SINERGI PENGAWASAN DANA COVID-19
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan secara resmi virus Corona sebagai pandemic pada tanggal 11 Maret 2020. Istilah pandemic yang digunakan tidak berkaitan dengan keganasan penyakit, namun lebih kepada penyebaran yang meluas, sangat mudah menular, dan sudah menyebar secara luas keseluruh dunia. Pemerintah Republik Indonesia dalam menyikapi hal ini kemudian menetapkan Covid-19 sebagai bencana nasional berdasarkan Undang-undang RI. No. 24/2007 tentang penanggulangan Bencana yang singkatnya menyatakan bahwa, suatu peristiwa/kejadian diluar kendali manusia yang mengakibatkan ancaman/kerentanan terhadap kelangsungan hidup manusia.
Indonesia menetapkan wabah Covid-19 yang hingga saat ini makin meluas penyebarannya sebagai Bencana Nasional. Seiring dengan berjalannya waktu dan aktivitas masyarakat, penularan virus corona beresiko tinggi bagi kelompok masyarakat tertentu, seperti lansia, orang dengan masalah kesehatan menahun, orang dengan imunitas yang lemah dan anak kecil.
Dalam Keputusan Presiden (Keppres ) Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2020 tentang penetapan Bencana Non-Alam memuat empat point yang menyatakan perihal tentang penetapan Covid-19 sebagai bencana nasional yaitu : Pertama ; menyatakan bencana factor non –alam yang diakibatkan oleh penyebaran Covid-19 ; lalu Point kedua Presiden menetapkan bahwa penangulanggan bencana nasional yang diakibatkan penyebaran Covid-19 dilaksanakan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid -19 sesuai Keppres No. 7/2020, sebagaimana telah dirubah dalam Keppres No. 9/2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid 19 melalui sinergi antar Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah; kemudian point ketiga perintah kepada Gubernur, Bupati, dan Walikota sebagai Ketua Gugus Tugas Percepatan penanganan Covid-19 di Daerah dan dalam menetapkan kebijakan di daerah harus memperhatikan kebijakan Pemerintah Pusat; dan point keempat Presiden menyatakan bahwa Keppres no. 12/2020 mulai berlaku pada tanggal penetapan yakni senin 13 April 2020 . Seiring dengan berjalannya waktu dan aktivitas masyarakat beberapa Pemda Kabupaten/Kota telah menerapkan beberapa peraturan terkait pencegahan penyebaran virus corona yang intinya mengatur tentang physical distancing.
Dalam menghadapi bencana nasional pandemic Covid-19 Pemerintah gelontorkan anggaran penanganan Covid-19 dari Rp. 405,1 triliun menjadi 677,2 triliun dengan demikian anggarannya membengkak Rp. 272,1 triliun atau naik sebesar 67 persen, Anggaran ini terdiri dari berbagai hal :
Pertama: anggaran sebesar Rp. 87,55 triliun diperuntukan bagi bidang kesehatan, dengan rincian anggaran itu diperuntukan bagi belanja penanganan Covid-19, tenaga medis, santunan kematian, bantuan iuran untuk jaminan kesehatan nasional, pembiayaan gugus tugas, dan insentif perpajakan di bidang kesehatan
Baca Juga: Melawan Lupa Poros MaritimKedua; diperuntukan bagi perlindungan sosial masyarakat yang terdampak Covid-19 sebesar Rp. 203,9 triliun, anggaran ini diperuntukan berupa pembiayaan program keluarga harapan (PKH), bantuan sembako, Bantuan sosial untuk masyarakat Jabodetabek dan masyarakat diluar Jabodetabek, Bansos bagi masyarakat diluar Jabodetabek, Kartu Pekerja, diskon tarif listrik, bantuan langsung tunai (BLT) dan Dana Desa.
Ketiga ialah diperuntukan bagi pelaku Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang COVID-19 sebesar Rp. 123,46 triliun Anggaran ini digunakan untuk membiayai subsidi bunga, penempatan dana untuk rekturisasi dan mendukung modal kerja bagi UMKM yang pinjamannya sampai Rp. 10 miliar serta belanja untuk penjaminan terhadap kredit modal kerja darurat.
Keempat dikucurkan anggaran sebesar Rp. 120,61 triliun untuk insentif dunia usaha agar mereka mampu bertahan dengan melakukan relaksasi di bidang perpajakan dan stimulus lainnya.
Kelima; Pemerintah juga menganggarkan Rp. 44,57 triliun bagi pendanaan korporasi yang terdiri dari BUMN dan Korporasi padat karya. Terakhir dukungan untuk sektur maupun kementerian dan lembaga serta PEMDA yang mencapai 97,11 Triliun jadi Total penanganan Covid-19 adalah sebesar Rp. 677,2 Triliun .
Didalam menghadapi bencana nasional pandemi Covid-19 upaya pemerintah untuk memberikan layanan kepada masyarakat melibatkan APBN dan atau APBD yang jumlahnya sangat besar yaitu sebesar Rp. 677,2 triliun serta dalam pelaksanaannya berpotensi terjadi maladministrasi ataupun menurunkan kualitas pelayanan publik. Dalam situasi darurat diperlukan mekanisme pengawasan yang sifatnya intensif, terpadu dan fokus melalui saluran yang meminimalkan interaksi fisik/kontak langsung. Untuk itu diperlukan kerjasama lintas instansi dalam pengawasan antar APIP Kementerian/Lembaga dan BPKP, sehingga pengawasan Program dan Prioritas dalam upaya Percepatan Penanganan penyebaran Covid-19 di daerah masing masing senergi dengan program pemerintah pusat, sehingga program prioritas lebih efektif, efisien dan akuntabel.
