AMBON, Siwalimanews – Kepala Dinas ESDM Ma­luku, Fauzan Khatib me­nga­ku, nasib PT Gunung Makmur Indah akan diten­tukan dalam sidang Komisi Amdal.

Masyarakat Taniwel akan hadir dalam sidang itu. Jika masyarakat menolak, maka PT GMI tidak akan me­ngolah tambah marmer.

“Ini kan terkait dengan lingkungan hidup, kan ada mekanismenya, nanti pe­nyusunan Amdal ada ko­misinya. Tim Amdal akan pangil masyarakat saat si­dang komisi amdal. Apabila nanti ada penolakan dari masyarakat, maka akan diputuskan dalam komisi Amdal ditolak. Misalnya Amdalnya ditolak masyara­kat secara otomatis amdal tidak akan dikeluarkan,” kata Fauzan Khatib kepada wartawan di Kantor Gubernur Maluku, Sabtu (31/10).

Menurut Fauzan, kuncinya ada di sidang Komisi Amdal. Kalau masya­rakat menolak, pasti amdal tak dike­luarkan kepada PT GMI. “Kalau nanti di komisi amdal, kalau masya­rakat menolak maka secara otomatis tidak ada izin selanjutnya,” tandas­nya.

Ia menambahkan, tuntutan masya­rakat Taniwel saat  melakukan demo sudah disampaikan kepada guber­nur.

Baca Juga: Denda Pelanggaran Capai Rp 118 Juta

“Tuntutan pendemo waktu itu berupa dokumen sudah disampaikan ke Kesbangpol dan Kesbangpol sudah disampaikan atasan, tapi sampai sekarang kita belum dapat arahan dari gubernur,” jelas Fauzan.

Sebelumnya juga Dinas Lingku­ngan Hidup Provinsi Maluku memas­tikan Amdal PT GMI akan ditolak jika masyarakat menolak tambang marmer.

Sudah tiga kali, aliansi warga dan pelajar Taniwel Raya, Kabupaten Se­ram Bagian Barat melakukan demon­strasi menolak PT GMI menggarap tambang marmer, karena merusak lingkungan.

Demo dilakukan di Kantor DPRD Maluku dan juga Kantor Gubernur Maluku. Aksi ini dilakukan ber­ulang­kali, lantaran DPRD dan Pemprov Maluku lamban menyikapi aspirasi masyarakat, dan terkesan berpihak kepada PT GMI.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sekaligus Ketua Komisi Amdal Maluku Roy Siauta mengatakan, saat ini PT GMI dalam proses pe­nyusunan Amdal, dan Pemprov Maluku tidak berhak untuk meng­hentikan, karena menghambat investasi.

Kuncinya kata Siauta, ada di mas­yarakat. Kalau masyarakat menolak tambang marmer, maka Komisi Amdal akan merekomendasikan Amdal PT GMI.

“Intinya kalau masyarakat meno­lak, sampaikan dalam sidang komisi, pasti kita keluarkan rekomendasi Amdal kita batalkan, selesai per­soalan,” tegas Kepala Dinas Lingku­ngan Hidup, sekaligus Ketua Komisi Amdal Maluku Roy Siauta kepada Siwalima di ruang kerjanya, Rabu (14/10).

Siauta mengatakan, saat ini posisi pemerintah berada di tengah-tengah. Tidak memihak kepada perusahaan atau masyarakat.

“Pengusaha punya hak berinves­tasi dan masyarakat juga punya hak untuk menolak investasi, salah satu­nya seperti yang disuarakan oleh teman-teman pendemo. Itu masukan dan akan kita dibahas dalam sidang komisi Amdal,” jelas Siauta.

Siauta meminta masyarakat mem­persiapkan perwakilan mereka untuk hadir dalam sidang komisi Amdal. Namun prosesnya masih lama.

“Sampaikan penolakan disaat itu, prinsinya pemerintah akan mende­ngar dan memutuskan, menolak atau menerima. Kalau menolak kita ke­luarkan rekomendasi untuk memba­talkan dan kalau menerima kita juga keluarkan rekomendasi amdalnya,”

Sementara Direktur Utama PT GMI, Johny R Keliduan yang dihu­bungi, namun tidak mengangkat telepon. Pesan singkat yang dikirim pun tak dibalas.

Akui Keluarkan Izin

Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PM-PTSP) Maluku, Syuryadi Sabi­rin mengakui, saat ini PT sudah mengantongi Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP).

WIUP itu dikeluarkan Dinas PM-PTSP berdasarkan rekomendasi dari Bupati SBB, Yasin Payapo.

“Saat ini PT GMI sudah mengan­tongi Wilayah Izin Usaha Pertam­bangan berdasarkan rekomendasi dari bupati SBB, dan perusahaan te­lah mengantongi izin eksplorasi namun itu masih jauh, tidak bisa beroperasi kalau tidak mengantongi izin produksi,” kata Sabirin, saat dihubungi Siwalima, tadi malam.

Sabirin menjelaskan, izin produksi dikeluarkan Dinas PM-PTSP apabila Amdal perusahaan diterima masya­rakat. “Izin produksi ini dikeluarkan oleh Pemprov Maluku melalui kami di PTSP apabila Amdal perusahaan itu diterima oleh masyarakat, baru perusahaan bisa berproduksi. Sela­ma ini ditolak maka kita juga tidak akan mengeluarkan izin produksi, itu saja kuncinya” jelas Sabirin. (S-39)