Tantangan Pendidikan HAM
PENDIDIKAN dan hak asasi manusia (HAM) ialah dua hal yang sangat penting dalam masyarakat modern saat ini. Pendidikan ini kita pahami sebagai salah satu cara untuk memastikan bahwa HAM dihargai dan dilindungi. Pendidikan HAM adalah suatu proses pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang HAM, serta bagaimana menjaga, melindungi, dan mempromosikan hak tersebut. Karena itu, pendidikan HAM sangat penting karena HAM ialah prinsip-prinsip dasar yang menjamin kebebasan, kesetaraan, dan martabat setiap individu. Lalu, apa itu HAM? Dia ialah hak yang melekat pada setiap manusia dan tidak dapat diambil siapa pun. Pada dasarnya, HAM meliputi hak-hak yang melekat pada setiap individu, tanpa pandang agama, ras, warna kulit, gender, usia, orientasi seksual, atau status sosial (CR Beitz, The Idea of Human Rights, 2009). Oleh karena itu, pendidikan HAM melibatkan banyak elemen seperti kurikulum, metode pengajaran, materi ajar, dan sumber daya.
Sebagai contoh, dalam kurikulum pendidikan HAM, akan diajarkan konsep-konsep HAM, peran pemerintah dan masyarakat dalam menjaga dan melindungi hak tersebut, dan juga contoh-contoh kasus HAM dilanggar. Pendidikan HAM merupakan bagian penting dalam pembentukan masyarakat yang adil dan damai (UNESCO, Human Rights and Citizenship Education: Review of Policies and Practices, 2011). Pendidikan ini akan membantu individu untuk memahami hak dan tanggung jawab mereka, serta hak dan tanggung jawab orang lain. Kegiatan pendidikan ini juga membantu mengembangkan sikap menghargai dan toleransi terhadap perbedaan, yang sangat penting dalam masyarakat yang beragam.
MI/Duta Tentang pendidikan HAM Ada beberapa aspek dalam pendidikan HAM (Monisha Bajaj, Human Rights Education: Theory, Research, Praxis, 2011). Pertama, pendidikan HAM harus dimulai sejak usia dini. Anak-anak harus diajarkan tentang hak dan tanggung jawab mereka, serta hak dan tanggung jawab orang lain. Anak-anak harus diajarkan bahwa semua orang sama dan memiliki hak yang sama untuk hidup dan berkembang. Kedua, pendidikan HAM harus dilakukan secara terus-menerus. Pendidikan HAM tidak hanya dilakukan di sekolah atau di universitas, tetapi juga di rumah, tempat kerja, dan masyarakat. Semua orang harus diajarkan tentang HAM dan cara menghargai hak orang lain. Ketiga, pendidikan HAM harus mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif dan membantu individu memahami masalah-masalah sosial dan mencari solusi yang tepat dan inovatif. Keempat, pendidikan HAM harus mencakup isu-isu global. Pendidikan HAM harus membantu individu untuk memahami masalah global seperti perubahan iklim, ketidakadilan ekonomi, dan perdagangan manusia. Individu harus diajarkan bahwa masalah global ini memengaruhi seluruh dunia dan bahwa setiap orang dapat berkontribusi untuk menyelesaikan masalah ini. Kelima, pendidikan HAM harus membantu individu menjadi warga negara yang aktif.
Pendidikan ini harus membantu individu untuk memahami peran mereka sebagai warga negara dan memberi mereka kepercayaan diri untuk berpartisipasi dalam proses demokrasi. Keenam, pendidikan HAM harus melibatkan semua orang. Pendidikan HAM tidak boleh hanya menjadi hak bagi segelintir orang mampu atau berpendidikan tinggi. Pendidikan HAM harus tersedia untuk semua orang, terlepas dari latar belakang pendidikan dan apa pun yang melingkupinya. Keenam, poin di atas sesungguhnya muncul dari keyakinan bahwa penyadaran terhadap HAM itu tidak dapat dilihat sebagai perkara individu saja, tetapi juga harus melibatkan kelompok suatu masyarakat. HAM ialah perkara publik, meski kasusnya menyangkut individu seseorang. Pengajaran dalam pendidikan HAM ini dapat melibatkan pendekatan kelas, diskusi kelompok, simulasi kasus, dan kunjungan ke tempat-tempat terkait dengan HAM, seperti pusat rehabilitasi atau organisasi nonpemerintah yang fokus pada HAM. Mengenai materi ajar dalam pendidikan HAM, beberapa hal harus diingat, yaitu isu-isu terkait dengan hak di dalamnya, seperti hak anak-anak, hak perempuan, hak kaum minoritas, hak imigran, hak pengungsi, dan hak lingkungan.
Materi ajar tersebut harus disajikan dengan bahasa yang mudah dimengerti dan konteks yang relevan sehingga siswa dapat memahami isu-isu tersebut secara lebih mendalam. Pendidikan HAM ini merupakan suatu proses pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang HAM dan nilai-nilai kemanusiaan (Audrey Osler, Human Rights and Education, 2011: 631-651). Karena itu, pendidikan ini merupakan hak asasi yang harus dipenuhi negara kepada rakyatnya.
Negara harus menyediakan akses pendidikan HAM bagi masyarakat tanpa diskriminasi dan batasan apa pun. Hal itu dimaksudkan untuk memastikan bahwa setiap individu memiliki pengetahuan yang cukup tentang hak-haknya sehingga mereka dapat memperjuangkan hak-haknya dan mencegah pelanggaran HAM. Selain itu, pendidikan ini sangat penting dalam membangun masyarakat yang demokratis dan berkeadilan. Beberapa kendala Pendidikan HAM merupakan hal yang sangat penting dalam membangun masyarakat yang demokratis dan beradab. Namun, ada beberapa kendala yang dapat menghambat proses pendidikan HAM (Tibbitts, F, The Right to Education and Human Rights Education: Global Perspectives, 2010), di antaranya pertama, kurangnya dukungan dan perhatian pemerintah, terutama minimnya pendanaan program-program pendidikan HAM sehingga membatasi akses banyak orang untuk mempelajari HAM. Kedua, keterbatasan materi dan sumber daya pendidikan, seperti buku teks, media interaktif, dan fasilitas pendukung, memengaruhi kualitas dan kuantitas pendidikan HAM sehingga pendidikan HAM masih terbatas pada materi-materi teoretis dan pengertian konsep dasar. Ketiga, hambatan bahasa. Beberapa materi pendidikan HAM hanya tersedia dalam bahasa-bahasa asing sehingga mempersulit orang yang tidak fasih bahasa Inggris untuk memahaminya. Keempat, partisipasi masyarakat dalam program-program pendidikan HAM sangat penting, tetapi sering kali terbatas. Hal ini disebabkan kurangnya informasi dan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya HAM, serta ketakutan akan konsekuensi dari mengekspresikan pendapat mereka. Kelima, fasilitas dan aksesibilitas kurang.
Beberapa wilayah terpencil tidak memiliki fasilitas pendidikan yang memadai sehingga aksesibilitas menjadi sangat sulit bagi masyarakat yang tinggal di sana. Keenam, perbedaan budaya dan pandangan politik. Beberapa pandangan yang diterapkan dalam budaya tertentu mungkin tidak sesuai dengan prinsip-prinsip HAM sehingga pendidikan HAM harus mencari cara yang tepat agar dapat diterima masyarakat dengan berbagai latar belakang budaya dan politik yang berbeda.oleh: Ratno Lukito Dewan Pengawas Yayasan Sukma
Tinggalkan Balasan