AMBON, Siwalimanews  – Menteri Dalam Negeri, Muhammad Tito Karnavian, didesak untuk membatalkan perombakan birokrasi yang telah dilakukan Gubernur Maluku, Murad Ismail jika tidak mengantongi izin tertulis.

Demikian dikatakan Akademisi Hukum Unpatti, Muhammad Irham kepada Siwalimanews melalui telepon selulernya, Sabtu (20/4), merespon perombakan birokrasi yang dilakukan Murad Ismail terhadap sejumlah jabatan Pimpinan Tinggi Pratama, di lingkungan Pemprov Maluku.

Dijelaskan, kepala daerah seharusnya tidak melakukan perombakan birokrasi di akhir masa jabatan, apalagi menjelang pilkada tanpa persetujuan tertulis dari Mendagri.

Larangan perombakan birokrasi secara tegas kata Irham diatur dalam Pasal 71 ayat (2) UU Nomor 10 tahun 2016 Tentang Pilkada dan surat edaran Mendagri.

“Jika tidak ada persetujuan tertulis dari Mendagri, maka sebenarnya keputusan gubernur bisa dipersoalkan ke ombudsman. Tapi kan kita tidak tahu izin tertulis dari Mendagri itu sudah ada atau tidak,” ujar Irham.

Baca Juga: Latuconsina Ambil Formulir Balon Gubernur, Vanath Pilih Posisi Wagub

Dalam pengisian jabatan baik pergantian, mutasi dan lainnya, gubernur seharusnya tunduk pada peraturan perundang-undangan yang baru, sebab Indonesia bukan negara kekuasaan tapi negara hukum.

Menurutnya, jika tidak dikantongi izin Mendagri tetapi perombakan birokrasi dilakukan, Mendagri harus membatalkan keputusan Gubernur Maluku tentang pelantikan pejabat yang telah dilakukan.

“Kalau tidak ada izin maka Mendagri harus batalkan, kan di beberapa daerah lain sudah ada keputusan gubernur yang dibatalkan oleh Mendagri,” tegas Irham.

Kendati begitu, dengan waktu yang tersisa kurang satu lima hari diakhir masa jabatannya Gubernur Murad Ismail, Irham menilai tidak akan berdampak sebab pengusulan pembatalan juga membutuhkan waktu untuk proses di Kemendagri.

“Jadi jika dilihat dari strategi perombakan birokrasi kayaknya gubernur sudah membaca juga kemungkinan itu, tetapi Mendagri seyogyanya menganulir keputusan gubernur tersebut,” jelasnya.

Irham juga mendesak DPRD Provinsi Maluku untuk bersikap dengan memanggil gubernur atau Kepala BKD untuk mempertanyakan dasar hukum tindakan gubernur tersebut. (S-20)