AMBON, Siwalimanews – Sebanyak 20 karyawan PT. Milion Limba yang berlokasi di Negeri Hutumuri, Keca­matan Leitimur Selatan, Kota Ambon dirumahkan tanpa memperoleh upah kerja atau kompensasi

Alhasil 20 karyawan PT ML ini mengadukan hal ini ke DPRD Kota Ambon, dan berharap dewan bisa mem­per­juangkan nasib mereka.

Atas aduan tersebut, Ko­misi I DPRD Kota Ambon merespon dengan cepat de­ngan melakukan rapat dengar pendapat dengan pihak PT ML yang berlangsung di  Ruang Paripurna Baileo Rak­yat Belakang Soya, Ambon, Senin (30/10).

Rapat tersebut dipimpin Jafry Taihutu sebagai ketua, ddidampingi Sekretaris dan Wakil Komisi I serta Wakil Ketua II DPRD Kota Ambon, Rustam Latupono sebagai pendamping komisi dihadiri juga pihak karyawan, peru­sahaan PT ML dan Dinas Tenaga Kerja Kota Ambon.

Usai rapat, Taihutu kepada warta­wan menuturkan pihaknya telah meminta agar antara pihak perusa­haan dan Dinas Tenaga Kerja Kota Ambon segera berkoordinasi perihal hak-hak 20 karyawan tersebut.

Baca Juga: Menkopolhukam Ajak Generasi Muda Maluku Jaga Nasionalisme

Selain hal itu, hal-hal menyangkut upah karyawan yang tidak rasional yakni per karyawan hanya menerima Rp200-300 ribu per bulan, itu juga agar ditindaklanjuti.

“Jadi perusahaan segera koordi­nasi dengan dinas, supaya hal-hal terkait manajemen, regulasi sampai soal sistem pengupahan dan lainnya dapat terselesaikan,”pintanya.

Taihuttu menegaskan, pihaknya akan terus mengawal sampai per­soalan karyawan ini terselesaikan.

Dia juga berharap, apapun masa­lah-masalah karyawan dengan pihak perusahaan agar tidak harus sampai ke meja hijau. Karena selain mema­kan waktu panjang, juga tidak memberikan dampak keuntungan bagi karyawan.

“Kita tentu berharap apa yang bisa diselesaikan secara baik akan kita fasilitasi, sehingga persoalan-persoalan seperti ini tidak harus ke rana hukum. Karena kalau demikian, saya kira karyawan juga tidak diuntungkan dengan proses-proses itu,” ujarnya.

Janji Bayar

Sementara itu, HRD PT. Milion Limba, Faldo Lambiombir mengata­kan, pihaknya akan membayar kon­pensasi bagi 20 karyawan tersebut.

“Setelah ini kita akan koordinasi dengan Disnaker, tapi kemungkinan besar kita akan bayar konpensasi mereka, dan akan melihat kembali apakah nanti mereka akan tetap bekerja atau tidak. Karena dari 20 orang itu, ada beberapa yang sampai saat ini masih tetap berkoordinasi, bahkan ada yang juga masih kerja. Jadi nanti dilihat kedepan,”katanya.

Ini Sistem Hitungan

HRD PT. Milion Limba, Faldo Lam­biombir menjelaskan, upah karyawan borongan pada perusa­haan tersebut diberikan sesuai volume kerja karyawan, yakni per kilo sampah plastik yang dibersihkan karyawan dihargai Rp500-1.000.

“Jadi kita hitung berdasarkan volume dan hasil sortiran mereka, itu ada yang 500 rupiah sampai 1000 ru­piah per kilo. Dan itu juga berda­sar­kan jenis sampah plastik,” tuturnya.

Dia membantah soal upah Rp200-300 yang diterima karyawan selama ini. Menurutnya, upah yang diterima justru mencapai Rp1-2 juta per bulan.

“Jadi kalau ada yang bilang terima 200-300 ribu itu sebenarnya bukan karena mereka masuk setiap hari lalu kita bayar segitu per bulannya. Kita bayar 200-300 ribu itu berdasarkan timbangan sampah plastik yang mereka sortir. Tapi sebenarnya me­reka juga tidak dapat segitu, mereka bahkan dapat 1-2 juta sebulan,” katanya.

Terkait hal ini, Ketua Komisi I DPRD Kota Ambon, Jafry Taihuttu mengatakan, bahwa upah karyawan diatur dalam sistem regulasi internal perusahaan yang juga harus ber­dasar pada UMP dan UMR.

Dia juga meminta, perusahaan dapat merasionalisasi jumlah karya­wan yang kini mencapai 85 orang itu, agar dapat mengupah mereka, baik karyawan tetap maupun boro­ngan, minimal sesuai UMP atau UMR yang ditetapkan.

“Dan itu yang mesti kita dorong agar perusahaan juga terselamatkan, dan gaji karyawan juga tetap jalan sesuai. Itu kebijakan rasionalisasi untuk penyelesaian persoalan an­tara perusahaan dan karyawan,” jelasnya.

Disnaker Telaah Regulasi

Sementara itu, Kepala Dinas Te­naga Kerja dan Transmigradi Kota Ambon, Steiven Patty menegaskan, pihaknya akan menelaah regulasi dari PT. Milion Limba.

Terutama soal sistem hubungan kerja dengan karyawannya, baik yang menyangkut upah maupun perjanjian kerja.

“Nanti kita lihat peraturan peru­sahaannya seperti apa, karena pe­raturan itu yang mengatur hubu­ngannya dengan karyawan, apakah peraturan itu dia sesuai dengan regulasi yang telah ditetapkan atau tidak,”ujarnya.

Dia mengaku, sebelumnya telah mengundang pihak perusahaan terkait persoalan karyawannya, dan ditemukan masih banyak karyawan yang tidak dibuat perjanjian kerja sama, dan sebagai pembina perusa­haan, telah dimintakan untuk menin­daklanjuti hal itu.

Karena, lanjutnya, persoalan-persoalan industrial yang terjadi itu bermula dari perjanjian kerja sama  yang mengikat antara pemberi kerja dan karyawan.

“Intinya soal kerja itu harus dibuat oleh perusahaan. Termasuk soal upah, akan kita lihat juga aturan perusahaannya. Misalnya soal karyawan yang bekerja dibawah satu tahun akan digaji sesuai UMK, tapi faktanya tidak sesuai. Sehingga ini yang menjadi persoalan, “tuturnya.

Sementara terkait 20 karyawan yang dirumahkan oleh pihak perusahaan, Patty menanggapi, bahwa manajemen perusahaan harus dibenahi.

“Ini memang harus dibicarakan, kalau memang mereka tidak bisa dikembalikan, maka harus ada konpensasi bagi mereka yang dirumahkan,”tandasnya. (S-25)