AMBON, Siwalimanews – Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi intens menggali bukti keterlibatan mantan Walikota Ambon, Richard Louhenapessy dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian hadiah atau janji terkait persetujuan izin prinsip pembangunan Alfamidi tahun 2020 di Kota Ambon.

Tim penyidik marathon memeriksa saksi-saksi. Satu demi satu pejabat Pemkot sampai pengusaha dicecar soal keterlibatan mantan Walikota Ambon itu dalam menerima suap mengatur proyek di SKPD.

Berbagai bukti-bukti yang dite­mukan baik melalui pemeriksaan saksi maupun langkah pengelede­han dengan mengusut gratifikasi maupun Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) merupakan langkah yang tepat.

Akademisi Hukum Unpatti Diba Wadjo menilai, langkah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi yang terus menggali berbagai barang bukti dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi persetujuan prinsip pembangunan gerai usaha ritel Alfamidi dengan tersangka mantan walikota telah sesuai dengan hukum acara.

“Apa yang dilakukan oleh KPK dengan terus menggali alat bukti sebenarnya sudah sesuai dengan hukum acara yang berlaku,” ungkap Wadjo.

Baca Juga: Kolaborasi Pejabat & Pengusaha dalam Kasus, Gratifikasi dan Cuci Uang

KPK kata Wadjo, ingin memasti­kan tindak pidana yang disangkakan kepada mantan walikota Ambon Richard Louhenapessy memang benar terjadi sehingga tidak dapat dianulir melalui putusan pengadilan baik yang membebaskan maupun me­ringankan.

Menurutnya, dalam praktek pe­ngusutan suatu perkara KPK sering kali menjadikan perkara tersebut sebagai pintu masuk dalam rangka mencari dan menemukan tindak pidana lain, yang mungkin saja ter­jadi dan terdakwalah yang mela­kukan.

Artinya, KPK telah menduga adanya perbuatan lain yang dila­kukan dan karena itu semua pihak yang terlibat dalam membantu tersangka melakukan tindak pidana harus dihukum sesuai dengan pasal 55 KUHP tentang ajaran penyertaan.

“Sebenarnya tidak perlu lagi meragukan kerja-kerja KPK artinya siapapun yang terlibat harus dan pasti dihukum agar ada efek jera,” tegasnya.

Terkait dengan adanya dugaan atau indikasi Tindak Pidana Pen­cucian Uang, Wadjo menegaskan KPK dalam kewenangannya harus mempu memastikan jika uang yang diperoleh dari kasus korupsi ber­sumber dari kejahatan yang dila­kukan tersangka.

“Kita tidak bisa serta merta me­nyatakan telah terjadi TPPU karena harus dibuktikan asal muasal aliran dana itu dan ditampung direkening mana, itu yang penting,” tandasnya.

Karena itu, Wadjo pun mendorong KPK untuk dapat membuktikan adanya Tindak Pidana Pencucian Uang sehingga kepada terdakwa dapat disangkakan pasal lain.

Terpisah praktisi hukum Djidion Batmomolin juga meminta KPK untuk mengusut adanya indikasi Tindak Pidana Pencucian Uang yang dilakukan oleh tersangka atas perbuatan mengatur setiap proyek selama berkuasanya.

Menurutnya, tidak dapat secara cepat menentukan telah terjadi TPPU sebab unsur dari TPPU cukup sulit untuk dibuktikan, sehingga KPK harus lebih teliti walupun dalam praktek penyidik akan sangat muda menentukan telah terjadi TPPU.

“Kalau soal TPPU memang KPK harus dapat membuktikan terlebih dahulu sumber dana apakah diperoleh dari hasil kejahatan atau bukan, maka KPK kami minta untuk mengusut tuntas,” tegasnya.

Batmomolin menilai pemeriksaan secara intensif yang dilakukan oleh KPK telah sesuai dengan kewe­nangan yang diberikan oleh Un­dang-Undang sehingga tidak perlu dipolitisir.

