AMBON, Siwalimanews – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kembali menggelar sidang dengan terdakwa, mantan Walikota Ambon, Richrad Louhenapessy.

Sidang yang berlangsung, Kamis (1/12), dipimpin majelis hakim yang diketuai Wilson Shiver dengan agenda pemeriksaan saksi

Tan Jefry, salah satu kontraktor yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum KPK.

Jefry dalam persidangan tersebut mengaku bahwa, dirinya memberi­kan uang Rp50 juta atas permintaan mantan Walikota Ambon yang akrab disapa RL.

“Apakah saudara pernah mem­berikan uang kepada Richard Lou­henapessy? Ya saya berikan sebesar 50 juta atas permintaan Pak Richard,” ungkap saksi Jefri.

Baca Juga: Polisi Ringkus Dua Penambang Ilegal Gunung Botak

Hakim kemudian melanjutkan pertanyaan kepada saksi, tentang maksud dan tujuan memberikan uang 50 juta kepada mantan walikota Ambon dua periode itu.

“Apakah uang itu diberikan de­ngan imbalan akan mendapatkan paket pekerjaan di tahun 2019 itu?” cecar hakim.

Menurut saksi, uang Rp50 juta diberikan kepada RL, sapaan akrab Louhenapessy sebagai bantuan sosial karena saksi mendapatkan 3 paket pekerjaan di tahun 2019.

“Uang itu saya berikan sebagai bantuan sosial kepada pak Richard, karena saya mendapatkan 3 paket di Tahun 2019. Namun itu bantuan saya tanpa paksaan dan tidak mung­kin di tarik kembali,” ungkap saksi lagi.

Hakim yang merasa jawaban saksi diragukan, kembali menekan untuk memastikan Jawaban saksi.

“Saksi saya sudah uji pernyataan saudara sebanyak dua kali, untuk itu sekali lagi apakah saudara mem­beri­kan uang kepada pak Richarad?” tanya hakim lagi.

Saksi kemudian mengakui uang Rp50 juta diberikan kepada RL. Namun saksi tidak tahu apakah ter­dakwa menerima uang tersebut atau­kah tidak, karena terdakwa sudah transfer langsung ke rekening terdakwa.

“Ya saya berikan senilai 50 juta rupiah, namun sampai saat ini saya tidak pernah di konfirmasi apakah pa Richard sudah menerima uang itu atau belum. Saya tidak tahu, yang penting saya sudah transfer,”  kata saksi lagi.

Sementara itu, terdakwa RL saat diminta tanggapan terhadap kete­rangan saksi mengaku benar dirinya menerima uang sejumlah 50 juta dari saksi Tan Jefri.

“Saya cuma ingin pastikan lagi apakah saya meminta uang dengan jumlah segitu kepada anda?” tanya RL ke saksi.

Saksi kemudian menjawab, “benar pak dan pak berkata kalau bisa 50 juta,” ujar saksi menjawab pertanya­an terdakwa.

Mengakhiri tanggapannya, ter­dakwa mengaku kalau uang itu ia minta untuk keperluan kegiatan sosial di Jakarta.

“Saya hanya meminta bantuan jika dikasih saksi, kalau tidak ya tidak apa-apa, namun uang itu diberikan kepada saya karena saat itu ada kegiatan sosial di Jakarta,” tutur terdakwa.

Terima 11 M

Mantan Walikota Ambon Richard Louhenapessy menjalani sidang perdana dugaan korupsi dan TPPU di Pengadilan Tipikor Ambon, Kamis (29/9) siang lalu.

RL didakwa jaksa penuntut umum KPK menerima aliran dana mencapai Rp 11 miliar, dari aparatur sipil negara dan sejumlah pengusaha.

Sidang dengan agenda pemba­caan dakwaan oleh JPU KPK itu dipimpin hakim Nanang Zulkarnain Faisal dan digelar secara online, yang menghadirkan RL dari Gedung KPK di Jakarta.

Mantan Ketua DPRD Maluku itu didakwa atas dua kasus yaitu, penerbitan ijin prinsip gerai Alfamidi di wilayah Kota Ambon serta gratifikasi.

Selain mantan walikota dua periode Kota Ambon ini diadili, anak buahnya, Andre Erin Hehanusa, dan Perwakilan Alfamidi Cabang Ambon, Amri.

Tim JPU KPK yang diketuai Taufiq Ibnugroho membeberkan aliran dana yang mengalir ke kan­tong mantan Ketua DPRD Maluku itu sebesar Rp11 miliar.

JPU mengungkapkan, terdakwa RL selaku Walikota Ambon pada tahun 2011 sampai bulan Maret 2022 melakukan dan turut serta melaku­kan beberapa perbuatan yang harus dipandan sebagai perbuatan yang berdiri sendiri, sehingga merupakan beberapa kejahatan.

JPU menyebutkan, terdakwa menerima gratifikasi yaitu, selaku walikota secara langsung maupun tidak langsung telah menerima uang yang seluruhnya berjumlah Rp11.259.960.000 yang berhubung­an dengan jabatan dan yang ber­lawanan dengan kewajiban dan tugasnya.

Aliran dana dengan jumlah fan­tastis itu diketahui diterima dari beberapa ASN pada Pemkot Ambon dan para rekanan atau kontraktor.

Pada tahun 2011 sampai Maret 2022 terdakwa menerima uang langsung berjumlah Rp8.222.­250.000.

Dari ASN uang yang diterima Rp824.200.000 dengan rincian menerima dari Alfonsus Tetepta selaku Plt Direktur PDAM Kota Ambon sebesar Rp260.000.000, dari kepala Dinas PUPR Enrici Matita­puty sebesar Rp150.000.000.

