Sakit, Assagaff tak Penuhi Panggilan Polisi
AMBON, Siwalimanews – Mantan Gubernur Maluku, Said Assagaff dikabarkan sakit sehingga tidak memenuhi panggilan tim penyidik Bareskrim Polri.
Assagaff seharusnya diperiksa pada Kamis (20/10) terkait kasus tukar guling lahan perpustakaan daerah Maluku, namun karena sakit sehingga pemeriksaan pun batal dilakukan.
Demikian diungkapkan, Direskrimsus Polda Maluku, Kombes Harold W Huwae kepada Siwalima melalui pesan whatsappnya, Sabtu (22/10).
Huwae mengatakan, Said Assagaff sakit dan ada surat keterangan dokter yang diterima penyidik yang menyatakan sakit.
“Sakit, ada keterangan dokter,” jelas Huwae singkat.
Baca Juga: Izin Alfamidi Salahi AturanSementara itu, informasi yang diperoleh Siwalima dari orang dekat mantan Ketua DPD Golkar Maluku itu, Said Assafadd saat ini sementara di rawat di salah satu rumah sakit di Jakarta.
“Pak Said sedang sakit dan sedang masuk rumah sakit,” jelas sumber itu yang meminta namanya tak dikorankan.
Kata sumber itu lagi, karena sakit sehingga Said Assagaff tidak bisa memenuhi panggilan polisi.
“Karena masuk rumah sakit dan polisi sempat datang melihat beliau di rumah sakit,” ujar sumber itu.
Polisi Jalan Terus
Seperti diberitakan sebelumnya, polisi tetap keukeuh untuk melakukan penyelidikan kasus tukar guling lahan milik Perpustakaan Pemrov Maluku.
Kendati pihak Yayasan Pendidikan Poitek meminta penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku untuk menghentikan kasus tukar guling lahan perpustakaan daerah Maluku, namun polisi tetap usut.
Direskrimsus Polda Maluku, Kombes Harold Wilson Huwae, memastikan pihaknya tetap mengusut kasus dugaan korupsi kasus tukar guling lahan perpustakaan daerah.
“Proses tetap jalan,” ujar Huwae singkat menjawab Siwalima melalui pesan whatsapp, Rabu (19/10).
Huwae enggan berkomentar lebih jauh, dirinya hanya memastikan kasus ini tidak akan dihentikan tetapi tetap proses hukum. “Proses hukum tetap jalan,” katanya singkat.
Untuk diketahui, kasus ini berawal dari rencana Yayasan Poitek yang berminat melakukan tukar guling lahan Pemprov yang terletak di Jalan AY Patty, dengan tiga kapling lahan mereka di Desa Rumah Tiga, Kecamatan Teluk Ambon.
Kedua pihak yang berkepentingan lalu melakukan kesepakatan. Poitek akan memberi tiga SHM mereka seluas 4.612 meter persegi. Selain itu, mereka juga akan membayar Rp9,4 miliar kepada Pemprov.
Informasi yang diperoleh Siwalima di Kantor Gubernur, Pemprov Maluku telah menerima bayaran dari Yayasan Poitek sebesar Rp1,4 miliar. Yayasan ini sendiri memiliki tiga sertifikat hak milik (SHM) seluas 4.612 meter persegi. Sedangkan Perpustakaan daerah memiliki lahan seluas 3.449 meter persegi.
Dengan demikian harga yang belum dibayarkan yayasan Poitek Rp8,4 miliar ke Pemprov.
Mirisnya, Poitek yang baru melunasi Rp1,4 miliar, bisa dengan mudah memperoleh sertifikat tanah milik yayasan Pemprov tersebut. Padahal semestinya setifikat tanah baru bisa diperoleh setelah pembayaran lahan dilunasi.
Sumber ini menduga, ada kongkalikong dan kerjasama yang dilakukan oleh oknum-oknum di Pemprov kala itu dengan modus membangun sekolah, padahal diduga ada rencana bisnis besar yang akan dibangun dilahan tersebut.
Sumber ini juga mengaku, Pemprov Maluku menghitung pembayaran Rp9,4 miliar tersebut belum termasuk harga lahan, dan baru bangunannya saja.
Periksa Assagaff
Dipastikan hari ini, Kamis (20/10) tim penyidik Bareskrim Polri akan memeriksa mantan Gubernur Maluku, Said Assagaff.
Assagaff dianggap paling mengetahui terkait tukar guling lahan Perpustakaan daerah ini.
“Tanggal 20 diperiksa di Bareskrim,” jelas Huwae saat dikonfirmasi Siwalima,
Huwae memastikan jika pada panggilan ketiga ini, Assagaff juga tidak hadir dan tidak mengindahkan panggilan penyidik maka pihaknya akan melakukan upaya paksa.
