Sebagai salah satu Negara yang luas di dunia, Indonesia tidak hanya memiliki wilayah daratan dan perairan yang luas tetapi juga kaya dengan sumber daya alam. Hutan tropis yang luasnya diperkirakan mencapai 144 juta hektar sangat kaya dengan ribuan jenis burung, ratusan jenis mamalia dan puluhan ribu jenis tumbuhan, perairan yang luas menjadi tempat bagi perkembangan populasi berbagai hasil laut berupa ikan dan hasil perairan lainnya. Demikian pula dengan buminya yang mengandung berbagai jenis mineral dalam jumlah yang tidak sedikit.

Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) merupa­kan suatu hal yang sangat penting dibicarakan dan dikaji dalam kerangka pelaksanaan pembangunan nasional kita. Dengan potensi sumber daya alam yang berlimpah sesungguhnya kita dapat melaksanakan proses pembangunan bangsa ini secara berkelanjutan tanpa harus dibayangi rasa cemas dan takut akan kekurangan modal bagi pelaksanaan pembangunan tersebut. Pemanfaatan secara optimal kekayaan sumber daya alam ini akan mampu membawa kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruh bangsa Indonesia

Namun demikian perlu kita sadari ekploitasi secara berlebihan tanpa perencanaan yang baik bukannya mendatangkan kemakmuran dan kesejahteraan namun malah sebaliknya akan membawa malapetaka yang tidak terhidarkan, akibat dari pengelolaan sumber daya alam yang tidak memperhatikan kesimbangan dan kelestarian lingkungan dapat kita lihat pada kondisi lingkungan yang mengalami degradasi baik kualitas maupun kuantitasnya.

Pemerintah terus berupaya untuk mengelola sumber daya alam (SDA)  yang ada untuk kese­jahteraan masyarakat Indonesia sebagai bentuk keberpihakan Pemerintah kepada kepentingan masyarakat. Hal tersebut merupakan perwujudan amanah Pasal 33  ayat 3  Undang-Undang Dasar 1945  dimana bumi, air dan keka­yaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemak­muran rakyat, “ada bagian dari bangsa Indonesia yang kurang beruntung yang sampai untuk memasang sambungan listrik saja mereka tidak mampu, dan ini merupakan tantangan yang besar”, Pertanyaan besarnya adalah sudah mampukah sumber daya alam yang kaya raya ini dapat mesejahterahkan rakyatnya? Jika belum mampu memberikan kontribusi kesejahteraan rakyat,  apa yang salah dengan pengelolaan sum­ber daya alam ini,  Merujuk kepada Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 khusunya pasal 33 ayat 3 yang berkaitan dengan kekayaan alam sudah sangat jelas tujuannya adalah untuk kemakmuran rakyat Indonesia, Goal yang akan dicapai adalah kesejahteraan rakyat Indonesia, Proses pencapaian tersebut harus dimulai dengan tindakan awal yaitu ekplorasi sumber daya alam.  Jika hal ini sudah dilakukan dan dapat data konkrit seluruh cadangan sumber daya alam kita. Gerakan kajian ilmiah dan pengumpulan data kekayaan perlu dilakukan diseluruh pemerintahan mulai dari tingkat daerah sampai tingkat pusat.  Maka Pemerintah akan memiliki buku bank data kekayaan alam. Kehadiran para ahli diberbagai bidang termasuk perguruan tinggi sangat diperlukan. Setelah kegiatan ekplorasi SDA selesai dilakukan makan tindakan berikutnya adalah eksploitasi SDA itu sendiri. Kajian dan tindakan perlu dilakukan tentang penyelamatan species tertentu atau kerusakan alam akibat eksploitasi tersebut. Pengelolaan Sumber daya alam harus memenuhi kaidah pembangunan berkelanjutan  (subistanable development), yakni 1. Pengelolaan SDA yang menguntungkan secara ekonomi untuk kemakmuran rakyat,; 2. Pengelolaan SDA yang tidak merusak lingkungan, memperhatikan kebutuhan masa depan anak cucu bangsa Indonesia; 3. Pengelolaan SDA yang memperhatikan kebutuhan sosial, tidak meng­akibatkan perpecahan persatuan, tidak menda­tangkan kecemburuan sosial lainnya.

