Tantangan Komunikasi Publik Membumikan Presidensi G-20 Indonesia
SETAHUN adalah waktu yang tidak sebentar untuk menggemakan pesan kunci perhelatan Group of Twenty (G-20). Berbagai upaya dilakukan pemerintah dalam menyukseskan Presidensi G-20 Indonesia. Sebuah kesempatan emas bagi Indonesia untuk menjadi tuan rumah sebuah forum kerja sama multilateral yang terdiri atas 19 negara utama dan Uni Eropa.
Secara substansi, G-20 memiliki banyak bahasan. Namun, sebelum sampai pada bahasan-bahasan itu, istilah G-20 rupanya masih belum berhasil masuk ke telinga masyarakat. Hal itu diketahui dari survei sejumlah lembaga riset independen yang menemukan bahwa 60%-70% masyarakat Indonesia tidak tahu Presidensi G-20 Indonesia. Apa penyebabnya?
Informasi tentang kelompok kerja (working group), engagement group, dan kegiatan pendukungnya (side event) G-20 boleh jadi cukup sukses menciptakan crowd. Namun, informasi G-20 tampaknya belum berhasil menempel di ingatan publik. Hal itu bisa terjadi karena banyaknya informasi yang bergulir, tetapi tidak semua orang merasa perlu mengetahui apalagi memahaminya.
Tantangan membumikan G-20 bertambah ketika viral berita peristiwa pembunuhan Brigadir J yang jauh lebih menyita perhatian publik. Belum lagi disusul isu KDRT Rizky Billar terhadap istrinya, Lesty Kejora. Bahkan, tidak cukup sampai di situ, tragedi Kanjuruhan turut menambah daftar tantangan kita membangun perhatian publik terhadap G-20.
Pertemuan G-20 sendiri terangkai atas dua jalur, yaitu finance track dan sherpa track. Finance track adalah jalur keuangan, pertemuan yang membahas isu ekonomi, sedangkan sherpa track membahas isu ekonomi non-keuangan. Informasi selanjutnya tentang isu dalam sherpa track bisa jadi membuat masyarakat mulai bingung dan mungkin tidak terlalu peduli.
Baca Juga: Mencermati Perubahan Stance Kebijakan Moneter GlobalStruktur koordinasi sherpa track pada Presidensi G-20 Indonesia tahun 2022 terdiri atas 11 Working Group (WG), yaitu antikorupsi; pertanian; keberlanjutan lingkungan dan iklim; perkembangan; ekonomi digital; transisi energi; pendidikan; pekerjaan; kesehatan; pariwisata; serta perdagangan, industri, dan investasi; juga 1 inisiatif yakni isu pemberdayaan. Semua isu terdengar praktis dan dekat dengan keseharian masyarakat. Akan tetapi, lagi-lagi, butuh keahlian komunikasi untuk menerjemahkan agar pesan G-20 mudah dipahami masyarakat.
WG diartikan sebagai kelompok kerja yang beranggotakan para ahli dari negara G-20. Mereka menangani isu-isu yang spesifik terkait dengan agenda G-20 yang lebih luas. Adapun Engagement Group (EG) merupakan pertemuan yang dilaksanakan dengan melibatkan perwakilan lembaga negara pada rangkaian presidensi G-20. Terdapat 10 EG, yaitu B-20, C-20, L-20, P-20, S-20, T-20, U-20, W-20, Y-20, dan SAI-20. Mari kita mengenalnya secara singkat satu per satu. Minimal masyarakat menjadi tahu setelah dirangkum dalam artikel ini sebab terlalu banyak singkatan dalam penyelenggaraan G-20.
Kita mulai dengan B-20 atau The Business 20, adalah forum dialog antara komunitas bisnis global yang berada di bawah sherpa track. B-20 merefleksikan peran sektor swasta sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi yang kuat, berkelanjutan, dan berimbang.
C-20 atau Civil 20 berisikan komunitas terbuka terkait lingkungan, pertumbuhan berkesinambungan, dan HAM. C-20 adalah wadah organisasi masyarakat sipil dari seluruh dunia untuk terlibat dengan para pemerintah di G-20 dalam menghadapi isu-isu krusial di dunia saat ini. Lalu L-20 atau Labour 20 yang merupakan forum dialog untuk mengumpulkan pemimpin serikat pekerja yang merepresentasikan jutaan pekerja dari seluruh dunia.
Selanjutnya ada P-20 atau Parliament 20, sebuah forum parlemen negara-negara G-20 yang diselenggarakan dalam satu rangkaian KTT G-20. Ada pula S-20, wadah kelompok akademisi di bidang ilmu pasti.
Kemudian T-20 atau Think 20, yang menjadi wadah bagi global think-tank dan para ahli untuk menyajikan analisis yang komprehensif terkait dengan diskusi yang sedang berlangsung di G-20 dan menghasilkan ide-ide untuk mendukung G-20 dalam menghasilkan kebijakan konkret dan berkelanjutan.
