Terungkap di Sidang, Eks Ketua Panwas Malteng Mark Up
AMBON, Siwalimanews – Nama eks Ketua Panwas Malteng, Stenly Maelissa kembali disebut dalam sidang kasus korupsi dana hibah pengawasan Pilkada Kabupaten Malteng tahun 2016-2017, Rabu (18/3) di Pengadilan Tipikor Ambon.
Sidang dengan terdakwa mantan Sekretaris Panwas Malteng Yanti Nirahua itu, tiga saksi membeberkan fakta bahwa Stenly melakukan mark up terhadap sejumlah item belanja.
Ketiga saksi itu masing-masing pemilik gedung yang disewa untuk kantor Panwas Paulina Wattimena, pemilik rumah yang juga disewa sebagai kantor panwas Benjamin Pattilemonia dan Ristianti Oerlen, pemilik rental mobil.
Dalam Berita Acara Pemeriksaan yang dibacakan JPU, saksi Paulina Wattimena mengaku, harga sewa gedung kantor panwas senilai 30 juta per tahun. Namun, Stenly membawa kwitansi untuk ditandatangani senilai Rp. 5 juta per bulan. Itu berarti harga sewa gedung dimark up sebesar Rp 30 juta.
Kemudian Benjamin Pattilemonia juga menyebut biaya sewa rumahnya sebesar Rp. 650 juta. Namun, kwitansi yang dibawa Stenly tertulis Rp 680 juta. Lagi-lagi ada mark up sebesar Rp 30 juta.
Baca Juga: Dua Pelaku Kekerasan dan Pencabulan Minta Keringanan Hukuman ASedangkan pemilik rental mobil Ristianti Oerlen menyebut, biaya sewa mobil yang dipakai Stenly Rp. 5 juta, namun dalam kwitansi tertulis Rp. 6 juta.
Tuding Jaksa
Seperti diberitakan, Kejari Malteng dituding melindungi Stenly Maelissa dalam kasus korupsi dana hibah pengawasan pilkada Kabupaten Malteng tahun 2016-2017 senilai Rp 10,8 miliar.
Sebagai Ketua Panwas Malteng saat itu, Stenly mengendalikan semua proses pencairan anggaran.
“Ketua Panwaslu kenapa tidak ditetapkan menjadi tersangka, padahal ia punya wewenang,” tandas Henry Lusikooy, pengacara mantan Sekretaris Panwas Kabupaten Malteng, Yanti Nirahua, kepada wartawan, di Pengadilan Negeri Ambon, Jumat (13/3).
Lusikooy meminta Kejari Malteng menjerat Stenly Maelissa. Sebab, sebagai ketua, ia memiliki wewenang untuk memerintah. Memang dia tidak memiliki wewenang mengelola anggaran. Tapi anggaran mau dicairkan berdasarkan perintah komisioner.
“Segala sesuatu yang menyangkut program panwas diperintahkan komisioner panwas, termasuk mengeluarkan biayanya, baik untuk perjalanan dinas, kegiatan panwas kecamatan. Semua karena perintah Stenly,” ujarnya.
Ia menyebut, berdasarkan fakta persidangan, mantan Bendahara Panwas Jhon Richard Wattimury yang telah dihukum dua tahun penjara dan mantan Sekretaris Panwas Yanti Nirahua mengaku, melakukan semua pekerjaan atas perintah Stanley dan komisioner lainnya. “Lalu mengapa Stenly dan lainnya tidak dijerat,” tandas Lusikooy.
Kejari Bantah
Kasi Intel Kejari Maluku Tengah, Karel Benito menegaskan, pihaknya tidak melindungi eks Ketua Panwas Malteng, Stenly Maelissa dalam dugaan korupsi dana hibah pengawasan pilkada tahun 2016/2017.
Benito mengatakan jaksa tak punya bukti yang cukup untuk menjerat Stenly dalam kasus senilai Rp 10,8 miliar itu.
“Tidak ada yang melindungi siapapun, apalagi eks Ketua Panwaslu Malteng, Stenly Maelissa. Kita tidak boleh mengada-ngada,” tandas Benito kepada Siwalima, melalui telepon selulernya, Minggu (15/3), menanggapi pernyataan pengacara eks Sekretaris Panwas Yanti Nirahua yang menuding Kejari Malteng melindungi Stenly Maelissa.
Benito mengatakan, untuk menyeret siapapun menjadi tersangka harus didukung alat bukti yang cukup.
“Intinya adalah untuk menyeret siapapun menjadi tersangka dalam suatu kasus tindak pidana korupsi atau tindak pidana khusus tidak mudah, harus didukung alat bukti yang kuat dan cukup, tidak ada perlindungan bagi siapapun dalam kasus itu,” tegasnya.
Benito berharap, dalam persidangan Nirahua terungkap fakta yang bisa dijadikan jaksa membuka kasus ini kembali.
“Desakan tim pengacara Yanti Nirahua adalah hak mereka, namun semua proses hukum harus sesuai dengan alat bukti yang kuat dan tidak bisa hanya dengan satu alat bukti,” ujarnya. (Mg-2)
Tinggalkan Balasan