Sinergitas pengawasan ini selain untuk menghasilkan Rumusan konsep teknis pengawasan Program prioritas , namun juga rumusan rancangan identifikasi risiko program prioritas kedaruratan bencana nasional pandemic Covid-19 yang didanai oleh dana APBN dan APBD yang jumlahnya sangat besar ini.
Pelaksanaan pengawasannya, APIP memiliki peran strategis dalam mengawal pengelolaan dana Covid-19 untuk memastikan pemanfaatannya efektif, efisien, ekonomis, serta tepat waktu dan yang dimulai dari penyusunan rencana kegiatan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi hingga pelaporan.
“Kontribusi Aparat Pengawas Inter , dan Pengawas Ekstern serta Aparat Penegak Hukum diperlukan untuk menghasilkan Sinergi Pengawasan Program prioritas kedaruratan pengelolaan dana Covid-19 dalam bentuk audit bersama”
Didalam pengawasan pengelolaan dana Covid-19 terdapat potensi penyelewengan antara lain Penggelapan dana bantuan, punggutan liar, hingga dobel pembiayaan akibat data penerima yang amburadul. Sebagai contoh BLT (Bantuan Langsung Tunai) yang sudah diwajibkan dalam anggaran pendapatan belanja negara (APBN) juga terdapat dalam anggaran pendapatan belanja daerah (APBD). Disisi lain diperlukan pengaturan tentang pencegahan korupsi terkait penggunaan anggaran pengadaan barang/jasa (PBJ) untuk percepatan penangganan COVID-19 disatu sisi kondisi saat ini adalah darurat dan membutuhkan kecepatan dalam eksekusinya. Dalam pengadaan Barang Jasa (PBJ) tetap memperhatikan peraturan dan perundang-undangan berlaku termasuk aturan yang secara khusus yang dikeluarkan LKPP dalam rangka penanganan Covid-19 serta prinsip PBJ pada kondisi darurat yaitu efektif, transparan, dan akuntabel dengan tetap berpegang pada konsep harga terbaik (value for money), hal ini senada dengan apa yang diinstruksikan oleh Bapak Presiden Republik Indonesia Ir. Joko Widodo pada saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2020 di Istana Negara melalui Video Konfrens pada hari Senin tanggal 15 Juni 2020 Tentang Kolaborasi dan sinergi Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), Pemeriksa Ekstern dan Aparat Penegak Hukum (APH), yang antara lain menginstruksikan Untuk seluruh Lembaga Pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah agar cepat, tepat dan akuntabel dalam pelaksanaan tata kelola penangulangan dan pertanggungjawaban atas Percepatan penanganan Covid-19, serta langkah-langkah pengawasan harus dirancang secara cermat agar keterbatasan sumber daya yang dimiliki tidak menghambat pengawasan dan diperlukan kolaborasi dan sinergitas yang baik antara APIP, BPK dan APH dalam pengawasan anggaran penanganan Covid-19 dan Pemulihan ekonomi Nasional. Untuk itu diperlukan kerjasama yang sinergi melalui lembaga pengawas Intern maupun pengawas Ekstern Pemerintah serta Aparat Penegak Hukum agar Pengawasan anggaran penanganan Covid-19 dan Pemulian ekonomi nasional lebih akuntabel dan rasional, “ Agar program dapat terlaksana secara efektif, efisien, dan akuntabel, diperlukan kontribusi semua pihak untuk dapat secara aktif menjaga dan mengawal Govermance (tata kelola) , Risk (risiko), and Control (pengendalian) atau GRC atas Program, terutama pengawasan dari Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) sebagai early warning. Kita tentunya tidak ingin, sumber daya (dana, waktu, tenaga dan pikiran) yang telah kita curahkan untuk mengatasi pandemic ini dan sekaligus menyelamatkan perekonomian dari krisis yang mengancam, menjadi sia-sia atau tidak memberikan manfaat yang yang berarti bagi masyarakat , hanya karena kurangnya pengawasan dan pengawalan terhadap implementasi program. Mengingat bahwa Program tersebut bersifat lintas sektoral dan wilayah, tentunya diperlukan koordinasi dan sinergi yang baik pula antar APIP, baik pusat (K/L/BPKP) maupun daerah (APIP Prov./Kab/Kota). “Tantangan yang dihadapi APIP saat ini adalah di tengah kedaruratan penanganan bencana, terutama Covid-19, agility dan sense of crisis APIP betul-betul diuji dan harus diterapkan. Metode dan teknik pengujian harus dikembangkan agar tidak menghambat proses (kecepatan) dengan tanpa mengorbankan kualitas pelayanan, serta mampu memastikan delivery manfaat”. Uang Negara dan daerah yang dialokasikan untuk penanganan Covid-19 sangat besar nilainya. Prioritasnya adalah memastikan manfaatnya betul-betul sampai ke masyarakat, oleh sebab itu perlu adanya sinergi pengawasan akuntabilitas penanganan Covid-19. Dalam kondisi extraordinary ini, kegiatan pengawasan juga harus extraordinary. Koordinasi dan sinergi yang baik antara APIP Pusat dan Daerah mutlak diperlukan mengingat bahwa program-program Pemerintah bersifat lintas sektoral dan wilayah. Hal ini juga dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya tumpeng tindih dan celah dalam pengawasan. Oleh karena itu, diperlukan pertukaran data informasi yang aktif dan peningkatan kapabilitas bersama demi pengelolaan keuangan Negara dan daerah yang semakin professional, berkualitas, dan memberi manfaat terbaik untuk seluruh masyarakat Indonesia. (*)
Tinggalkan Balasan