Berikutnya U-20 atau Urban 20, forum dialog untuk memberi perspektif dan prioritas kota dengan fokus pembangunan global, iklim, masa depan dunia kerja, inklusi sosial, dan integrasi. Selain itu, ada W-20 atau Women 20, yang memastikan perhatian terhadap isu-isu gender dalam pembahasan G-20 dan Y-20 sebagai wadah orang-orang muda mengekspresikan visi dan ide.
Satu lagi, SAI-20 atau Supreme Audit Institutions 20, merupakan engagement group baru di bawah G-20 yang mengusung dua prioritas utama, yaitu mengakselerasi pemulihan ekonomi pascapandemi dan mendukung implementasi SDG’s.
Momentum KTT G-20 sarat dengan berbagai pertemuan, termasuk ministerial and deputies meeting, yakni pertemuan tingkat menteri dan deputi yang diadakan di tiap-tiap area fokus utama forum.
Selain forum-forum yang sudah disebutkan sebelumnya, ada pula kegiatan pendukung (side event), di antaranya R-20, M-20, TIIG, dan RIM. R-20 atau Religion 20 telah resmi menjadi Engagement Group dari Presidensi G-20 Indonesia 2022. Forum ini dihadiri para pemuka agama dari berbagai negara anggota G-20 untuk membahas isu-isu agama dan persoalan keagamaan di berbagai negara.
Di samping itu, ada M-20 atau Music 20, yang sukses mewadahi para pemusik dari berbagai negara anggota G-20. Forum ini digagas mengingat posisi musik memiliki peran penting dalam perubahan dunia. M-20 lahir di Indonesia. Para penggagasnya meyakini M-20 akan kembali bergulir pada perhelatan G-20 berikutnya di India dan selanjutnya di Brasil.
Berikutnya, sama seperti M-20, Indonesia juga menginisiasi gelaran side event. Masih erat kaitannya dengan T-20, melalui Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Indonesia menggelar Space 20, Research and Innovation Initiative Gathering (RIIG), yang dilanjutkan dengan Research and Innovation Ministers Meeting (RIMM).
Strategi komunikasi G-20 dan tantangannya
Sekian banyak isu yang dibahas dalam rangka G-20, pastinya membutuhkan kerja bersama, khususnya di lintas lembaga dan kementerian. Kementerian Kominfo bersama Kantor Staf Presiden (KSP) intens mengawal dengan menyusun strategi komunikasi publik.
Agenda setting dikoordinasikan setiap bulan oleh tim komunikasi presiden. Berbagai konten diproduksi dan diviralkan ke berbagai kanal, termasuk grup Whatsapp dan media sosial. Baik Kementerian Kominfo maupun KSP tidak lelah berpesan dan membantu ‘mencacah’ ide-ide kreatif yang bisa dilakukan instansi mana pun atau organisasi profesi apa pun.
Sejak awal 2022, terminologi G-20 sudah berkumandang, disusul istilah-istilah yang terdengar asing. Meskipun gemanya sempat menurun, pada Oktober ini gaungnya kembali digencarkan. Hasil pertemuan yang digagas KSP dan dihadiri perwakilan humas pemerintah dari berbagai kementerian dan lembaga menunjukkan data berbagai upaya kerja bersama untuk G-20.
Program-program yang dikemas humas pemerintah pun sudah dibuat sedemikian rupa agar bernuansa populer. Humas Polri, misalnya, merancang produksi dan penyebaran konten video Pak Bhabin untuk Komunikasi Demam G20. Ada juga Gemar G20 (Generasi Muda Aware G20) dari Kementerian PUPR, Netas (Nemuin Komunitas) gagasan Kemenparekraf, inisiatif BRIN dalam Indonesia Research and Innovation Expo (Inarie) 2022 yang dikunjungi sejumlah delegasi, serta BRIN Science Show yang menyasar generasi muda.
Berbagai lomba reels, vlog, Tiktok, standup comedy, kuis trivia, siniar, G20pedia, dan lainnya digelar berbagai kementerian dan lembaga seperti KPK, Kemenkominfo, Setkab, Setneg, BNPB, Kementerian BUMN, dan Kemendikbudristek.
Tulisan ini sekadar mempertegas bahwa strategi komunikasi sudah diimplementasikan. Berbagai lini bergerak bersama, memiliki tujuan besar yang sama, menjadikan Indonesia patut diperhitungkan dunia. Isu-isu dalam G-20 adalah isu yang elite dengan istilah-istilah asing, dan sulit diterjemahkan hingga menyentuh awam. Kerja sama berbagai pihak menunjukkan bahwa Indonesia berdaulat, gotong royong, dan optimistis.
Mengapa survei menyatakan G-20 masih juga belum dikenal masyarakat? Tentu ini menjadi evaluasi kita bersama. Apa pun kekurangannya, apa yang sudah kita lakukan layak diapresiasi.
Tulisan ini merupakan pendapat pribadi. Oleh: Dyah R Sugiyanto Pranata Humas Madya/Koordinator Komunikasi Publik BRIN.(*)
Tinggalkan Balasan