Namun Huwae tidak menyebutkan panggilan paksa seperti apa.
Poitek Minta Stop
Sebelumnya, pihak Yayasan Pendidikan Poitek mengklaim tidak ada kerugian keuangan negara dalam kasus dugaan korupsi tukar guling lahan Perpustakaan Maluku dengan Yayasan Poitek.
Dalam laporan hasil pemeriksaan BPK tertanggal 25 Mei 2018 yang dikantongi Yayasan Pendidikan Poitek dari BPK menyatakan, adanya indikasi kerugian daerah sebesar Rp1.147.886.000 dan potensi kerugian daerah dari kekurangan penilaian tanah berdasarkan NJOP sebesar Rp3.250. 967.000.
Ketua I Yayasan Pendidikan Poitek, Rudy Mahulette mengatakan, definisi kerugian keuangan negara berdasarkan pasal 1 angka 22 UU Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yaitu, kerugian negara/daerah adalah kekurangan uang, surat berharga dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.
“Sesuai pasal tersebut, kerugian keuangan negara harus dibuktikan dengan adanya kehilangan uang, surat berharga dan barang. Menjadi pertanyaan, apakah sertifikat tanah yang diserahkan kepada Yayasan Pendidikan Poitek termasuk dalam surat berharga,” ungkap Mahulette kepada wartawan di Ambon, Kamis (13/10).
Dijelaskan, sesuai KUH Dagang dalam buku 1 titel 6 dan 7 menyatakan, macam-macam surat berharga antara lain, wesel, cek, kwitansi dan surat sanggup. Ada juga surat berharga di luar KUHD yakni bilyet giro (BG), kartu kredit, travel cheque, obligasi, surat saham, bilyet deposito, surat utang negara dan surat berharga lain yang sudah ditentukan nilainya sehingga syarat untuk dinyatakan sebagai surat berharga yaitu harus memiliki nilai uang.
“Sebagaimana defenisinya surat berharga yaitu dokumen yang memiliki nilai uang yang diakui dan dilindungi oleh hukum untuk kepentingan transaksi perdagangan, pembayaran, penagihan atau sejenis lainnya. Dalam buku sertifikat tidak mencantumkan nilai uang, dengan demikian buku sertifikat tidak termasuk surat berharga, tetapi bukti kepemilikan atas tanah dan bangunan yang nilai manfaatnya baru ada bila menyatu dengan objek yaitu tanah dan bangunannya,” jelasnya
Ditegaskan, sesuai ketentuan diatas maka sudah menjadi sangat terang benderang bahwa perjanjian tukar menukar tanah dan bangunan antara Pemerintah Provinsi Maluku, dengan Yayasan Pendidikan Poitek tidak ada kerugian negara/daerah didalamnya sebagaimana LHP BPK.
Dikatakan, pihaknya memilih tanah milik Provinsi Maluku yang sekarang adalah Kantor Perpustakaan Daerah Maluku, karena tanah tersebut dahulu adalah milik sah dari Yayasan Pendidikan Poitek sesuai eigendom verponding No 363 dan No 364 yang juga terdaftar dalam daftar hak kantor BPN Kota Ambon.
“Karena situasi politik negara pada tahun 1966 maka tanah dan bangunan sekolah berstutus dibawah pengawasan Pepelrada yang kemudian pada tanggal 21 Juli 1955 dialihkan ke Departemen P&K dan pada tanggal 18 November 2009 diserahkan kepada Pemerintah Provinsi Maluku yang sekarang dimanfaatkan sebagai kantor Perpustakaan Daerah Maluku,” ujarnya.
Seharusnya, lanjut dia, sesuai ketentuan UU Nomor 5 tahun 1960 telah memberikan prioritas kepada pihak yang menguasainya, dalam hal ini Yayasan Pendidikan Poitech,” ujarnya.
Menurutnya, pihak yayasan dapat meminta agar tanah tersebut dikembalikan tanpa melalui proses tukar guling, namun karena pertimbangan bahwa perlu adanya lokasi pengganti untuk Kantor Perpustakaan Daerah Maluku maka pihak yayasan telah menyediakan lahan berlokasi di Wailela.
“Dalam perjanjian, selain menentukan penyediaan lahan pengganti, yayasan juga berkewajiban untuk membayar ganti rugi sebesar Rp9.448.000.000 secara bertahap. Untuk itu pada tanggal 29 November 2017, yayasan telah membayar ke rekening kas daerah sebesar Rp1.448.000.000, namun hingga saat ini yayasan belum memperoleh keuntungan dari perjanjian tukar guling tersebut karena lokasi dimaksud masih dimanfaatkan oleh Pemprov Maluku sebagai Perpustakaan Daerah,” terangnya. (S-05)
Tinggalkan Balasan