AMBON, Siwalimanews – Kendati pemilu serentak telah berlangsung, namun meninggalkan sejumlah persoalan terkait dengan proses pencoblosan.

Mulai dari ukuran huruf pada surat suara yang sa­ngat kecil, surat suara yang rusak hingga adanya kebi­ngungan dari masyarakat untuk mencoblos.

Semua persoalan yang terjadi saat pemilu serentak menunjukkan lemahnya sosialisasi dari penyeleng­gara pemilu yakni KPU dalam semua level.

Sebagai contoh walaupun surat suara telah dilakukan penyortiran oleh KPU, na­mun masih ditemukan keru­sakan surat suara saat hendak coblos pemilihan.

Ukuran huruf yang menyu­litkan pemilihan ini pun diungkapkan Gubernur Ma­luku, Murad Ismail kepada wartawan usai memberikan suara di TPS 001 Kelurahan Tihu Kecamatan Teluk Ambon.

Baca Juga: Kakek 79 Tahun Asal SBB Hilang Saat Melaut

“Kalau mau lihat pemilu tahun ini surat suara bisa membuat pemilih khusus lansia bingung karena hurufnya yang terlalu kecil,” ungkap Gubernur.

Sementara itu, Akademisi Fisip Unpatti Victor Ruhunlela kepada Siwalima melalui telepon selu­lernya, Selasa (13/2) mengung­kapkan keprihatinannya terhadap proses dan tahapan pemilu serentak tahun 2024.

Menurut Ruhunlela proses penyelenggaraan pemilu seren­tak tahun 2024 merupakan ter­buruk sepanjang penyelenggara pemilu serentak di Indonesia dari aspek sosialisasi.

“Kali ini paling terburuk karena konsentrasi mereka hanya di pemilih presiden sedangkan hal teknis lain tidak diperhatikan misalnya proses sosialisasi yang kurang bagi masyarakat,” ungkap Ruhunlela.

KPU kata Ruhunlela selalu beranggapan bahwa sosialisasi telah dilakukan melalui media sosial, namun sosialisasi melalui media sosial itulah yang menim­bulkan masalah.

KPU selalu berfikir bahwa masyarakat sudah memiliki aplikasi android untuk membaca semua informasi, namun KPU lupa bahwa orang kurang mampu di negara ini masih banyak sehingga tidak semua informasi diketahui masyarakat.

“Menurut saya paling buruk, akhirnya masyarakat menjadi bingung. Apakah kurang ang­garan sehingga sosialisasi tidak dilakukan secara menyeluruh, berbeda dengan tahun lalu yang begitu bagus,” tuturnya.

Dengan sejumlah persoalan yang terjadi, Ruhunlela meya­kinkan tingkat partisipasi pemilih pada pemilu serentak akan mengalami penurunan drastis jika dibandingkan dengan tahun 2019.

“Saya memprediksi partisipasi pemilih pasti turun 15-20 persen dari tahun 2019,” tegasnya.

Terpisah, Akademisi Fisip UKIM Amelia Tahitu juga meng­ungkapkan kurangnya sosialisasi dari penyelenggara yang menye­babkan pemilih kebingungan.

Menurutnya, para pemilih lansia sangat bingung dengan tulisan pada surat suara yang sangat kecil dan membutuhkan bantuan petugas.

“Pemilu kali ini berbeda dengan sebelumnya karena memang ada begitu banyak masalah yang dikeluhkan pemilih,” ungkapnya.

Tahitu pun meminta adanya perhatian serius dari penyeleng­gara agar kedepannya semua persoalan yang terjadi dapat diperhatikan.

Merespon adanya tudingan sosialisasi yang lemah, Ketua KPU Provinsi Maluku Syamsul Rifan Kubangun justru mengklaim bila pihaknya bersama jajaran KPU Kabupaten/Kota telah maksimal dalam melakukan sosialisasi.

“Kita sudah maksimal dalam melakukan sosialisasi kepada pemilih guna memperkenalkan surat suara termasuk tata cara pencoblosan, jadi kalau mau bilang sosialisasi yang kurang juga tidak,” tutupnya.

C1 Hasil Kosong

KPU kabupaten Maluku Tengah sepertinya tidak siap melak­sanakan pemungutan suara di secara umum di Malteng.

Entah disengaja atau tidak, setidaknya terdapat 8 TPS dari 9 TPS di Desa Tanahanu Kecama­tan Teluk Elpaputih molor mela­kukan penghitungan suara hasil pemilu. Bagaimana tidak, sampai dengan pukul 19:11 WIT, peng­hitungan suara hasil pemungutan suara di Desa Tananahu belum juga dihitung di 8 TPS akibat tidak ada dokumen C1 hasil.

Vano salah satu tokoh masya­rakat yang dikonfirmasi Siwalima melalui sambungan telponnya mengakui hal itu. Menurutnya dari 9 TPS yang ada di Desa Tana­nahu terlambat melakukan penghitungan suara. Keterlam­batannya pun berjam jam.

“Ini sudah malam, belum juga ada penghitungan suara di 8 TPS dari 9 TPS yang ada di Tananahu. Seluruh saksi parpol,panwas TPS dan masyarakat sampai sekarang masih menunggu namun belum juga di lakukan perhitungan,” tandasnya.

Dia mengaku keterlambatan penghitungan hasil perolehan suara dijelaskan akibat tidak ada dokumen C1 hasil.

“Kami sudah tanyakan kepada petugas KPPS dan mereka menjelaskan masalah itu akibat tidak ada C1 hasil. Ini sudah keterlaluan sebab sampai seka­rang belum juga dilakukan penghitungan,” tandasnya.

Soal apakah pihaknya telah menghubungi KPU untuk menangani masalah itu. Vano mengaku tidak mengetahui Namun tidak mungkin KPPS tidak melaporkan masalah itu.

“Soal itu kami tidak tahu. Tapi, tidak mungkin masalah ini tidak dilaporkan. Banyangkan sampai dengan sekarang belum ada perhitungan. Ini sudah ma­lam”ungkapnya.

Ketua Komisi Pemilihan Umum Malteng yang dikonfirmasi Siwalima mengenai hal itu tidak menjawab panggilan telpon akibatnya sampai dengan se­karang pukul 19.20 00 WIT dipastikan perhitungan hasil perolehan suara belum dilakukan di 8 TPS Desa Tananahu.(S-20/S-17)