Kasi Penkum dan Humas Kejaksaan Tinggi Maluku, Wahyudi Kareba meng­ungkapkan, setiap laporan masyarakat akan diproses pihak kejaksaan.

“Setiap laporan masyara­kat tetap diproses, dipelajari jaksa, didalami lagi, tetapi tetap diproses,” ung­kap Wahyudi saat dikonfirmasi Siwa­li­ma melalui tele­pon selulernya, Selasa sore (7/2) terkait kasus proyek air bersih SMI Haruku yang sementara diusut kejak­saan.

Beredar rumors, kasus ini didu­ga tak diproses karena ada upaya damai antara Pemerintah Provinsi Maluku dengan pihak Kejaksaan Tinggi agar gedung rehab Kantor Kejaksaan Tinggi yang merupakan hibah Pemerintah Provinsi Maluku bisa diselesaikan.

Terkait hal ini, Wahyudi mem­bantahnya, “Itu tidak benar, itu tidak benar,” ujarnya.

Kareba kembali menegaskan, setiap kasus yang dilaporkan masyarakat pihaknya memproses itu dengan cara mempelajari la­poran tersebut dan mendalaminya.

Baca Juga: KPK Kembali Interogasi Dua Saksi TPPU RL

Untuk diketahui, Kejaksaan Tinggi Maluku saat ini sementara menyelidikan kasus dugaan ko­rupsi proyek air bersih yang dida­nai dengan dana PT SMI Rp12,4 ,miliar di Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah.

Proyek ini diduga mangkrak dan hingga kini tidak tuntas dikerjakan.

Selain proyek air bersih, dua senior PDIP Maluku, Evert Kermite dan Jusuf Leatemia telah mela­por­kan kasus dugaan penyalahgu­naan anggaran dana pinjaman SMI sebesar 700 miliar.

Kermite kepada Siwalima me­nye­butkan, poin-poin laporan du­gaan penyalahgunaan dana pinja­man SMI tersebut yaitu Pertama, pada 27 November 2020  Gubernur Maluku, Murad Ismail bersama Direktur Utama PT Sarana Multi Infrastruktur telah menandatangani Perjanjian Pinjaman 700 miliar dari PT SMI.

Dua, Tujuan pinjaman dana ter­sebut adalah untuk pemulihan ekonomi nasional di daerah Ma­luku dengan berpatokan kepada PP No 23 Tahun 2020 untuk menjalankan program pemilihan ekonomi nasional sebagai upaya sebagai upaya untuk melakukan penyelamatan ekonomi nasional.

Ketiga, sebelum pendanaan dana tersebut, tanggal 27 November 20220, gubernur telah me­nyam­paikan surat pemberitahuan peminjaman uang kepada DPRD Maluku tanggal 26 November 2020. Karena kondisi khusus yang di­alami semua daerah yakni, Covid-19, maka sesuai ketentuan pinja­man uang tersebut tidak lagi men­dapat persetujuan dari DPRD                    se­suai dengan PP No. 54 tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah Pasal 12.d namun hanya disampaikan surat pemberitahuan pinjaman.

Empat, APBD Perubahan tahun 2020 telah ditetapkan oleh DPRD Maluku tanggal 6 Oktober 2020, karena itu DPRD kaget tiba-tiba muncul pinjaman, apalagi proyek-proyek yang dibiayai oleh pinjaman dana PT SMI telah ditenderkan lewat layanan pengadaan secara elektronik.

Lima, dalam buku laporan keterangan pertanggung jawaban Gubernur Maluku Tahun 2020 Bab II-8 tabel.2.6 tertulis penerimaan pinjaman daerah dengan perincian, anggaran Rp700.000.000.000, realisasi Rp175.000.000.000, selisih Rp525.000.000.000.

Enam, dari 700 miliar digunakan oleh gubernur untuk membangun 136 proyek yang terdiri dari proyek pembangunan jalan baru di Kabupaten Seram Bagian Barat, proyek pembuatan trotoar yang baru di Kabupaten SBB. Proyek pembuatan trotoar yang berlokasi di Kota Ambon begitupun juga proyek drainase, proyek air bersih di Pulau Haruku, proyek pembuatan talud di Pulau Buru dan Kabupaten SBB, proyek jalan baru di Wakal. Diduga proyek-proyek tersebut masih sebagian besar masih bermasalah, karena ada yang belum dikerjakan bahkan ada yang sudah mengalami kerusakan.

Tujuh, DPRD Maluku yang punya hak anggaran seolah-olah memberikan kesempatan kepada pihak pemda untuk mengatur, menetapkan proyek-proyek yang tidak ada hubungannya dengan pemulihan ekonomi nasional (PEN), ketika APBD tahun 2021 ditetapkan, semua proyek yang dibiayai dengan dana SMI sudah ditenderkan dan dikerjakan.

“Bahwa pemanfaatan dana pinjaman tersebut harus dibicarakan dan diputuskan secara bersama-sama dan dana pinjaman tersebut harus dimasukan dalam APBD.(S-05)