AMBON, Siwalimanews – Untuk kesekian kalinya empat OKP Cipayung plus, masing-masing GMKI, PMII, IMM dan GMNI menyeruduk Kantor Kejaksaan Negeri Ambon.

Aksi yang berlangsung, Kamis (10/2), dipimpin oleh ketua OKP masing-masing, yang mana mereka menuntut adanya penegakan hukum atas ditutupnya kasus dugaan korupsi di Sekretariat DPRD Kota Ambon.

Bahkan dalam aksi itu massa Cipayung ini menuding Kajari Ambon melindungi oknum-oknum di DPRD yang terlibat korupsi.

Ketua Umun GMKI Josias Tiven dalam orasinya menegaskan, penghentian kasus DPRD ini, maka seakan-akan siapa saja bisa melakukan tindakan korupsi, dengan jaminan, ketika ketahuan baru dikembalikan, namun ketika tidak ketahuan bisa menikmati hasil korupsi itu.

“Wakil rakyat atas nama rakyat pencuri uang rakyat dan dilindungi Kejari, kami rasa tidak ada keadilan, tujuan hukum juga tidak tercapai, yang kita bicara, apa keadilan yang kita dapat, apakah keadilan cuma didapat orang orang yang punya kuasa saja,” tandas Tiven dalam orasinya.

Baca Juga: Bupati Malra dapat Penghargaan SIWO PWI

Senada dengan Tiven, Ketua IMM Hamja Loilatu juga menegaskan, yang namanya pencuri harus dipidana, apapun status dan derajatnya.

Menurutnya, dalam kasus ini Kejari Ambon bukannya mengikuti perintah Undang Undang untuk memberantas tindak pidana korupsi, justru malah melindungi tindakan tersebut.

“Yang namanya pencuri harus dipidanakan, kalau dibiarkan, maka tidak ada kesejahteraan oleh masyarakat, uang rakyat akan kembali dicuri, karena mereka tahu Kejari lindungi mereka, ini sama saja Kajari mengajarkan kita ketika ada kesempatan, mencuri saja, kalau ketahuan kita kembalikan agar bisa keluar dari proses hukum,” tandasnya.

Menurutnya, ketidakadilan terlihat dalam kasus ini, jika dibandingkan kasus Odie Orno. Dimana Orno tetap dipidana, sekalipun sudah mengembalikan keuangan negara.

Dirinya juga menyesalkan perilaku wakil rakyat yang melihat rakyatnya kesusahan di tengah pandemi, justru memanfaatkan keadaan dengan mencuri uang rakyat.

“Masyarakat Kota Ambon dibatasi pergerakannya di tengah Covid, tapi wakil rakyat malah menari dengan uang hasil curian, sebenarnya mengembalikan uang negara, secara tidak langsung mereka mengakui mencuri uang negara, tapi kok? Atau, jangan-jangan Kajari sudah disuap untuk melindungi kasus ini,” tudingnya.

Menanggapi aksi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Ambon, Dian Fris Nalle langsung menemui massa.

Di depan para demosntran, Kajari menjelaskan alasan dihentikanya pengusutan kasus tersebut lantaran perkara dimaksud merupakan hasil temuan BPK, yang kemudian merekomendasi Walikota Ambon untuk menarik kerugian yang ditentukan.

“Audit BPK masih berupa indikasi atau tanda-tanda yang bersifat perkiraan. Dalam rekomendasi BPK memerintahkan Walikota menarik kerugian negara, bukan memerintahkan penegak hukum untuk pidana, untuk itu kami ambil langkah penyelidikan agar keuangan negara itu dikembalikan,” jelas Kajari.

Menurut Kajari, pihaknya tidak memaksakan kasus ini dilanjutkan lantaran belum memenuhi unsur untuk dinaikan ke tahap penyidikan. Dimana dalam penanganan kasus korupsi untuk sebuah kasus dinaikan ke tahap penyidikan diperlukan bukti kerugian negara.

“Dari sisi hukum, ini masih penyelidikan bukan penyidikan, dalam penyelidikan sudah ada pengembalian kerugian, kalau unsur kerugian negara tidak ada bagaimana kita pidanakan orang, ketika saya paksakan naik di pengadilan pasti gugur biaya perkara kasus Rp150 juta, kalau tetap ngotot naik justru saya yang rugikan negara, karena paksakan kasus yang tidak memenuhi unsur,” jelasnya.

Usai mendengar pernyataan Kajari, massa kemudian membubarkan diri menuju Kantor Kejati Maluku. Dengan tuntutan yang sama massa ditemui Kasi Penkum dan Humas Kejati yang menerima penyataan sikap untuk kemudian disampaikan ke pimpinan. (S-45)