Kolaborasi Pejabat

Satu demi satu saksi digilir, mulai pejabat Pemkot sampai pengusaha dicecar soal keterlibatan mantan Walikota Ambon itu.

Guna membuktikan keterlibatan Richard Louhenapessy dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian hadiah atau janji terkait persetujuan izin prinsip pemba­ngunan Alfamidi tahun 2020 di Kota Ambon, tim penyidik KPK terus memeriksa sejumlah saksi.

Tercatat sejak Walikota Ambon dua periode itu ditahan pada Jumat, 13 Mei 2022 lalu, tim penyidik KPK marathon memeriksa saksi baik dari pejabat di lingkup Pemerintah Kota Ambon maupun para pengusaha.

Kolobarosi pejabat dan peng­usaha yang digarap lembaga anti rasuah itu untuk mengali bukti keterlibatan mantan Ketua DPRD Maluku mengatur proyek di SKPD dan menerima uang.

Tercatat sudah puluhan pejabat dan pengusaha yang diperiksa KPK baik di Kantor Mako Brimob Polda Maluku maupun di Kantor KPK di Jakarta. Bahkan ada sejumlah bukti yang ditemukan KPK dalam peme­riksaan tersebut.

Akademisi Hukum Unpatti, Diba Wadjo memberikan apresiasi dan mendukung langkah KPK mem­bongkar dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang di Pemkot Ambon.

Ditanya soal temuan bukti uang milik RL, sebutan akrab Louhena­pessy, pada rekening milik pegawai honorer Pemkot yang juga sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK apakah merupakan TPPU, Wadjo memastikan hal itu sudah masuk TPPU.

“Jika ada bukti uang milik RL yang ditampung pada rekening orang lain maka itu sudah masuk dalam bentuk TPPU.” ujarnya saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Senin (13/6).

Jika hal itu ditemukan KPK, Wadjo yakin lembaga anti rasuah itu akan juga mengusut TPPU tersebut.

Wadjo memberikan apresiasi dan dukungan bagi KPK yang mem­bongkar dugaan gratifikasi dan suap di Pemkot Ambon. hal ini juga mendorong agar lingkungan Peme­rintahan bisa bersih dari korupsi.

Dia bahkan memberikan apresiasi bagi para pejabat pemkot yang kooperatif mendukung proses penegakan hukum yang dilakukan KPK.

Sementara itu, akademisi hukum Unidar, Rauf Pelu juga mendukung kerja penyidik KPK yang terus mendalami kasus dugaan suap dan gratifikasi persetujuan prinsip pembangunan gerai Alfamidi dengan tersangka mantan walikota Ambon Richard Louhenapessy.

Dia juga mendorong lembaga itu untuk mengusut sampai tuntas jika memang ditemukan ada bukti-bukti lainnya yang menjurus ke TPPU.

Hal ini terbukti dengan begitu banyak saksi-saksi baik dari pejabat Pemkot sampai dengan pengusaha yang diperiksa KPK.

Dikatakan, sejak awal penyidik KPK menyakini jika bukan saja kasus Alfamidi melainkan kasus lain yang memiliki nilai kerugian negara yang cukup besar pula sehingga KPK berinisiatif untuk terus melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi.

Wewenang KPK

Terpisah praktisi hukum Rony Samloy menegaskan KPK memiliki kewenangan yang luas untuk kemu­dian terus melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan kaitannya dengan keterlibatan RL.

Langkah yang dilakukan oleh KPK, kata Samloy bertujuan untuk mencari alat bukti sehingga perkara diajukan ke pengadilan dari aspek alat bukti tidak terkesan prematur karena akan merugikan KPK.

“Sebenarnya kalau banyak saksi terus diperiksa KPK ini karena kewenangan yang diberikan dalam rangka agar bukti-bukti yang ada tidaklah prematur,” tegas Samloy.

Menurutnya, KPK dalam kewena­ngannya juga ingin memastikan bawah kasus yang menjerat mantan walikota Ambon murni kasus hukum sehingga tidak lalu diartikan sebagai upaya untuk membunuh karir politik RL sapaan akrab Richard Louhe­napessy.