Sesi berikutnya dari kegiatan eksploirasi adalah mengumpulkan hasilnya dan kemana diperuntukan oleh Pemerintah sebagai lembaga Negara yang diberikan amanah menguasai SDA tersebut. Peruntukan hasil itu sudahkah kepada kepada kegiatan yang akan mengembangkan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Dalam rangka inilah pemerintah melahirkan berbagai regulasi yang harus menguntungkan rakyat dan bangsa Indonesia secara keseluruhan. Para ahli pembantu pemerintah harus satu pikiran yaitu dalam rangka mewujudkan kemakmuran seperti yang sudah diamanahkan oleh UUD 1945. Pemerintah Indonesia diketahui kalah dalam gugatan Uni Eropa ke Organisasi Perda­gangan Dunia (WTO) terkait penghentian ekspor produk biji nikel. Tak tinggal diam pemerintah pun akan mengajukan banding atas kekalahan tersebut. Wakil Menteri Perdagangan RI (2011-2014) Bayu Krisnamurthi menilai setelah adanya putusan dari WTO  setidaknya ada beberapa jalur yang dapat ditempuh pemerintah dalam menghadapi gugatan tersebut. Pertama Pemerintah dapat pergi ke suatu badan bernama Appellate Body untuk meninjau ulang kembali. “Tapi badan ini mati sekarang tidak berfungsi karena Amerika Serikat yang secara statute dari WTO punya peran strategis dia tidak mau lagi terlibat disitu. Tidak mau memberikan pengganti orang yang ada disitu. Badan ini sebenarnya badan yang ideal tapi dia tidak bisa berfungsi” ujarnya dalam beberapa kesempatan. Kemudian melalui cari kedua yakni dengan banding arbitrase dengan sistem Multi Party interim Appeal Through Arbitration (MPIA) adapun sistem ini sendiri merupakan alternative dari Applellate Body. Meski begitu sistem ini yang mau menjadi penengah dan Negara mana yang tidak mau itu ada lobi politik ada lobi macam-macam yang mungkin ini bisa membuat waktunya jadi bisa setahun bisa dua tahun katanya, berikutnya cara yang terakhir adalah penyelesaian secara bilateral. Pemerintah Indonesia bisa melakukan pendekatan dan membuat diplomasi dengan saling tukar menukar nota legalitas. “Bisa kemudian juga saling memberikan argumentasi ekonomi karena terkadang ok ini tidak sesuai dengan kesepakatan tetapi memberi manfaat bukan hanya bagi Indonesia tapi juga bagi Negara yang menggugat atau bahkan bisa pakai pendekatan politik dengan berbagai macam cara diplomasi, ujarnya. Seperti diketahui Presiden RI Ir. H. Joko Widodo (JOKOWI) memerintahkan para menteri ekonominya untuk melakukan banding hukum atas kekalahan gugatan Uni Eropa di Badan Penyelesaian Sengketa atau Dispute Settlement Body (USB) WTO, “Eksport bahan mentah sekali lagi meski kita kalah di WTO urusan nikel ini di gugat Uni Eropa kita kalah, tidak apa-apa kita sampaikan ke Menteri banding”  terang Presiden Joko Widodo dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Investasi Tahun 2022 rabu 30/11.2022, dimana Jokowi menegaskan bahwa kebijakan hilirisasi di dalam negeri, nilai ekspor nikel mengalami loncatan yang signifikan dari tahun 2017-2018 yang nilai ekspornya hanya US$  1,1 miliar atau sekitar Rp. 19-20 triliun melejit di tahun 2021 mencapai US$ 20,8 miliar atau sekitar Rp. 300 triliun lebih, “18 kali lipat kita hitung nilai tambahnya” tandas Presiden Jokowi. Presiden Joko Widodo terus mendorong jajarannya un­tuk melakukan hilirisasi terhadap bahan-bahan tambang yang dimi­liki Indonesia untuk mendapatkan nilai tambah yang berkali-kali lipat. Presiden meminta agar penghentian ekspor dalam bentuk bahan mentah tidak hanya berhenti pada komoditas nikel saja, “ Enggak bisa lagi kita mengekspor dalam bentuk bahan mentah, mengekspor dalam ben­tuk raw material engak . begitu kita dapatkan investasinya ada yang bangun, bekerja sama de­ngan luar dengan dalam atau pu­sat dengan daerah, Jakarta deng­an daerah nilai tambah itu akan kita peroleh ujar Presiden dalam sambutannya saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Investasi Tahun 2022 di Jakarta Rabu 30/11/2022.

Baca Juga: Standar Kompetensi Sertifikasi Bendahara

Berbicara mengenai kemak­muran atau kesejahteraan harus disamakan persepsi masyarakat kita. Hal ini melihat perbandingan di Negara-negara maju seperti di Jepang, Korea serta  Negara Eropa dewasa ini kita sebagai bangsa Indonesia harus segera bangkit dalam memanfaatkan dan mengelola Sumber Daya Alam yang kita miliki untuk dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat saat ini dan kedepan untuk anak cucu kita, agar kedepan bangsa Indonesia mampu bersaing dan diperhitungkan dalam kancah forum internasional karena  tolak ukur makmur atau sejahtera tidak lagi diukur dari berapa banyak asset kekayaan yang dimiliki seperti mobil mewah dan rumah mewah tetapi pada prinsipnya dinilai dari unsur manfaatnya dan produktivitasnya.  Seseorang dikatakan sukses dalam hidup bukan lagi dilihat dari unsure kekayaan yang dimiliki tetapi sudah dititik beratkan kepada nilai guna  (value) hidup seseorang, mampukah seseorang itu bekerja dengan benar? Mampukah sese­orang itu memberikan dampak kebaikan kepada orang banyak ?, kalau sudah seperti keadaan diatas situasinya maka kesejah­te­raan yang dimaksud sudah bisa kita definisikah adalah terjamin­nya kehidupan seseorang dibi­dang sandang, pangan, papan, keamanan, jaminan mengeyam pendidikan, kesejahteraan dan jaminan hidup layak lainnya (asuransi dan sebagainya), setiap kepala keluarga dan anggota keluarga semua berusaha dan bekerja dan hasilnya mengarah kepada kebutuhan diatas, tidak lagi kepada kebutuhan menum­puk harta dan kecemasan terha­dap anak cucu yang mesti diting­galkan warisan untuk beberapa keturunan kedepan, semoga.Oleh: WELLEM RIRIHATUELA, SE. MM.  PENGAWAS PEMERINTAHAN PADA INSPEKTORAT PROVINSI MALUKU