Berikutnya, dari mantan Kadis Pen­didikan Fahmi Sllatalohy sebe­sar Rp240.000.000, Kepala Badan Pengeluaran dan Aset Daerah, Roberth Silooy Rp50.200.000,

Kepala Bidang Lalu lintas Dinas Perhubungan Kota Ambon Izack Jusac Said Rp116.000.000 dan pada bulan Desember 2018 di rumah Dinas Walikota Ambon, terdakwa menerima uang dari Kepala Dinas Perhubungan kota Ambon, Robert Sapulette Rp8.000.000.

Sementara dari rekanan Richard diketahui menerima uang sebesar Rp.7.398.050.000 dengan rincian  menerima dari Pemilik PT Hoatyk, Victor Alexander Loupatty, sebesar Rp.342.500.000 yang diberikan secara bertahap.

Selanjutnya dari Direktur Utama PT Azriel Perkasa Sugeng Siswanto sebesar Rp.55.000.000, kontraktor Benny Tanihattu USD 2.500 atau Rp.34.950.000, Direktur CV Waru Mujiono Andreas Rp.50.000.000.

Kemudian dari pemilik Toko Buku NN Sieto Nini Bachry Rp.50.000.000, dari Tan Pabula Rp.85.000.000, dan Direktur CV Glen Primanugrah Thomas Souissa Rp70.000.000.

Berikutnya, Direktur CV Angin Timur Anthoni Liando Rp740.000.­000, Komisaris PT Gebe Industri Nikel Maria Chandra Pical Rp250.­000.000, Kontraktor Yusac Harianto Lenggono Rp.50.000.000, Direktur Talenta Pratama Mandiri Petrus Fatlolon Rp100.000.000 dan pemilik AFIF Mandiri Rakib Soamole sebesar Rp165.000.000.

RL juga menerima uang dari Apotek Agape Mardika Rp.20.000.­000, Direktur PT Karya Lease Abadi Fahri Anwar Solikhin sebesar Rp.4.900.000.000, Yanes Thenny Rp.50.000.000 dan Novry E Warella sebesar Rp.435.600.000.

Selain penerimaan langsung terdakwa juga menerima uang sebesar Rp3.037.000.000 melalui terdakwa Andrew Erin Hehanussa dengan rincian dari ASN sebesar Rp1.466.250.000 dan rekanan sebesar Rp1.216.250.000.

“Atas penerimaan uang tersebut terdakwa tidak pernah melapor ke KPK dalam kurun 30 hari kerja sejak diterima, sebagaimana diatur dalam pasal 12C ayat (2)UU nomor 31 tahun1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebaimana telah diubah dengan UU no 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun1999 tentang pembe­rantasan tindak pidana korupsi sehingga seluruh penerimaan uang tersebut merupakan gratifikasi yang diterima terdakwa yang tidak ada alas hak yang sah menurut hu­kum,”pungkas JPU.

Selain gratifikasi, RL juga dijerat kasus penerimaan hadiah dari PT Midi Utama Indonesia terkait izin prinsip pembangunan sejumlah gerai di Kota Ambon. Dalam kasus ini,RL diketahui menerima uang fee sebesar Rp500.000.000.

JPU menjelaskan pada tahun 2019 PT Midi Utama Indonesia  bermak­sud untuk mengembangkan usaha retail dengan membangun gerai  atau toko alfamidi di kota Ambon, dimana dalam proses pembangu­nan­nya diperluka beberapa peri­jinan diantarannya ijin prinsip dari terdakwa RL selaku Walikota Ambon.

Selanjutnya Solihin selaku kuasa direksi PT MUI atas masukan Agus Toto Ganefgian selaku GM license PT MUI menunjuk terdakwa Amri untuk melakukan pengurusan perijinan dengan alasan terdakwa Amri sudah berpengalaman.

Saat itu terdakwa mengajukan biaya untuk perngurusan ijin setiap titik atau lokasi sebesar Rp.125.000.­000 yang sumber dananya berasal dari PT MUI.

JPU menyebutkan, pada Juli 2019 terdakwa Amri dan License Manager PT MUI cabang Ambon Nandang Wibowo melakukan pertemuan dengan terdakwa RL dan Terdakwa Andrew Erin di Kantor Walikota Ambon, terkait pembukaan gerai toko yang kemudian di setujui RL yang meminta terdakwa Andrew un­tuk mempercepat proses penerbitan izin.

Selanjutnya terdakwa Andrew meminta terdakwa Amri dan Nan­dang Wibowo terkait kelancaran administrasi.

Berikutnya, pada tanggal 23 Juli 2019, PT MUI mengajukan permo­honan izin prinsip pendirian 27 gerai, dan pada hari yang sama juga RL menerbitkan surat perihal per­setujuan prinsip pembangunan gerai Alfamidi, tanpa ada kajian dari dinas terkait.

Parahnya lagi pada bulan September, pihak PT MUI kembali menemui RL untuk maminta tambahan gerai. Lagi-lagi RL  menerbitkan persetu­juan prinsip pembagunan tanpa ada kajian dari dinas terkait.

Setelah izin prinsip terbit, ter­dakwa Amri memberikan uang secara bertahap berjumlah Rp500.000.000 kepada terdakwa RL melalui ter­dakwa Andrew Erin.

Usai membacakan dakwaan ketiga terdakwa melalui kuasa hukumnya menerima isi dakwaan dengan tidak mengajukan eksepsi atas dakwaan tersebut, sehingga majelis hakim selanjutnya menunda sidang hingga pekan depan dengan agenda men­dengar keterangan saksi.(S-26)