DI sepanjang tahun 2021 ini, mafia hukum dalam bentuk mafia tanah yang menyerobot tanah dan bangunan yang bukan miliknya, yang diproses memakai akta peralihan hak atas tanah dengan dokumen-dokumen yang palsu, seperti jual-beli, dan hibah telah menjadi perbincangan hangat. Salah satu contoh, yaitu kasus yang menimpa Ibunda Nirina Zubir dan kasus serupa juga yang menimpa keluarga besar mantan Wakil Menteri Luar Negeri Dino Patti Djalal.

Aksi dari para mafia tanah ini merupakan peringatan bahwa mafia tanah masih merajalela. Para mafia tanah ini selalu mencari celah untuk menguasai aset tanah dan bangunan dengan memalsukan dokumen, pemalsuan surat keterangan tanah, dan pengubahan batas tanah. Maraknya mafia tanah ini menunjukkan bahwa tanah menjadi komunitas investasi ekonomi yang tinggi dan menjanjikan sehingga menarik minat tertentu untuk memiliki dan menguasainya dengan berbagai cara sehingga mengakibatkan adanya pelanggaran hukum, sengketa, dan konflik di bidang pertanahan. Apabila tanah ditelantarkan atau tidak dimanfaatkan oleh para pemilik tanah yang sebenarnya, itu menjadi peluang para mafia tanah untuk memproses legalitas kepemilikan tanah tersebut.

Permasalahan tanah semakin pelik dan ruwet sebab melibatkan para mafia tanah yang melakukan tindakan kejahatan yang terorganisasi, yang mengakibatkan kejahatan mereka sulit dilacak secara hukum, sebab mereka berlindung di balik penegakan dan pelayanan hukum. Fenomena yang terjadi, dengan mudahnya para mafia tanah ini mempergunakan modus, kasus yang dilakukan dengan cara pemufakatan jahat sehingga menimbulkan sengketa, konflik, dan perkara pertanahan yang dapat merugikan orang yang mempunyai hak atas tanah yang sebenarnya. Ini dilakukan oleh para mafia tanah dengan memanfaatkan celah yang ada, baik dari sisi hukum, administrasi maupun pengabaian yang dilakukan oleh pemilik tanah. Tindakan ini masih belum bisa dihentikan meskipun sebenarnya pemerintah sudah serius menanganinya dengan membentuk Satgas Antimafia Tanah guna membrantas praktik-praktik mafia tanah di daerah dan memproses hukum para pelakunya.

Satgas ini bekerja sama dengan BPN, Polri, sebagai wujud keseriusan dalam upaya menindak secara hukum para pelaku praktik mafia tanah. Yang menjadi persoalan, meskipun sudah dibentuk dan diberlakukannya Satgas Antimafia Tanah, praktik-praktik mafia tanah masih berlangsung marak. Dari sekian banyak modus yang dilakukan oleh para mafia tanah, penyebab mafia tanah ini dapat beraksi, yaitu karena tidak akuratnya data-data kepemilikan tanah antara RT, RW, kelurahan, pajak, dan BPN. Bagaimana hal ini bisa terselesaikan dengan baik? Hal yang perlu dilakukan segera, yaitu memutuskan ekosistem mafia tanah.

Memutus ekosistem mafia tanah   Upaya yang harus dilakukan ialah pembenahan dan penataan, serta pendataan tanah-tanah di seluruh Indonesia secara valid oleh BPN. Kunci untuk memutus ekosistim mafia tanah agar tidak terulang kembali dan aksi para mafia tanah, yaitu perlu keterbukaan dengan merevisi kembali data-data kepemilikan tanah secara akurat, serta membangun sebuah sistem yang terintegrasi tentang pendataan tanah sehingga dapat mencegah terjadinya kesalahan. Sistem yang terintegrasi, maksudnya pengurusan hak kepemilikan dan pengalihan hak atas tanah hanya boleh diurus menggunakan satu sistem, baik itu di tingkat RT, RW, kelurahan, pajak, BPN. Di samping itu, peranan BPN harus lebih ditingkatkan dalam menangani kasus-kasus kepemilikan tanah sehingga konflik bisa diminimalisir dengan benar, yaitu lebih mementingkan knonologi kepemilikan tanah yang asli. Karena selama ini yang terjadi, BPN cenderung menunggu keputusan dari pengadilan untuk kepemilikan tanah yang bermasalah antara pemilik tanah dan mafia tanah. Hal ini menyebabkan para pemilik tanah yang asli merasa kecewa dan apatis untuk dapat menyelesaikan konflik atau sengketa tanah tersebut. Ketika hal ini terjadi, ekosistem mafia tanah semakin berkembang. Roadmap yang harus dibangun, sistem pendaftaran tanah salah satunya yang bisa menjadi peluang, yaitu sistim pendaftaran tanah digital elektronik. Namun, harus dilihat mulai sistem pendaftaran tanah, pajak, tata ruang, penerbitan sertifikat dll harus satu data yang terintegrasi. Dengan demikian, jika ada kesalahan, dapat dilakukan cross check dan meminimalkan terbitnya sertifikat-sertifikat palsu. Selain itu, untuk mengoptimalkan Satgas Antimafia Tanah, sebaiknya unsur dari Satgas Mafia Tanah juga bisa dilibatkan dari masyarakat, para akademisi yang serius melaksanakan mekanisme pelaksanaan tugas satgas mafia tanah dalam pemberantasan mafia tanah.

Baca Juga: Pendidikan Damai

Tips pencegahan lanjutan  Untuk mencegah agar tidak terjadi lagi mafia tanah, hal yang dapat dilakukan masyarakat ialah pertama, tanah harus dimanfaatkan jangan ditelantarkan. Kedua, pengurusan administrasi kepemilikan tanah sebaiknya dilakukan sendiri. Ketiga, dibangun sistem aplikasi oleh BPN yang lebih massif skala nasional dengan program ‘Sentuh Tanahku atau Jaga Tanahku’. Keempat, ATR/BPN menyosialisasikan kepada masyarakat agar segera melegalkan status kepemilikan tanah mereka. Kelima, negara harus melakukan penegakan hukum terhadap kasus-kasus mafia tanah secara political will, yaitu dibutuhkan strategi yang jitu seefektif mungkin melalui penegakan hukum. Keenam, kejujuran dan sifat memperjuangkan kebenaran dari semua pejabat yang terkait dengan pengurusan masalah tanah harus dijunjung tinggi. Karena, sebaik apa pun sebuah sistem dibangun untuk mengatasi masalah atau konflik pertanahan, masalah mafia tanah tidak akan pernah berhenti jika moral pejabat yang terkait tidak dijunjung tinggi, (hanya mementingkan urusan pribadi). Semoga. (arce Tehupeiory, Dosen dan Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Kristen Indonesia)