sebelum proses ganti rugi dimana tanggung jawabnya. Mengapa Kejati tidak meminta pertanggung jawaban mereka,” tandas Bessy.
Kasus krimilalisasi ini sudah diaporkan ke Jaksa Agung, Wakil Jaksa Agung, Komisi Kejaksaan tapi fakta bahwa tidak ada respon, malah terjadi pembiaran kepada Kajati Maluku melakukan krimilasisasi tanpa sedikitpun rasa iba buat rakyat karena kekurangan listrik.
“Untuk itu saya sebagai Raja Adat Pemerintahan Petuanan Lilialy mewakili masyarakat Buru ke Jakarta meminta atau memohon kepada Presiden, agar KPK mengambil alih kasus ini. Tujuannya agar KPK bisa menemukan tersangka yang benar-benar tersangka korupsi berdasarkan bukti dan proyek yang sudah mangkarak bisa dilanjutkan kembali,” pungkas Bessy.
Perlunya KPK lanjut Bessy karena rakyat sangat percaya kepada KPK.
“Kami meyakini betul kalau kasus ini ditangani oleh KPK maka pasti ditemukan tersangka baru yang benar-benar tersangka korupsi. Mangambil uang rakyat untuk membuat rekayasa sebuah kasus juga termasuk korupsi karena merugikan keuangan negara. Kerugian negara terbesar dalam rekayasa kasus ini yaitu mangkraknya proyek PLTMG dan menambah penderitaan rakyat karena kekurangan listrik,” ujar Bessy. (S-32)
Tinggalkan Balasan