Kumpulkan Bukti

Tim penyidik menghujani para saksi dengan pertanyaan terkait, mantan walikota dua periode itu menerima uang dari pekerjaan pro­yek baik dari kontraktor maupun pada sejumlah SKPD di lingkup Pemkot Ambon.

Demikian diungkapkan Juru Bicara KPK, Ali Fikri ketika dikon­firmasi Siwalima melalui pesan whatsapp, Senin (13/6).

Fikri mengakui, tim penyidik telah memeriksa Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman Kota Ambon, Rustam Simanjuntak dan  Kepala Bidang Pengelolaan Sumber Daya Air dan Infrastruktur pada Dinas PUPR Kota Ambon, Chandra Futwembun pada Jumat (10/6).

Katanya, kedua pejabat Pemkot ini hadir dan dikonfirmasi terkait dugaan penerimaan sejumlah uang oleh tersangka RL, sapaan akrab Richard.

Selain dua pejabat tersebut me­menuhi panggilan tim penyidik KPK, lanjut Fikri, salah satu peng­usaha di Kota Ambon, Telly Nio juga hadir.

“Ketiga saksi hadir dan dikonfir­masi antara lain terkait dengan dugaan penerimaan sejumlah uang oleh tersangka RL dari beberapa pihak kontraktor dan beberapa SKPD di Pemkot Ambon.

Sementara itu, tegas Fikti, Koor­dinator Perwakilan Pemkot Ambon di Jakarta, Karen Wolker Dias mangkir dari panggil KPK.

“Karen Wolker Dias (PNS /Koordinator Perwakilan Pemkot Ambon di Jakarta 2016-sekarang), tidak hadir dan konfirmasi untuk dijadwal ulang,” tegas Fikri.

Periksa Kadinkes

Sebelumnya pada Kamis (9/6) tim penyidik KPK memeriksa Kadis Kesehatan Kota Ambon Wendy Pelupessy.

Selain Pelupessy lembaga anti rasuah itu juga memeriksa benda­hara pengeluaran Dinas Kesehatan, Nn E Tanihattu.

Ikut pula diperiksa dua orang supir pribadi RL di Jakarta yaitu, Arif Sutanto dan Agustinus Tubalawoni.

Pemeriksaan terhadap mereka juga dilakukan di Kantor KPK sebagai saksi dalam perkara tersangka RL.

Juru Bicara KPK, Ali Fikri meng­ungkapkan, pemeriksaan terhadap Kadinskes dan bendaharanya serta sopir RL, dipusatkan di Kantor KPK sebagai saksi dalam perkara tindak pidana persetujuan prinsip pem­bangunan gerai Alfamidi tahun 2020 di Pemerintaha Kota Ambon untuk tersangka RL.

“Hari ini, Kamis (9/6) tim penyidik memeriksa para saksi terkait TPK persetujuan prinsip pembangunan Gerai Alfamidi Tahun 2020 di Peme­rintahan Kota Ambon ,untuk ter­sangka RL. Pemeriksaan dilaku­kan di Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi,” ujar Fikri dalam rilisnya kepada Siwalima, Kamis (9/6).

Saksi Hadir

Sebeluumnya, Ali Fikri juga menyebutkan, pihak tim penyidik KPK pada Rabu (8/6) telah meme­riksa Andrissa R Siwabessy (Pokja UKPBJ), Ny Lawalata, Bendahara Pengeluaran Dinas Pendidikan, Michael O Pattinama (Pokja UKPBJ) dan Johanis Rampa,  Pokja (UKPBJ).

Para saksi hadir dan ditanyakan pengetahuannya tetang jatah untuk RL dari berbagai proyek pada beberapa SKPD di Pemkot Ambon.

“Para saksi hadir dan melalui pengetahuan para saksi tersebut, Tim Penyidik terus melakukan pendalaman antara lain terkait dengan dugaan aliran sejumlah uang berupa “jatah” untuk tersang­ka RL dari berbagai pengadaan proyek di beberapa SKPD Pemkot Ambon,” ujarnya singkat. (S-20)